KEK Sanur Kembangkan Ethnobotanical Garden Jadi Pusat Riset, Gandeng Universitas Udayana Bikin Laboratorium Hidup
17 December 2025, 06:00 WIB
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur Bali, atau The Sanur, mengembangkan Ethnobotanical Garden berstandar internasional seluas 4,9 hektare. Taman itu berada di jantung kawasan, berfungsi sebagai paru-paru kawasan, sekaligus menjadi elemen pengikat seluruh fasilitas kesehatan, pariwisata, dan wellness di The Sanur.
Lebih jauh, PT Hotel Indonesia Natour (InJourney Hospitality) selaku pengelola kawasan ingin menjadikan taman tersebut sebagai laboratorium hidup. Mereka menggandeng Universitas Udayana, berdasarkan kesepakatan yang tertuang dalam Nota Kesepahaman Kolaborasi Riset di Ethnobotanical Garden KEK Sanur dan ditandatangani kedua belah pihak.
"Kolaborasi ini sebagai bagian dari upaya kami mewujudkan visi KEK Sanur sebagai International Health & Wellness Destination. Sinergi antara akademisi dan praktisi menjadi elemen penting dalam menghadirkan kawasan berbasis riset, inovasi, dan berdaya saing global," ujar Christine Hutabarat, Direktur Utama InJourney Hospitality, dalam rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, Selasa, 16 Desember 2025.
Berdasarkan MoU itu, Universitas Udayana akan berperan aktif dalam pelaksanaan riset multidisiplin, meliputi kajian etnobotani, konservasi tanaman, biodiversitas, lanskap berkelanjutan, dan riset kesehatan berbasis alam. Tujuannya agar Ethnobotanical Garden itu dikelola berbasis sains, terkurasi, dan berkelanjutan, serta mampu memberi nilai tambah bagi KEK Sanur.
"Penandatanganan nota kesepahaman ini menjadi bagian penting dalam implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang berdampak langsung bagi pembangunan nasional," kata Rektor Universitas Udayana Prof. Ir. I Ketut Sudarsana, S.T., Ph.D.
Riset yang dihasilkan juga diharapkan dapat mendorong inovasi pemanfaatan tanaman obat dan tanaman budaya, pengembangan modul edukasi bagi masyarakat dan pelajar, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui keterlibatan dosen, peneliti, dan mahasiswa dalam kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Taman Etnobotani Jadi Pusat Konservasi Hayati
Christine menerangkan taman etnobotani itu dirancang dan dikembangkan sebagai pusat pelestarian keanekaragaman hayati dan budaya lokal Bali. Beragam koleksi tanaman di dalamnya dikurasi sebagai representasi budaya, merujuk daftar tanaman obat yang tercatat dalam naskah kuno Nusantara berjudul Taru Pramana.
Naskah itu disebut sebagai warisan dari Mpu Kuturan, seorang tokoh besar, pendeta, dan penasihat kerajaan Bali Kuno dan Kahuripan-Kediri sekitar 990--1049 M. Terdapat 202 tanaman obat herbal Nusantara yang tercatat dalam naskah Taru Pramana tersebut.
Saat ini, ribuan pohon telah ditanam di taman itu, di antaranya pohon bodhi (Ficus religiosa), pohon pulai (Alstonia scholaris), pohon flamboyan, pohon tabebuya, mangga, kersen, jambu air, jeruk bali, hingga tanaman air seperti Victoria amazonica dan Nymphaea pubescens.Ada juga tanaman herbal seperti pandan Bali, sirih gading, dan alokasia atau kuping gajah.
"Melalui kolaborasi riset di Ethnobotanical Garden dengan Universitas Udayana, InJourney Hospitality mendorong pengembangan living laboratory yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan, kearifan lokal, memperkuat identitas budaya, prinsip keberlanjutan, dan menciptakan nilai jangka panjang bagi pariwisata Indonesia," ujarnya.
Dirancang Inklusif dan Berkelanjutan
Pengembangan Ethnobotanical Garden ini juga mengusung prinsip pembangunan berkelanjutan untuk mendukung pengurangan emisi karbon dan pencapaian target Net Zero Emission 2060. Dengan dukungan riset akademik, Christine mengklaim bahwa taman ini menjadi implementasi nyata konsep Sustainable Tourism Destinations dan Sustainable Environment di kawasan pariwisata terpadu.
Pihaknya juga bertekad menjadikan taman tersebut sebagai suaka bagi burung lokal serta kolam retensi kawasan. Dirancang inklusif bagi semua kalangan, taman ini menjadi ruang interaksi antara pengunjung dan alam yang mendukung percepatan pemulihan pasien yang menjalani perawatan di fasilitas medis internasional.
Taman etnobotani tersebut juga dirancang sebagai kawasan yang inklusif, aksesibel dengan jalur pedestrian ramah disabilitas, pathway dan ruang terbuka sehingga pengunjung dapat terkoneksi dengan berbagai fasilitas kawasan, serta fasilitas penunjang seperti restoran, area nutrisi dan suplemen, sehingga pengunjung dapat menikmati kuliner khas Indonesia. Pihaknya juga menyediakan fasilitas publik, seperti lobi, toilet umum, dan buggy parking.
Fasilitas Spa and Wellness di KEK Sanur
Taman itu ternyata juga berfungsi sebagai sarana penunjang fasilitas wellness di Hotel The Meru Sanur yang membuka Taru Pramana Spa and Wellness, beberapa waktu lalu. Fasilitas tersebut merupakan dukungan hotel dalam pengembangan destinasi kesehatan dan wellness kelas dunia berbasis kearifan lokal.
"Melalui pendekatan holistik yang terinspirasi dari warisan budaya Bali, kami menghadirkan pengalaman wellness yang autentik dan transformatif bagi wisatawan global," kata Christine Hutabarat, Direktur Utama InJourney Hospitality, dalam rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, beberapa waktu lalu.
Taru Pramana menghadirkan pendekatan wellness yang memadukan tradisi Bali dengan interpretasi modern. Namanya yang bermakna kearifan pohon kehidupan itu merupakan penghormatan terhadap kekayaan etnobotani Bali.
Fasilitas itu menghadirkan rangkaian terapi yang terinspirasi dari ilmu Usada Bali. Seluruh perawatan dirancang untuk memperkuat kesehatan fisik, menyeimbangkan emosi, dan menyelaraskan energi spiritual, memberikan pengalaman wellness yang mendalam dan bermakna lewat beberapa kegiatan, seperti spa, aktivitas melukat, yoga, hingga akupuntur.