Media pemerintah Korea Utara merilis gambar yang memperlihatkan Kim Yo Jong -- adik dari Kim Jong Un -- tengah memegang sebuah ponsel saat menghadiri peresmian rumah sakit pada Minggu (14/12/2025).

Gambar tersebut langsung menarik perhatian pengamat internasional karena perangkat yang digunakan diduga merupakan ponsel lipat buatan China, dikutip dari laman France24, Senin (15/12).

Meski merek tidak terlihat jelas dalam foto, perangkat tersebut dinilai sangat mirip dengan seri "Magic" milik Honor, produsen ponsel asal China. Seri ini dikenal sebagai salah satu ponsel lipat tertipis di dunia. Salah satu modelnya, Honor Magic V3, dijual dengan harga sekitar USD 1.379.

Harga tersebut kontras dengan kondisi ekonomi masyarakat Korea Utara. Sejumlah analis memperkirakan pendapatan rata-rata warga Korea Utara yang bekerja di industri milik negara hanya berkisar hingga tiga dolar AS per bulan, sehingga perangkat sekelas itu berada jauh di luar jangkauan masyarakat umum.

Keluarga Kim memang kerap disorot karena penggunaan gawai canggih. Kim Jong Un beberapa kali tertangkap kamera menggunakan produk Apple, seperti iPad dan MacBook, dalam berbagai acara resmi. Pada 2023, ia juga terlihat menggunakan ponsel lipat saat menghadiri peluncuran rudal.

Penggunaan perangkat elektronik canggih oleh elite Korea Utara ini kembali memicu sorotan terhadap efektivitas sanksi internasional. Resolusi Dewan Keamanan PBB yang dijatuhkan sebagai respons atas program nuklir dan rudal Pyongyang secara tegas melarang impor smartphone dan perangkat elektronik tertentu ke Korea Utara.

Di sisi lain, pasar ponsel domestik di Korea Utara dilaporkan terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Analis dari situs pemantau Korea Utara, NK News, mencatat lebih dari selusin merek ponsel kini beredar di dalam negeri, meski sebagian besar diyakini merupakan produk hasil perakitan ulang atau impor terselubung.

Kemunculan ponsel lipat yang diduga buatan China di tangan Kim Yo Jong kembali menegaskan kesenjangan antara elite penguasa dan masyarakat luas, sekaligus memunculkan pertanyaan baru tentang celah penerapan sanksi internasional terhadap Korea Utara.