Donald Trump Umumkan AS Sita Kapal Tanker Minyak di Lepas Pantai Venezuela

11 December 2025, 08:00 WIB
Donald Trump Umumkan AS Sita Kapal Tanker Minyak di Lepas Pantai Venezuela

Presiden Donald Trump mengatakan pada hari Rabu (10/12/2025) bahwa Amerika Serikat (AS) telah menyita sebuah kapal tanker minyak di lepas pantai Venezuela. Hal ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan dengan pemerintah Presiden Nicolas Maduro.

Menggunakan pasukan AS untuk mengambil alih kapal dagang adalah hal yang sangat tidak biasa dan menandai upaya terbaru pemerintahan Trump untuk meningkatkan tekanan terhadap Maduro, yang telah didakwa melakukan narkoterorisme --- yaitu tuduhan terorisme yang berkaitan dengan perdagangan narkoba --- di AS.

AS telah membangun kehadiran militer terbesar di kawasan itu dalam beberapa dekade dan melancarkan serangkaian serangan mematikan terhadap kapal-kapal yang diduga menyelundupkan narkoba di Laut Karibia dan Samudra Pasifik bagian timur. Serangan-serangan tersebut menghadapi pengawasan yang semakin besar dari Kongres.

"Kami baru saja menyita sebuah tanker di lepas pantai Venezuela --- sebuah tanker besar, sangat besar, bahkan yang terbesar yang pernah disita, sebenarnya," kata Trump kepada para wartawan di Gedung Putih seperti dilansir Associated Press, sambil menambahkan kemudian bahwa "tanker itu disita karena alasan yang sangat bagus."

Trump tidak memberikan rincian tambahan. Ketika ditanya apa yang akan terjadi dengan minyak di dalam tanker tersebut, Trump menuturkan, "Ya, sepertinya kita akan menyimpannya."

Menurut seorang pejabat AS yang tidak berwenang untuk berkomentar secara publik dan berbicara dengan syarat anonim, penyitaan dipimpin oleh Penjaga Pantai AS dan didukung oleh Angkatan Laut AS. Pejabat itu menambahkan bahwa operasi tersebut dilakukan berdasarkan kewenangan penegakan hukum AS.

"Anggota Penjaga Pantai dibawa ke kapal tanker tersebut dengan helikopter dari kapal induk USS Gerald R. Ford," ungkap pejabat itu.

Kapal Ford berada di Laut Karibia setelah tiba bulan lalu dalam sebuah unjuk kekuatan besar, bergabung dengan armada kapal perang lainnya.

Video yang diunggah ke media sosial oleh Jaksa Agung Pam Bondi menunjukkan orang-orang turun dengan tali dari salah satu helikopter yang terlibat dalam operasi tersebut ketika helikopter itu melayang hanya beberapa meter dari geladak.

Pasukan Penjaga Pantai terlihat kemudian dalam video itu bergerak di seluruh struktur atas kapal sambil membawa senjata terhunus.

Bondi menulis bahwa selama beberapa tahun, kapal tanker tersebut telah dikenai sanksi oleh AS karena keterlibatannya dalam jaringan pengiriman minyak ilegal yang mendukung organisasi teroris asing.

Maduro Belum Berkomentar

Maduro Belum Berkomentar

Pejabat AS mengidentifikasi kapal tanker yang disita sebagai Skipper.

Kapal itu berangkat dari Venezuela sekitar 2 Desember dengan sekitar 2 juta barel minyak mentah jenis berat, kira-kira setengahnya merupakan milik importir minyak milik negara Kuba. Demikian menurut dokumen dari perusahaan milik negara Petroleos de Venezuela S.A. yang biasa dikenal sebagai PDVSA.

Menurut data pelacakan kapal, Skipper sebelumnya dikenal sebagai M/T Adisa. Adisa dikenai sanksi oleh AS pada 2022 atas tuduhan bahwa kapal tersebut dimiliki oleh jaringan kapal tanker bayangan yang canggih yang menyelundupkan minyak mentah atas nama Garda Revolusi Iran dan kelompok militan Hizbullah di Lebanon.

Kementerian Keuangan AS pada waktu itu menyebutkan, jaringan tersebut dilaporkan dijalankan oleh seorang pedagang minyak Ukraina yang berbasis di Swiss.

Venezuela memiliki cadangan minyak terbukti terbesar di dunia dan memproduksi sekitar 1 juta barel per hari.

PDVSA adalah tulang punggung ekonomi negara itu. Ketergantungannya pada perantara meningkat pada 2020, ketika pemerintahan Trump pertama memperluas kampanye tekanan maksimum terhadap Venezuela dengan sanksi yang mengancam akan mengeluarkan dari ekonomi AS siapa pun atau perusahaan mana pun yang berbisnis dengan pemerintah Maduro. Sekutu lama, Rusia dan Iran---yang juga dikenai sanksi---telah membantu Venezuela menghindari pembatasan tersebut.

Transaksi-transaksi itu biasanya melibatkan jaringan kompleks perantara gelap. Banyak di antaranya adalah perusahaan cangkang, terdaftar di yurisdiksi yang dikenal karena kerahasiaannya. Para pembeli menggunakan apa yang disebut kapal tanker hantu yang menyembunyikan lokasi mereka dan menyerahkan muatan berharga mereka di tengah lautan sebelum mencapai tujuan akhir.

Maduro tidak membahas penyitaan tersebut selama pidatonya di hadapan demonstrasi yang diselenggarakan partai berkuasa di Caracas, ibu kota Venezuela. Namun, ia mengatakan kepada para pendukung bahwa pemerintahannya siap untuk menghadapi dan menghancurkan kekuatan imperium Amerika Utara jika perlu.

Maduro, didampingi para pejabat senior, mengatakan hanya partai yang berkuasa yang dapat menjamin perdamaian, stabilitas, dan perkembangan harmonis Venezuela, Amerika Selatan, dan Karibia. Ia bersikeras bahwa tujuan sebenarnya dari operasi militer AS adalah untuk memaksanya turun dari jabatan.

Pergantian Rezim

Senator Chris Van Hollen dari Partai Demokrat, yang duduk di Komite Hubungan Luar Negeri Senat, mengatakan bahwa penyitaan kapal tanker oleh AS menimbulkan keraguan terhadap alasan yang dikemukakan pemerintah untuk peningkatan kekuatan militer dan serangan terhadap kapal-kapal tersebut.

"Ini menunjukkan bahwa seluruh cerita pembenaran mereka---bahwa ini tentang mencegat narkoba---adalah kebohongan besar," ujar senator itu. "Ini hanyalah satu bukti lagi bahwa ini sebenarnya tentang pergantian rezim---dengan kekerasan."

Penyitaan itu terjadi sehari setelah militer AS menerbangkan sepasang jet tempur di atas Teluk Venezuela dalam apa yang tampaknya menjadi jarak terdekat pesawat tempur mendekati wilayah udara negara Amerika Selatan tersebut. Trump mengatakan serangan darat akan segera datang, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Pemerintahan Trump menghadapi pengawasan yang meningkat dari para legislator atas kampanye serangan terhadap kapal, yang telah menewaskan sedikitnya 87 orang dalam 22 serangan yang diketahui sejak awal September, termasuk serangan lanjutan yang menewaskan dua orang penyintas yang berpegangan pada puing-puing kapal setelah serangan pertama.

Beberapa ahli hukum dan anggota Demokrat mengatakan tindakan tersebut mungkin telah melanggar hukum yang mengatur penggunaan kekuatan mematikan oleh militer.

Para legislator menuntut untuk mendapatkan video tanpa edit dari serangan-serangan itu, namun Menteri Pertahanan Pete Hegseth mengatakan kepada para pemimpin kongres dalam pengarahan rahasia pada hari Selasa (9/12) bahwa ia masih mempertimbangkan apakah akan merilisnya.

Sumber : Liputan6.com