Catut Nama Candi Prambanan Jadi Lokasi Ajaran Sesat, WN Nigeria Ditangkap
10 December 2025, 17:30 WIB
Kantor Imigrasi Kelas I TPI Yogyakarta memeriksa seorang warga negara Nigeria berinisial OCV (27) terkait penyebaran misinformasi mengenai Candi Prambanan. Temuan awal diperoleh dari patroli siber oleh petugas Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian.
Melansir situs webnya, Rabu (10/12/2025), pihaknya mendapati unggahan berisi klaim keliru tentang keberadaan Temple of Kakukakrash di area candi Hindu terbesar di Indonesia tersebut. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa OCV mengunggah konten tersebut ketika berada di area Tawan Wisara Candi (TWC) Prambanan.
Unggahan itu juga disertai ajakan pada para pengikutnya untuk bergabung dalam praktik kepercayaan yang tidak diakui secara resmi dan dibuat sendiri olehnya. OCV merupakan pemegang Izin Tinggal Terbatas (ITAS) penyatuan keluarga dan mengaku bekerja sebagai pembuat konten digital.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Yogyakarta, Tedy Riyandi, mengatakan, "Imigrasi Yogyakarta tidak akan mentolerir penyebaran informasi menyesatkan oleh warga negara asing, terlebih yang dapat merugikan warisan budaya nasional. Setiap tindakan yang melanggar aturan keimigrasian akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku."
Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, Sefta Adrianus Tarigan, menambahkan, "Kami terus berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata DIY dan pihak pengelola TWC Prambanan. Pendalaman kasus masih berjalan, dan setiap temuan akan menjadi dasar penegakan hukum sesuai prosedur keimigrasian."
Ia diduga mengelola beberapa akun media sosial, seperti akun TikTok ZIKgreat (yang telah ditangguhkan), serta akun @sonofkakukakrash yang masih aktif. Di akun tersebut, OCV mengunggah video yang menampilkan dirinya di kawasan TWC Prambanan dengan narasi, "WELCOME TO THE TEMPLE OF KAKUKAKRASH."
Video Menyesatkan
OCV juga mengelola akun Facebook Zik Son Of Kakukakrash dengan lebih dari 161 ribu pengikut. Ia berulang kali mengunggah foto dan video menyesatkan seolah-olah Prambanan merupakan Temple of Kakukakrash.
Ia pun mengajak para pengikutnya melakukan aksi Drop Name guna memperoleh "berkah," yang kemudian menghasilkan imbalan bagi dirinya. Diperkirakan lebih dari 800 pengikut telah terlibat dalam aktivitas tersebut.
Fenomena "Son of Kakukakrash" diduga sebagai rekayasa ajaran pribadi yang dimanfaatkan OCV untuk memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan misinformasi mengenai Candi Prambanan. Beberapa unggahan telah memperoleh lebih dari 5 juta tayangan, sehingga "berpotensi menurunkan citra pariwisata Indonesia di tingkat internasional," menurut Kantor Imigrasi Kelas I TPI Yogyakarta.
Turis Mencuri di Bali
Sementara itu di Bali, sebuah video merekam empat remaja pria mencuri pakaian di sebuah toko di Kajeng, Ubud, Rabu, 3 Desember 2025. Belakangan diketahui bahwa keempatnya adalah turis Jepang yang sedang mengikuti study tour.
Mengutip Mothership, Selasa, 9 Desember 2025, disebutkan bahwa pemilik toko menyadari bahwa 11 potong pakaiannya telah hilang. Ia kemudian memeriksa rekaman CCTV dan menemukan sekelompok turis Jepang itu mencurinya.
Di video yang diunggah ke media sosial, tiga pria terlihat sedang melihat-lihat sembari menyelundupkan dagangan pemilik toko ke dalam tas mereka. Mereka melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada yang melihat sebelum memasukkan barang-barang tersebut ke dalam tas.
Seorang pria kemudian bergabung dengan ketiga temannya dan mengantongi sebuah barang. Mereka juga terdengar berbicara dalam bahasa Jepang.
Permintaan Maaf Sekolah
Pada Senin, 8 Desember 2025, Fumio Inui, Kepala Sekolah SMP dan SMA Otani, Kyoto, tempat keempat turis Jepang itu bersekolah, merilis pernyataan. Mereka mengonfirmasi bahwa siswanya terlibat dalam kasus pencurian di Bali pada 4 Desember 2025.
"Pertama-tama, kami ingin menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan dan kekhawatiran yang ditimbulkan kepada bisnis yang terdampak, masyarakat setempat, dan seluruh pemangku kepentingan setempat," bunyi pernyataan tertulis dalam bahasa Jepang itu.
"Ini adalah tindakan serius yang tidak hanya dapat memengaruhi para korban, tetapi juga warga negara Jepang di luar negeri. Sebagai sekolah, kami menyadari perlunya meninjau kembali praktik bimbingan siswa kami secara serius. Kami akan melaporkan perkembangan dan kebijakan respons kami setelah kami mengonfirmasi situasi ini," sambungnya.
Di akhir pernyataan, ia mengingatkan soal spekulasi dan penyebaran informasi yang tidak dapat dipercaya di media sosial. "Mengunggah nama dan foto asli, serta fitnah dapat semakin merugikan mereka yang terlibat, jadi kami minta Anda untuk menanggapinya dengan hati-hati," ujarnya.