Kisah Sesar Kembar: Baribis dan Lembang, Dua Ancaman di Jantung Jawa Barat
15 September 2025, 11:24 WIB:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5349070/original/036081000_1757910862-WhatsApp_Image_2025-09-15_at_10.42.34.jpeg)
Ayu (28) seorang pekerja swasta di Jakarta Pusat pulang kerja seperti biasa, naik Kereta Rel Listrik (KRL) dari Stasiun Gondangdia menuju Bekasi. Selama naik kereta sekira pukul 18.55 WIB pada Rabu 20 Agustus 2025, Ayu tak merasa ada yang aneh.
Tiba di Stasiun Bekasi sekitar pukul 19.56 WIB, Ayu heran melihat orang-orang yang kasak-kusuk dan terlihat gelisah sembari sibuk menatap layar ponsel. Beberapa di antaranya bilang, baru saja terjadi gempa bumi.
"Rame banget. Rekan saya ditelepon orang tuanya, katanya barusan ada gempa. Saya langsung panik, buru-buru cek Twitter. Dan benar, BMKG bilang 4,7 magnitudo," kata Ayu kepada Liputan6.com, Kamis 28 Agustus 2025.
Degup jantung Ayu kian kencang saat tiba di rumah. Ia mendengar cerita ibunya yang sempat merasakan guncangan hebat karena gempa.
"Kata Mama, goyangnya kenceng. Sampai Mama keluar rumah, tetangga juga keluar semua. Panik," tuturnya.
Fakta lain membuat Ayu tercengang, yakni lokasi pusat gempa yang ternyata berada sekitar 14-19 kilometer (km) tenggara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Bagi Ayu, peristiwa ini agak langka, meski pun tak dipungkiri gempa kerap melanda Jawa Barat.
"Biasanya kalau Bekasi kerasa gempa, pusatnya jauh. Kali ini titiknya di Kabupaten Bekasi, tenggara. Nggak nyangka," ucap Ayu.
Belum reda rasa khawatir Ayu, pukul 20.30 WIB gempa susulan kembali terjadi. Meski kekuatan gempa terhitung kecil, Ayu dan keluarga yang tinggal di Kota Bekasi itu jadi tak bisa tidur.
"Kecil sih, cuma magnitudo 2. Tapi tetap bikin was-was. Saya terus ngecek Twitter, takut ada yang lebih besar," katanya.
Cerita Ayu hanyalah salah satu pengingat bahwa gempa bumi bukan lagi ancaman jauh di luar Bekasi. Guncangan yang terasa pada Rabu malam itu menjadi alarm bagi jutaan warga di Jabodetabek bahwa bencana bisa datang kapan saja, bahkan di daerah yang selama ini dianggap aman.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5349018/original/047826100_1757909685-WhatsApp_Image_2025-09-15_at_10.51.00.jpeg)
Advertisement
Dua Patahan Aktif
Gempa dengan Magnitudo 4,7 yang berpusat di Kabupaten Bekasi itu bukan hanya sekadar angka. Ia membuka kembali perbincangan soal potensi gempa besar dari patahan aktif yang melintas di jantung Jawa Barat, yakni Sesar Baribis dan Sesar Lembang.
Jawa Barat bukan hanya dikenal sebagai wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, tetapi juga menyimpan potensi bencana yang jarang disadari.
Dua patahan aktif, yaitu Sesar Lembang dan Sesar Baribis, menjadi perhatian para ahli kebencanaan karena keduanya melintas di wilayah dengan infrastruktur vital dan aktivitas ekonomi yang masif.
Menurut Peneliti Pusat Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sonny Aribowo ancaman dari kedua sesar ini memang perlu diwaspadai karena lokasinya yang strategis.
"Kenapa jadi ancaman? Karena melewati kota-kota yang padat penduduk dan infrastrukturnya sudah sangat terbangun dengan baik," kata Sonny kepada Liputan6.com, Kamis (28/8/2025).
Sesar Lembang membentang di bagian utara Bandung Raya dengan panjang sekitar 29 km. Sesar ini tergolong patahan mendatar (strike-slip), meskipun di beberapa titik terdapat komponen naik. Dengan karakteristik ini, potensi gempa maksimum yang bisa ditimbulkan Sesar Lembang bisa mencapai Magnitudo 7,0.
Letak Sesar Lembang yang berada di wilayah strategis tersebut membuatnya sebagai salah satu sesar paling berisiko di Pulau Jawa. Sebab, jika energi tektonik terlepas, dampak yang ditimbulkan tidak hanya kerusakan fisik, tetapi juga kelumpuhan aktivitas sosial dan ekonomi di kawasan metropolitan pulau Jawa.
Di sisi lain, Sesar Baribis memanjang sekitar 100 km di wilayah timur Jawa Barat, melintasi Purwakarta, Majalengka, hingga mendekati Cirebon. Berbeda dengan Sesar Lembang yang mendatar, Sesar Baribis merupakan patahan naik (thrust fault). Karakter ini menunjukkan bahwa sebagian wilayah di sisi selatan sesar relatif terangkat.
"Nah yang Baribis itu pun beberapa segmen punya kemungkinan panjang yang hampir serupa. Jadi maksimum magnitudonya itu bisa sampai 7," ujarnya.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5152386/original/067225900_1741247232-Masjid-di-Desa-Cibeureum-berdiri-kokoh-pasca-gempa-Cianjur.jpg)
Advertisement
Risiko Besar di Kawasan Perkotaan
Meski karakteristiknya berbeda, ancaman kedua sesar ini sama besarnya. Namun, Sonny menegaskan, yang lebih menentukan tingkat bahaya bukan hanya magnitudo. Tetapi juga kepadatan penduduk di wilayah yang dilintasi patahan.
Sonny berujar, sesar yang melintas di kawasan perkotaan jelas memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan yang berada di daerah minim penduduk.
"Kalau ini dibilang lebih bahaya, ya ketika patahan ada di lokasi yang padat penduduk itu akan lebih bahaya dibandingkan kampung yang lokasinya tidak padat penduduk," kata Sonny.
Hingga kini belum ada data yang menunjukkan kedua sesar ini saling terhubung, meski kerap mendapat julukan sesar kembar.
"Sekali lagi kita masih belum tahu apakah memang Baribis dan Lembang ini menyambung atau tidak. Yang pasti ketika energi dari selatan Pulau Jawa itu akan terbagi di beberapa segmen sesar plus juga Lembang dan Baribis tadi akan terbagi energi," jelas dia.
Bagi Sonny, informasi tentang keberadaan sesar aktif bukan untuk menimbulkan rasa takut, tetapi untuk meningkatkan kewaspadaan. "Ketika kita punya pengetahuan, kita akan sibuk dengan kewaspadaan yang lebih," ucapnya.
Dia menekankan pentingnya edukasi masyarakat sejak dini tentang mitigasi gempa, mulai dari memahami karakteristik gempa, langkah penyelamatan diri, hingga memastikan bangunan memenuhi standar tahan guncangan.
Selain edukasi, evaluasi struktur bangunan di sepanjang jalur patahan juga dinilai mendesak untuk dilakukan. Pasalnya, sebagian besar korban gempa terjadi bukan karena guncangan itu sendiri, melainkan akibat bangunan yang roboh.
"Edukasi masyarakat sejak kecil tentang gempa bumi ini adalah hal yang paling penting ya untuk ke depannya kita menghadapi ancaman gempa bumi," tandasnya.