Kisah Senyap Para Peneliti Penjaga Sesar Baribis: Kita Jangan Pernah Terlena

15 September 2025, 11:09 WIB
Kisah Senyap Para Peneliti Penjaga Sesar Baribis: Kita Jangan Pernah Terlena

Sonny Aribowo, Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendedikasikan hidupnya untuk menguak rahasia garis patahan gempa yang tertanam di bawah Jakarta. Dia memilih jalan yang jarang ditempuh banyak orang. Dia memburu sesar aktif di antara lipatan bumi yang bisu.

Sejak 2018, Sonny dan tim menelusuri jalur sesar Baribis. Berteman kesunyian, menantang medan berat, hingga keterbatasan data. Tujuannya mulia, memahami risiko yang tersembunyi di bawah kaki jutaan orang.

Sesar Baribis, jalur patahannya jarang terdengar dalam percakapan publik sehari-hari. Namun di balik senyapnya, Sesar Baribis menyimpan potensi gempa yang bisa menggetarkan pulau Jawa.

Ketertarikannya menyusuri Sesar Baribis berawal dari sebuah diskusi dengan salah satu gurunya yang saat ini juga merupakan seorang peneliti ahli di BRIN, Danny Hilman Natawidjaja. Danny cukup popular sebagai seorang ahli geologi dan seismologi terkemuka di Tanah Air. Namanya dikenal sebagai seorang peneliti sesar aktif termasuk Sesar Sumatera hingga Patahan Palu-Koro.

Kala itu, Sonny akan mendaftar beasiswa lewat jalur Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di Universitas Grenoble Alpes (UGA), Prancis pada 2017. Topik disertasi Sonny sebenarnya tidak berkaitan dengan Sesar Baribis. Namun, diskusi dengan Danny Hilman mengubah arah perjalanan akademiknya.

"Prof Danny menyarankan bagaimana kalau kita teliti ini Baribis-Kendang ini? Karena jalurnya melewati kota-kota besar seperti Jakarta, kemudian ke arah timurnya lagi itu Cirebon, hingga Semarang dan Surabaya," kata Sonny kepada Liputan6.com, Rabu (28/8/2025).

Sejak saat itu, Sonny bersama timnya memulai serangkaian penelitian lapangan. Pada 2018, ia bergabung dalam ekspedisi Sesar Baribis, Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGen) yang berada di Bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dari situ, petualangan panjangnya dimulai.

Pembuatan parit untuk mengetahui keberadaan sesar di bawah permukaan dan mengetahui sejarah gempa. (doc. BRIN)

Temuan Penting

Tepatnya pada 2019, Sonny dan tim menjalankan penelitian di kawasan Majalengka, Purwakarta, Karawang, Depok, dan Bogor. Dukungan pendanaan dari LPDP, Rumah Program Kebencanaan, dan PuSGeN.

Rupanya, menyelidiki sesar bukan perkara mudah. Banyak bagiannya terkubur sedimen, tertutup vegetasi, atau terhapus oleh pembangunan. Sonny memulai penelitian dengan menganalisis morfologi menggunakan data Digital Elevation Model Nasional (Demnas) dan teknologi drone UAV untuk membuat model elevasi detail.

Temuan awal Sonny mengarah pada gangguan sedimen yang menandakan adanya aktivitas sesar. Salah satu kunci identifikasinya adalah pada perubahan posisi lapisan tanah seperti kue lapis yang tiba-tiba bergeser akibat tekanan.

Langkah berikutnya dilakukan survei geofisika dangkal, memanfaatkan metode geolistrik dan Ground Penetrating Radar (GPR) untuk mendeteksi struktur bawah permukaan. Usai lokasi yang dicurigai semakin sempit baru lah dilakukan penggalian untuk paleoseismologi, yakni mengambil sampel endapan guna menentukan umur pergeseran patahan.

Hasilnya mengejutkan, endapan termuda yang terganggu oleh patahan berusia sekitar 6.000 tahun. Ini menjadi penanda bahwa Sesar Baribis pernah bergerak beberapa kali dalam 50.000 tahun terakhir, dengan setidaknya lima kali gempa signifikan.

Meneliti Sesar Baribis-Kendeng bukan tanpa hambatan. Kala itu, tak banyak rujukan yang ia dan tim dapat gunakan ketika melakukan riset terhadap Sesar Baribis.

"Penelitian sesar aktif di Indonesia dulu jarang dilakukan. Dunia geologi lebih fokus ke minyak dan gas. Baribis pun jarang gempa besar, pergerakannya lambat, jadi lama dianggap tidak aktif," ujarnya.

Selain itu, medan penelitian juga sulit, terutama di kawasan padat penduduk seperti di wilayah Jabodetabek. Bentang alam yang sudah banyak berubah karena urbanisasi juga membuat indikasi geologi asli sulit ditemukan.

Sonny dan tim juga harus menyusuri sungai-sungai besar seperti Ciliwung, Cisadane, Cikeas, hingga Cibeet hanya untuk mencari teras sungai yang terangkat akibat aktivitas tektonik.

Misi Pencegahan

Penelitian Sonny dan tim berbuah manis. Pada 2022 artikel dengan judul Active Back-arc Thrust in North West Java, Indonesia atau Sesar Aktif Busur Belakang Pulau Jawa, hasil penelitian Sonny terbit di jurnal ilmiah internasional, Tectonics.

Adapun Back-arc Thrust ialah nama ilmiah lain untuk sistem Sesar Baribis. Dalam penelitian itu, Sonny dan kawan-kawan menyebut bahwa Sesar Baribis termasuk satu dari 12 segmen sesar yang membentang di belakang gunung api utara pulau Jawa bagian barat.

Kendati gempa besar imbas aktivitas Sesar Baribis tercatat hanya pernah terjadi di masa lampau, menurut Sonny, gempa berkekuatan Magnitudo 4,7 yang mengguncang Bekasi, Karawang hingga Purwakarta merupakan gempa yang berasal dari salah satu segmen Java Back-arc Thrust.

"Kita masih terus memonitoring karena beberapa hari ini ada gempa-gempa kecil juga yang masih terus berlangsung. Kalau kita plot lokasi gempanya itu sumber yang paling masuk akal adalah Sesar Java Back-arc Thrust ini, segmen Citarung," katanya.

Bagi Sonny, temuan riset yang dilakukan bukan sekadar data ilmiah, melainkan juga sebuah misi mitigasi. Tujuannya agar pemerintah dan masyarakat memahami risiko yang mengintai wilayah rawan gempa di Indonesia. Prioritas utama, edukasi mitigasi mulai dari standar bangunan hingga kesiapsiagaan warga.

"Kita hidup di jalur rawan bencana. Mitigasi harus ditanamkan sejak dini, supaya kita sadar dan siap," katanya.

Para peneliti seperti Sonny Aribowo memastikan kita tidak terlena. Sebab di balik kesunyian itu, sejarah bumi sedang menulis ulang babak berikutnya. Dan kita, manusia, harus belajar membacanya sebelum terlambat.

Sumber : Liputan6.com