Danantara Larang Komisaris BUMN Dapat Insentif hingga Tantiem, Begini Tanggapan Pengamat
03 August 2025, 14:44 WIB:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/2972284/original/035160900_1574218221-DJI_0146.JPG.jpeg)
Keputusan Danantara yang melarang pemberian tantiem kepada Dewan Komisaris BUMN dinilai sebagai langkah positif, namun dikhawatirkan hanya menjadi formalitas semata jika tidak disertai perubahan regulasi di tingkat yang lebih tinggi.
Pengamat BUMN sekaligus Direktur NEXT Indonesia, Herry Gunawan mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak berhenti sebagai simbol niat baik dan menjadi keputusan yang sekadar basa-basi saja.
"Menurut saya, keputusan Danantara itu mengakhiri rezim tantiem di BUMN yang menjadi perhatian publik. Khususnya pada Dewan Komisaris. Jangan sampai niat baik itu menjadi keputusan yang sekadar basa-basi saja," ujar Herry kepada Liputan6.com, Minggu (3/8/2025).
Ia menyoroti persoalan tantiem di BUMN telah lama menjadi bahan kritik publik, terlebih karena aturan saat ini memungkinkan pemberian tantiem meskipun perusahaan mengalami kerugian.
Herry menjelaskan hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN No. PER-12/MBU/11/2020 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri BUMN No. PER-04/MBU/2014 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara.
"Isinya, antara lain, tantiem dapat diberikan asal perusahaan tidak semakin rugi. Klausul tidak semakin rugi itu, berarti BUMN boleh kasih tantiem walaupun perusahaan masih rugi, namun kerugiannya lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya," ujar dia.
Perlu Perubahan Kebijakan di Tingkat Kementerian
Herry menilai praktik tersebut tidak etis dan bertolak belakang dengan prinsip insentif berbasis kinerja. Karena itu, menurut Herry, Danantara seharusnya tidak hanya berhenti pada larangan dalam bentuk surat edaran, melainkan mendorong perubahan kebijakan di tingkat kementerian.
"Seharusnya, Danantara minta Menteri BUMN mencabut peraturan itu, apalagi Menteri BUMN jadi Ketua Dewan Pengawas Danantara. Sebab secara hierarki hukum, surat edaran Danantara ada di bawah Keputusan Menteri, sehingga tidak bisa menghapus keputusan tersebut," tegasnya.
Advertisement
Manfaat Penghentian Pemberian Tantiem
Ia menambahkan, potensi manfaat dari penghentian pemberian tantiem seharusnya bisa dimaksimalkan, seperti pengalihan anggaran ke sektor yang lebih strategis. Namun, menurut Herry, langkah Danantara juga harus melakukan restrukturisasi di bidang tata kelola perusahaan, harus dilakukan secara fundamental.
"Sebagai contoh, Danantara menyebut bahwa kebijakan penghapusan tantiem itu mengadopsi standar OECD. Tapi melupakan, bahwa OECD juga memberikan perhatian serius pada klausul conflict of interest, yang justru dipelihara dan dihalalkan. Misalnya, dengan menempatkan regulator seperti wakil menteri dan pejabat eselon 1 jadi komisaris BUMN, tentu tidak sejalan dengan prinsip penerapan tata kelola perusahaan yang baik versi OECD," pungkasnya.
Advertisement
Danantara Larang Komisaris BUMN Dapat Insentif dan Tantiem
Sebelumnya, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) menetapkan kebijakan terkait dengan pemberian tantiem, insentif, dan/atau penghasilan dalam bentuk lainnya kepada Direksi dan Dewan Komisaris perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak usaha.
Penetapan kebijakan tertuang dalam Surat Edaran (SE) Danantara Indonesia Nomor S-063/DI-BP/VII/2025 Tanggal 30 Juli 2025, yang ditujukan kepada Direksi dan Dewan Komisaris BUMN dan anak usaha, terkonfirmasi oleh Danantara Indonesia.
Dalam SE tersebut, anggota Dewan Komisaris BUMN dan anak usaha, tidak diperkenankan mendapatkan tantiem, insentif (insentif kinerja, insentif khusus, insentif jangka panjang) dan/atau penghasilan dalam bentuk lainnya yang dikaitkan dengan kinerja perusahaan.
Sedangkan anggota Direksi BUMN dan anak usaha, pemberian tantiem, insentif (insentif kinerja, insentif khusus, insentif jangka panjang) dan/atau penghasilan dalam bentuk lainnya yang dikaitkan dengan kinerja perusahaan, harus didasarkan pada laporan keuangan yang sebenar-benarnya dari hasil operasi perusahaan dan merefleksikan kegiatan usaha yang berkelanjutan.
Selain itu, bukan merupakan hasil aktivitas semu pencatatan akuntansi/laporan keuangan BUMN, seperti namun tidak terbatas pada pengakuan pendapatan sebelum waktunya dan/atau tidak mencatatkan beban untuk memperbesar laba perusahaan atau financial statement fraud (manipulation).
Dalam hal terdapat hasil usaha yang sifatnya "one-off" (sebagai contoh revaluasi aset, penjualan aset, kuasi reorganisasi dan sejenisnya) atau "windfall", maka harus dikeluarkan dari perhitungan.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4995048/original/088256300_1730975735-Infografis_SQ_Efek_Donald_Trump_Menang_Pilpres_AS_ke_Perekonomian_Global.jpg)