Kuliah Umum di UGM, Presiden Timor Leste Tawarkan Gagasan Tara Bandu ke ASEAN

31 July 2025, 15:21 WIB
Kuliah Umum di UGM, Presiden Timor Leste Tawarkan Gagasan Tara Bandu ke ASEAN

Presiden Timor Leste J Ramos Horta menawarkan model kepemimpinan yang berakar pada tradisi lokal, sistem pengetahuan adat dan praktik rekonsiliasi komunitas kepimpinan kepada ASEAN.

Gagasan kepemimpinan yang berlandaskan sistem hukum adat atau tradisi di Timor Leste dikenal dengan istilah Tara Bandu.

Ramos memaparkan, Tara Bandu merupakan bentuk dialog yang ideal antargenerasi tradisional dan harus diakui sebagai alat efektif untuk mediasi, transformasi dan perdamaian sosial dalam konteks yang beragam.

"Menurut pengalaman saya, inisiatif perubahan sosial yang paling efektif bertumpu pada tiga pilar yang saling berkaitan: pendidikan, kewirausahaan sosial dan perdamaian," kata Ramos.

Hal ini disampaikan Ramos Horta saat memberikan kuliah umum di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kamis (31/7), bertajuk 'Pemberdayaan Masyarakat: Pendidikan, Kewirausahaan Sosial, dan Perdamaian'.

"Ini adalah kunjungan saya yang keempat ke Yogyakarta; pertama pada tahun 2002, kedua pada 2012, ketiga pada 2017. Dan ini adalah kunjungan saya yang kedua ke UGM yang luar biasa ini, almamater bagi ribuan warga Timor-Leste. UGM, Kampus Kerakyatan," paparnya.

Dengan bersiapnya Timor Leste menjadi anggota penuh ASEAN pada 2025, Ramos mencoba menawarkan metode kepemimpinan bagi ASEAN yang sekarang ini telah menjadi mitra internasional yang sangat penting.

Konsep kepemimpinan yang ditawarkannya ke adalah mengakui dan memperkuat model kepemimpinan yang berakar pada tradisi lokal, sistem pengetahuan adat, dan praktik rekonsiliasi komunitas.

Dipaparkannya, pendidikan bukan sekadar akumulasi pengetahuan, tapi tentang membebaskan pikiran dan kesadaran. Dicontohkannya bagaimana Timor-Leste, setelah bertahun-tahun konflik, sekolah hancur dan ribuan anak kehilangan hak atas pendidikan.

"Kami memulai memahami untuk membangun kembali negara, kami harus membangun kembali pendidikan. Kami melaksanakan program makan di sekolah untuk mencegah kelaparan, malnutrisi, dan stunting, serta memastikan anak-anak bisa tetap berada di dalam kelas," terang penerima Nobel Perdamaian pada 1996 ini.

Untuk mewujudkan ini semua, Ramos memastikan pemuda harus menjadi pusat kebijakan publik dan integrasi kawasan, karena pemuda adalah sumber daya terbesar. Ia mengusulkan agar ASEAN membentuk Program Pemuda ASEAN untuk Kepemimpinan Transformasional, berbasis pada magang komunitas, pertukaran lintas budaya, dan laboratorium inovasi lokal, guna mencetak pemimpin yang melayani dengan etika, visi dan empati.

"Dan yang paling mendasar, perdamaian. Tanpa perdamaian, tidak ada pembangunan. rekonsiliasi berasal dari hati dan pikiran, dan membutuhkan keberanian politik. Kami membentuk proses kebenaran dan rekonsiliasi, mempromosikan dialog, dan berinvestasi dalam membangun kembali jaringan sosial masyarakat," terangnya.

Ramos kemudian melihat bagaimana ASEAN dalam konflik perbatasan Thailand dan Kamboja telah bergerak cepat mempertemukan kedua belah pihak untuk berdialog dan segera menyepakati penghentian permusuhan.

Ia juga memuji Ketua ASEAN yaitu Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim yang terlibat secara dalam dialog untuk mengatasi akar permasalahan ini.

"ASEAN memiliki memiliki hampir 700 juta orang yang tersebar di kawasan yang sangat strategis ini, baik maritim maupun udara, dan dengan sumber daya yang memadai. ASEAN adalah mitra internasional yang sangat penting dan kita semua wajib untuk mempertahankan kedamaian," ungkapnya.

Sumber : Liputan6.com