Iran dan AS Gelar Putaran Keempat Negosiasi Nuklir di Oman
12 May 2025, 15:04 WIB:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3370738/original/001195000_1612741080-an-iranian-flag-outside-the-building-housing-the-reactor-of-the-bushehr-nuclear-facility-in-the-southern-iranian-port-town-of-bushehr-in-2007-1606570590125-2.jpg)
Iran dan Amerika Serikat kembali menggelar perundingan terkait program nuklir Teheran pada Minggu (waktu setempat), hanya beberapa hari sebelum Presiden Donald Trump dijadwalkan berkunjung ke Timur Tengah.
Putaran keempat pembicaraan ini berlangsung sekitar tiga jam di Muscat, ibu kota Oman, yang bertindak sebagai mediator. Menurut seorang pejabat Amerika Serikat, pembicaraan kali ini bersifat campuran --- sebagian langsung dan sebagian tidak langsung. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmail Baghaei, juga mengonfirmasi durasi pertemuan tersebut, dan menyebut bahwa rencana untuk putaran berikutnya masih dalam pembahasan.
Baghaei menggambarkan negosiasi ini sebagai "sulit, namun bermanfaat." Sementara itu, pejabat AS yang enggan disebutkan namanya menambahkan, "Kami mencapai kesepakatan untuk melanjutkan pembicaraan dan terus mengerjakan elemen-elemen teknis. Kami optimistis dengan hasil hari ini dan menantikan pertemuan selanjutnya dalam waktu dekat."
Iran tetap menekankan bahwa pembicaraan ini hanya berlangsung secara tidak langsung, diduga karena tekanan politik internal di dalam negeri, dikutip dari laman AP, Senin (12/5/2025).
Negosiasi ini bertujuan membatasi program nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sebagian sanksi ekonomi AS terhadap negara tersebut --- upaya mengakhiri hampir lima dekade permusuhan.
Selama ini, Trump berulang kali mengancam akan melancarkan serangan udara terhadap program nuklir Iran jika tidak ada kesepakatan. Di sisi lain, para pejabat Iran semakin gencar memperingatkan bahwa mereka dapat mengembangkan senjata nuklir, apalagi saat ini mereka memiliki persediaan uranium yang diperkaya mendekati tingkat militer. Israel juga memperumit situasi dengan ancamannya untuk menyerang fasilitas nuklir Iran, di tengah ketegangan yang terus meningkat akibat perang Israel-Hamas di Gaza.
Diplomasi di Tengah Ketegangan
Dalam pertemuan ini, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dan utusan AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff kembali terlibat langsung dalam negosiasi. Namun, sebagian besar komunikasi tetap difasilitasi secara tidak langsung melalui Menteri Luar Negeri Oman, Badr al-Busaidi, yang menjadi jembatan pesan antara kedua pihak.
Al-Busaidi menggambarkan pembicaraan tersebut di platform X sebagai "diskusi yang penuh dengan ide-ide berguna dan orisinal yang mencerminkan keinginan bersama untuk mencapai kesepakatan yang terhormat."
Bagi Iran, mempertahankan kemampuan memperkaya uranium menjadi garis merah yang tidak bisa dinegosiasikan. Araghchi menyebut program nuklir Iran sebagai sesuatu yang lahir dari "darah para ilmuwan nuklir kami," merujuk pada tuduhan bahwa Israel pernah membunuh beberapa ilmuwan mereka.
"Dari sudut pandang kami, program pengayaan uranium harus tetap berjalan dan tidak ada ruang untuk kompromi," kata Araghchi kepada televisi pemerintah Iran setelah perundingan. "Namun, kami mungkin mempertimbangkan beberapa pembatasan terkait kapasitas, jumlah, dan tingkat pengayaan untuk membangun kepercayaan, seperti yang pernah kami lakukan di masa lalu."
Advertisement
Pengayaan Uranium Iran
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3027123/original/014608700_1579513839-the-hard-won-iran-nuclear-deal-has-been-threatened-with-collapse-since-the-united-states-withdrew-from-it-in-2018-and-reimposed-biting-sanctions-against-tehran-1563872287736-8.jpg)
Sementara itu, Witkoff menyampaikan pesan yang lebih tegas. Dalam wawancara dengan media sayap kanan Breitbart, ia menyatakan bahwa program pengayaan uranium Iran harus dihentikan sepenuhnya.
"Program pengayaan tidak boleh ada lagi di Iran," tegas Witkoff. "Itu berarti fasilitas di Natanz, Fordow, dan Isfahan harus dibongkar."
Bayang-Bayang Kesepakatan 2015
Sebagai catatan, kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 sempat membatasi pengayaan uranium Iran pada tingkat 3,67% dan mengurangi cadangan uranium mereka menjadi 300 kilogram --- cukup untuk kebutuhan pembangkit listrik, tetapi jauh di bawah tingkat 90% yang dibutuhkan untuk senjata nuklir.
Namun sejak AS secara sepihak menarik diri dari kesepakatan pada 2018 di bawah pemerintahan Trump, Iran telah melanggar semua batasan tersebut dan kini memperkaya uranium hingga 60%, hanya satu langkah teknis dari tingkat senjata.
Ketegangan yang sudah tinggi ini semakin diperburuk oleh serangkaian serangan di darat dan laut dalam beberapa tahun terakhir, bahkan sebelum meletusnya konflik terbaru antara Israel dan Hamas.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4333729/original/052578900_1677069449-Infografis_SQ_1_Tahun_Perang_Rusia-Ukraina__Putin_Tangguhkan_Perjanjian_Senjata_Nuklir_dengan_AS.jpg)
Advertisement