49 Pengungsi Kulit Putih Afrika Selatan Tiba di AS, Ikut Program Donald Trump
12 May 2025, 20:40 WIB:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5203829/original/096521600_1745985612-20250430-100_Hari_Trump-AFP_6.jpg)
Sebanyak 49 warga kulit putih asal Afrika Selatan, termasuk keluarga dan anak-anak, meninggalkan tanah air mereka pada Minggu (waktu setempat) dengan penerbangan carteran menuju Amerika Serikat. Kelompok ini merupakan yang pertama menerima status pengungsi di bawah program baru yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump pada Februari lalu.
Rombongan dijadwalkan tiba di Bandara Internasional Dulles, Washington pada Senin (12/5/2025) pagi waktu setempat. Keberangkatan mereka dikonfirmasi oleh juru bicara Kementerian Transportasi Afrika Selatan, Collen Msibi.
Mengutip AP News, Senin (12/5), mereka adalah warga Afrikaner -- kelompok minoritas kulit putih di Afrika Selatan -- yang dipindahkan ke AS setelah Presiden Trump menandatangani perintah eksekutif pada 7 Februari.
Perintah itu menuduh pemerintah kulit hitam Afrika Selatan melakukan diskriminasi rasial terhadap Afrikaner dan mengumumkan program relokasi ke Amerika.
Pemerintah Afrika Selatan membantah keras tuduhan tersebut dan menyebut klaim bahwa Afrikaner mengalami persekusi adalah "sepenuhnya salah".
Meski menuai kritik dari kelompok bantuan pengungsi internasional, pemerintahan Trump mempercepat proses aplikasi para Afrikaner sambil menangguhkan program pengungsi lain, termasuk dari Afghanistan, Irak, dan sebagian besar Afrika Sub-Sahara. Padahal, proses penyaringan pengungsi ke AS biasanya memakan waktu bertahun-tahun.
Pemerintah AS menyatakan bahwa undang-undang tindakan afirmatif dan rencana reformasi agraria di Afrika Selatan merupakan bentuk kebijakan anti-kulit putih. Pemerintah Afrika Selatan membantah tuduhan itu dan mengatakan tidak ada tanah yang disita secara paksa, meskipun undang-undang tersebut memang sudah disahkan dan memicu kontroversi dalam negeri.
Afrika Selatan juga membantah adanya serangan bermotif rasial terhadap Afrikaner di pedesaan. Pemerintah menegaskan bahwa kelompok ini termasuk di antara warga paling makmur secara ekonomi di negara tersebut.
Menurut Msibi, penerbangan ini dioperasikan oleh perusahaan carter asal Tulsa, Oklahoma, Omni Air International, dengan rute transit di Dakar, Senegal untuk mengisi bahan bakar. Mereka berangkat dari Bandara Internasional OR Tambo di Johannesburg dengan pengawalan kepolisian dan pejabat bandara.
Sebelum diperbolehkan terbang, mereka harus melewati pemeriksaan hukum guna memastikan tidak terlibat dalam kasus pidana.
Pemerintah Afrika Selatan menyatakan tidak memiliki alasan untuk mencegah keberangkatan mereka dan menghormati kebebasan warga untuk memilih masa depan mereka.
Setibanya di Dulles, para pengungsi tersebut disambut oleh delegasi pemerintah AS, termasuk wakil menteri luar negeri dan pejabat dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS), yang mengatur proses pemukiman kembali mereka.
Advertisement
Langkah Awal Program Relokasi
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3616585/original/028811300_1635474693-den-harrson-C14EEtqVsNA-unsplash.jpg)
Wakil Kepala Staf Gedung Putih Stephen Miller menyebut penerbangan ini sebagai langkah awal dari program relokasi berskala besar.
"Ini adalah bentuk persekusi berdasarkan karakteristik yang dilindungi---dalam hal ini, ras. Ini adalah persekusi berbasis ras," ujarnya.
Dokumen internal HHS menyebutkan bahwa kantor pengungsi telah menyiapkan dukungan seperti tempat tinggal, perabotan, kebutuhan rumah tangga, makanan, pakaian, popok, dan bantuan lainnya. Relokasi Afrikaner disebut sebagai "prioritas yang dinyatakan secara eksplisit" oleh pemerintahan Trump.
Afrikaner berjumlah sekitar 2,7 juta dari populasi Afrika Selatan yang mencapai 62 juta jiwa, lebih dari 80 persen di antaranya berkulit hitam. Meski minoritas, mereka memiliki peran penting dalam berbagai sektor, termasuk dunia usaha dan pemerintahan.
Bahasa Afrikaans diakui sebagai bahasa resmi, dan budaya Afrikaner memiliki tempat dalam kehidupan kota dan desa di seluruh negeri.
Pemerintahan Trump juga melontarkan kritik lain terhadap Afrika Selatan, termasuk pemotongan seluruh dana bantuan AS dan tudingan bahwa negara tersebut memiliki kebijakan luar negeri anti-Amerika. Hal ini dikaitkan dengan hubungan Afrika Selatan dengan Iran serta pengajuan kasus genosida terhadap Israel di Mahkamah Internasional atas perang di Gaza.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5179950/original/018680400_1743673315-250403_INFOGRAFIS_TARIF_IMPOR_ALA_DONALD_TRUMP_P_01.jpg)
Advertisement