Temuan 16 Item Kosmetik Berbahaya, Puan Maharani Minta Perketat Pengawasan
30 April 2025, 16:07 WIB:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5204547/original/021850700_1746003967-newsCover_2025_4_22_1745325181742-2bymb.jpeg)
Ketua DPR RI Puan Maharani menganggap temuan 16 item kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang sebagai peringatan serius.
Menurutnya temuan BPOM ini bukan sekadar pelanggaran regulasi, tapi mengancam keselamatan jutaan konsumen, khususnya perempuan yang menjadi pengguna utama kosmetik.
"Temuan ini merupakan peringatan serius. Produk-produk tersebut digunakan perempuan dari berbagai kalangan setiap hari, jangan sampai ingin tampil percaya diri justru membahayakan kesehatan. Perlindungan konsumen harus dijamin," kata Puan, Selasa (22/4/2025).
Oleh karena itu, Puan meminta pemerintah memastikan setiap produk kosmetik telah melalui proses pengawasan yang ketat dan memenuhi standar keamanan.
"Pemerintah harus memastikan semua produk kosmetik aman dan transparan. Ini soal kesehatan, martabat, dan hak perlindungan warga negara," tegasnya.
Temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan dari hasil pengawasan triwulan I 2025, terdapat 16 item kosmetik mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, asam retinoat, hidrokuinon, timbal, dan pewarna merah K10. Dari jumlah itu, 10 item diproduksi lewat kontrak produksi dan 6 item merupakan kosmetik impor.
Advertisement
Ada Kelemahan Pengawasan Industri Kosmetik
Puan menyebut temuan 16 item kosmetik berbahaya ini mengungkap kelemahan pengawasan industri kosmetik, terutama produk berbasis kontrak dan impor. Karena itu, dirinya mendorong pengawasan yang aktif dan menyeluruh dengan dukungan teknologi, serta koordinasi lintas lembaga dan pelaku industri agar sistem distribusi dan pelabelan lebih transparan dan akuntabel.
Puan juga menanggapi temuan BPOM dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terkait 9 batch produk pangan olahan yang mengandung unsur babi namun tidak mencantumkan informasi. Ia menilai persoalan ini menyangkut keyakinan dan hak konsumen Muslim untuk memperoleh informasi yang benar.
"Ini bukan sekadar kesalahan administratif, tapi menyangkut prinsip hidup dan keyakinan umat. Harus ada sistem peringatan dini dan audit berkala terhadap pelabelan," ujarnya.
Advertisement
Benahi Pengawasan Terkait Makanan Halal
Puan mendorong agar pengawasan terhadap makanan halal harus segera dibenahi untuk menjaga citra industri pangan nasional yang sedang berupaya memperkuat posisi di pasar halal secara global.
Menurutnya, jika tidak segera diperbaiki, Indonesia akan kehilangan kepercayaan internasional dalam ekspor produk halal.
"Kasus ini menjadi momentum penting untuk mendorong reformasi pengawasan produk halal di Indonesia. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, seharusnya Indonesia menjadi pelopor dalam sistem jaminan produk halal yang kuat, transparan, dan akuntabel," tutur Puan.
(*)