Usai Dilanda Banjir Bandang, Ratusan Rumah Warga di Tapanuli Selatan Hancur Ditelan Bencana Tanah Bergerak
16 December 2025, 15:25 WIB
Belum lagi pulih dari trauma banjir bandang dan tanah longsor, warga Kabupaten Tapanuli Selatan kini harus menghadapi bencana baru: bencana tanah bergerak dahsyat yang terjadi di Desa Tandihat, Kecamatan Angkola.
Fenomena yang melanda sejak awal Desember 2025 ini telah menghancurkan 157 rumah warga dan merusak fasilitas umum vital seperti sekolah dan masjid.
Ratusan warga terpaksa mengungsi di posko darurat, sementara rencana relokasi ke lahan PTPN seluas sembilan hektare masih sebatas wacana.
Desa Tandihat, meski tidak terdampak langsung oleh banjir bandang sebelumnya, kini menjadi zona rawan bencana.
Tanah yang sudah tererosi dan labil membuat pergeseran terus terjadi, menimbulkan ketakutan mendalam di kalangan penduduk.
Seorang pemilik rumah, Porman Lubis, Selasa (16/12/2025), mengungkapkan kekhawatirannya.
"Tanahnya retak-retak dari sana itu pertama, baru ke sini. Kami mengungsi di atas kampung ini, memang tak layak lagi dihuni, tak berani lagi tinggal di sini. Kami mengungsi di PTPN," ucapnya.
Ia dan ratusan keluarga lain terpaksa meninggalkan harta benda mereka karena takut tertimbun material longsor.
Hidup Tak Tenang di Posko Pengungsian
Saat ini, sebanyak 637 jiwa atau 186 Kepala Keluarga (KK) telah bertahan selama dua pekan di posko pengungsian dengan fasilitas seadanya. Kondisi ini membuat para pengungsi mengalami tekanan psikologis dan fisik.
Tioji Harahap, seorang pengungsi, menyampaikan harapannya yang mendesak kepada pemerintah daerah.
"Harapannya dibangunkan rumah secepat mungkin. Sudah dua minggu lebih di posko pengungsian, selama di sini tidak tenang pikirannya, badannya pegal-pegal. Harapannya segera dibangun rumah," ucapnya.
Menanti Janji Relokasi di Lahan 9 Hektare
Kepala Desa Tandihat, Ranto Panjang Sipahutar, membenarkan dampak masif ini. Ia menjelaskan bahwa pergerakan tanah yang bertambah parah memaksa evakuasi total.
"Jumlah pengungsi di sini berkisar 637 jiwa atau 186 KK. Rumah terdampak dan tidak layak lagi dipakai ada 157 rumah," ungkapnya.
Ranto menyebutkan bahwa lahan relokasi telah direncanakan di area PTPN dengan luas 9 hektare. Namun, hingga berita ini diturunkan, pembangunan hunian darurat atau permanen belum terealisasi.
Ratusan warga korban pergeseran tanah ini pun harus terus bersabar dan bertahan dalam ketidakpastian, menunggu tindakan nyata dari Pemerintah Daerah.