Investor Perhatikan, Ini Peluang dan Tantangan Investasi di 2026
15 December 2025, 20:10 WIB
Allianz Global Investors (AllianzGI) melihat tahun 2026 sebagai tahun yang tetap konstruktif bagi pasar global, didorong oleh ekspansi teknologi, stabilitas inflasi, serta pelonggaran kebijakan moneter dan fiskal di berbagai negara.
Namun, dinamika pasar yang terus berubah menuntut investor mengadopsi strategi yang lebih selektif dan terdiversifikasi untuk menangkap peluang secara optimal.
"Kami menilai ekonomi global pada tahun 2026 akan terbukti tetap solid, ditopang oleh belanja teknologi, terutama terkait AI, akan menjadi penopang utama ekonomi global," ujar Tim CIO AllianzGI dalam laporan analisis Outlook 2026, Senin (15/12/2025).
Menurut AllianzGI, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan tumbuh sekitar 2,7% pada 2026, melambat secara moderat dibandingkan 2025 namun tetap berada pada lintasan positif. Investasi pada teknologi dan AI menjadi faktor utama yang mengimbangi risiko lanjutan dari perang dagang dan fragmentasi rantai pasokan.
"Namun demikian, pertumbuhan tersebut masih dibayangi oleh sejumlah risiko. Dampak lanjutan dari perang dagang diproyeksikan terus menekan rantai pasokan, yang pada akhirnya dapat memicu fragmentasi arus perdagangan maupun aliran modal," tulis tim AllianzGI.
AllianzGI menilai bahwa ekonomi global mampu mempertahankan ketahanan meski masih dihadapkan pada potensi lanjutan perang dagang dan fragmentasi perdagangan. Inflasi diperkirakan bergerak beragam, di mana Amerika Serikat (AS) cenderung berada di atas 3%, sementara Eropa dan Asia tetap lebih stabil dengan tekanan harga yang terkendali.
"Valuasi teknologi dan kekhawatiran terkait pinjaman non-bank menuntut kehati-hatian investor, tetapi suku bunga rendah dan leverage sektor swasta yang terbatas mampu meredakan risiko," sambungnya.
Peluang yang Bervariasi
Lebih lanjut, AllianzGI melihat peluang yang bervariasi di berbagai wilayah. Di Eropa, kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan potensi penurunan suku bunga memberi dasar yang kuat bagi pasar ekuitas. India kembali dipandang sebagai pasar dengan potensi tinggi, sementara Tiongkok dinilai menawarkan peluang kontrarian untuk aliran modal jangka panjang.
"Pada pasar pendapatan tetap, AllianzGI menilai durasi di pasar negara maju menawarkan ketahanan, sementara obligasi pasar negara berkembang menghadirkan peningkatan imbal hasil dan diversifikasi. Aset safe haven seperti yen Jepang berpotensi menguat seiring transisi pemerintahan, dan emas kembali diposisikan sebagai alat diversifikasi utama bagi portofolio multi-aset," imbuhnya.
Selain perkembangan ekonomi, AllianzGI menandai sejumlah titik balik yang dapat menjadi tema besar pada 2026. Ini mencakup perluasan belanja teknologi di luar AS yang dapat menciptakan revolusi AI dalam skala global, potensi pengetatan pemberian pinjaman oleh bank jika tekanan kredit meningkat, serta volatilitas tinggi pada saham tertentu yang dapat memicu koreksi berkepanjangan.
"Risiko politik di AS dan pemilu paruh waktu AS pada November 2026 menjadi risiko utama yang perlu diwaspadai. Tahun 2026 mungkin lebih volatil sehingga menegaskan kebutuhan akan sumber pendapatan yang tangguh," pungkasnya.
Indikator Ekonomi Positif, Menko Airlangga Optimistis Pertumbuhan 2026 Capai 5,4 Persen
Sejumlah indikator ekonomi dan survei opini publik menunjukkan fondasi nasional memasuki 2026 dengan tren positif. Pertumbuhan ekonomi menguat, konsumsi meningkat, investasi tumbuh stabil, dan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tercatat tinggi.
Fundamental ekonomi terus menunjukkan perbaikan. PMI Manufaktur November 2025 naik menjadi 53,3, menandai ekspansi empat bulan berturut-turut.
Indeks Keyakinan Konsumen berada di posisi 121,2, sementara Mandiri Spending Index Mid mencapai 312,8. IHSG juga stabil di level 8.617 per 2 Desember 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa momentum ekonomi nasional memasuki fase yang kuat.
"Sehingga kami melihat pertumbuhan ekonomi tahun depan yang berbasis target APBN, 5,4 persen itu adalah baseline. Dan kami melihat ke depan headwind sudah lewat dan ini akan berubah menjadi tailwind. Kami optimis ke depan tinggal satu yaitu investasi," ujar Airlangga.
Ia menyebut peningkatan mobilitas masyarakat, sektor pariwisata, serta berbagai program insentif pemerintah akan mendukung pencapaian kuartal IV 2025 dan awal 2026. Pemerintah juga telah menyiapkan delapan prioritas APBN 2026, meliputi ketahanan pangan, energi, MBG, pendidikan, kesehatan, UMKM, pertahanan semesta, hingga akselerasi investasi dan perdagangan global.
Airlangga turut menyoroti percepatan ekonomi digital. "Mesin ekonomi baru ke depan lainnya adalah dari segi digitalisasi. Di tahun 2030 USD360 miliar, ke Indonesianya 40 persen, USD800 billion akan bisa menggerakkan perekonomian secara eksponensial," katanya.
Pemanfaatan QRIS
Ia menyebut pemanfaatan QRIS yang telah digunakan oleh 57 juta konsumen dan 39 juta pelaku usaha sebagai fondasi penguatan transaksi rupiah secara global. Pemerintah juga mendorong pembentukan 12 juta talenta digital melalui program beasiswa, AI talent factory, dan Program Magang Nasional.
Di sektor industri masa depan, pemerintah memperluas ekosistem kendaraan listrik, mempersiapkan pengembangan industri semikonduktor, serta merampungkan program mobil nasional yang akan mulai disiapkan pada 2026 sesuai arahan Presiden Prabowo.
Dari dunia usaha, optimisme juga menguat. Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Novyan Bakrie menilai prospek ekonomi 2026 sangat cerah. "Kita optimistis pada 2026, Pemerintah bersama dunia usaha bisa menggerakkan ekonomi di atas 5,5 persen. Ada 17 program dan delapan agenda prioritas, mulai menunjukkan optimisme," ujarnya.
Anindya menyebut program Quick Wins seperti MBG, tenaga kerja migran melalui Kadin, PKG, dan Rumah Layak Huni telah memberi dampak nyata. Ia juga mendorong peningkatan peserta magang hingga 80 ribu orang untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja muda.