Harbolnas 12.12: BPOM Ingatkan Waspadai Kosmetik Ilegal Saat Belanja Online

11 December 2025, 08:00 WIB
Harbolnas 12.12: BPOM Ingatkan Waspadai Kosmetik Ilegal Saat Belanja Online

Aktivitas belanja online yang meningkat pada Harbolnas 12.12, yang berlangsung pada 10 s.d 16 Desember 2025, berpotensi dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab untuk mengedarkan kosmetik ilegal mengandung bahan berbahaya.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) pun mengimbau masyarakat agar lebih cermat dalam membeli kosmetik. Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengatakan, kosmetik tanpa izin edar tidak dapat dijamin keamanan, mutu, dan manfaatnya.

"Sekarang kosmetik tanpa izin edar tidak terjamin keamanan mutu dan manfaatnya karena berisiko mengandung bahan berbahaya, bahan dilarang," ujarnya dalam konferensi pers dalam konferensi pers 'Hasil Intensifikasi Pengawasan Kosmetik Menjelang Akhir Tahun 2025'di Jakarta Pusat pada Selasa, 9 Desember 2025.

Taruna mengingatkan masyarakat untuk membeli kosmetik dari sarana penjualan yang jelas. Jika melakukan pembelian secara daring, masyarakat diminta untuk memastikan produk berasal dari toko resmi, baik offline store maupun online store resmi.

Dia juga mengingatkan agar masyarakat tidak membeli kosmetik yang beredar bebas di media sosial tanpa asal-usul yang jelas. "Jangan yang lewat, yang berseliweran di sosial media atau berbagai hal yang sangat berbahaya," tambahnya.

Lonjakan Penjualan Kosmetik Saat Harbolnas

Selain itu, masyarakat diminta tidak mudah terpengaruh iklan berlebihan, terutama yang menjanjikan efek instan.

BPOM juga mendorong masyarakat partisipasi aktif untuk melaporkan dugaan peredaran kosmetik ilegal kepada BPOM melalui Balai Besar/Balai/Loka POM atau aparat penegak hukum setempat.

Menurut BPOM, peningkatan penjualan produk beauty and care selalu terjadi pada periode Harbolnas (September-Desember) jika dibandingkan dengan Januari s.d Agustus.

Selain promosi yang semakin kreatif, keterlibatan influencer dan public figure juga mendorong naiknya kebutuhan kosmetik. Situasi ini meningkatkan risiko peredaran produk tidak memenuhi ketentuan.

Taruna menyatakan bahwa intensifikasi pengawasan merupakan upaya preventif untuk melindungi masyarakat dari produk kosmetik ilegal.

"Pengawasan BPOM tidak hanya dilakukan secara represif, tetapi juga bersifat preventif dan edukatif. Kami memastikan bahwa seluruh langkah pengawasan akhir tahun ini dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif dengan mitra terkait agar masyarakat mendapatkan perlindungan yang optimal," katanya.

Hasil Pengawasan BPOM RI

Dia menekankan bahwa upaya ini juga bertujuan memperkuat ekosistem pengawasan dan menciptakan peredaran kosmetik yang lebih sehat dan berdaya saing.

Taruna juga kembali mengingatkan pelaku usaha. "Kami kembali mengimbau kepada pelaku usaha agar selalu mematuhi regulasi yang berlaku, serta konsisten dalam memastikan bahwa produk yang dipasarkan telah memenuhi persyaratan legalitas, keamanan, manfaat, dan mutu," katanya.

Pengawasan kosmetik oleh BPOM dilakukan secara offline dan online pada 10 s.d 21 November 2025. Total nilai temuan dari intensifikasi pengawasan mencapai Rp1,866 triliun. Pada pemeriksaan terhadap 984 sarana, ditemukan 47,8 persen tidak memenuhi ketentuan dan 52,2 persen memenuhi ketentuan.

Sarana yang diperiksa didominasi ritel (79,15 persen), diikuti klinik dan salon kecantikan (14,68 persen), reseller (2,98 persen), importir kosmetik (1,28 persen), Badan Usaha Pemilik Notifikasi (BUPN) dan pemilik merek kosmetik (1,06 persen), serta industri kosmetik (0,85 persen).

BPOM menemukan 109 produk kosmetik ilegal dengan nilai ekonomi mencapai lebih dari Rp26,2 miliar. Temuan didominasi produk impor sebesar 65 persen, dengan rincian meliputi kosmetik tanpa izin edar 94,30 persen, mengandung bahan berbahaya 1,99 persen, kedaluwarsa 1,47 persen, penggunaan tidak sesuai definisi kosmetik 1,46 persen, serta impor tanpa Surat Keterangan Impor (SKI) dan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) 0,78 persen.

Pada patroli siber, BPOM menemukan sedikitnya 5.313 tautan kosmetik ilegal, terdiri dari 76,8 persen produk tanpa nomor izin edar dan 23,2 persen mengandung bahan dilarang.

Sumber : Liputan6.com