Paspor Amerika Serikat Tidak Lagi Perkasa, Tersingkir dari 10 Besar Dunia

02 November 2025, 09:03 WIB
Paspor Amerika Serikat Tidak Lagi Perkasa, Tersingkir dari 10 Besar Dunia

Untuk pertama kalinya sejak Henley Passport Index dibuat dua dekade lalu, Amerika Serikat (AS) tidak berada di jajaran 10 besar paspor paling kuat di dunia. Setelah bertahun-tahun menduduki posisi teratas dan sempat tidak tertandingi di peringkat pertama pada 2014, paspor AS kini merosot ke posisi ke-12, sejajar dengan Malaysia, dengan akses bebas visa ke hanya 180 dari total 227 destinasi di seluruh dunia.

Kini, tiga negara Asia mendominasi puncak daftar: Singapura dengan akses bebas visa ke 193 destinasi, disusul Korea Selatan (190 destinasi), dan Jepang (189 destinasi). Peringkat ini disusun berdasarkan data eksklusif dari International Air Transport Association (IATA), yang menilai semua paspor di dunia berdasarkan jumlah negara yang dapat dikunjungi tanpa visa terlebih dahulu.

Mengapa Paspor AS Terjun Bebas?

Penurunan peringkat paspor AS , yang terbaru dari posisi ke-10 ke ke-12, dipicu oleh serangkaian perubahan akses visa. Kehilangan bebas visa ke Brasil pada April karena masalah resiprositas menjadi awal kemerosotan. Kemudian, Tiongkok tidak memasukkan AS dalam daftar negara yang mendapat bebas visa, diikuti oleh penyesuaian dari Papua Nugini dan Myanmar yang semakin menurunkan skor AS.

Pukulan terakhir datang ketika Somalia meluncurkan sistem e-Visa baru dan Vietnam mengecualikan AS dari daftar negara yang mendapat tambahan bebas visa terbaru. Dua kebijakan ini membuat paspor AS resmi terlempar dari 10 besar.

Christian H. Kaelin, pimpinan Henley & Partners sekaligus pencipta Henley Passport Index, menilai bahwa perubahan kecil ini berdampak besar.

"Penurunan kekuatan paspor AS selama dekade terakhir bukan sekadar pergeseran peringkat --- ini menandakan perubahan mendasar dalam mobilitas global dan dinamika soft power. Negara yang merangkul keterbukaan dan kerja sama kini melesat maju, sementara yang berpuas diri pada privilese masa lalu mulai tertinggal," tutur Christian seperti dikutip dari laman Henley Global.

Nasib serupa juga dialami Inggris. Paspor Inggris merosot ke posisi terendah sepanjang sejarahnya, turun dua peringkat sejak Juli --- dari posisi ke-6 ke ke-8 --- meskipun pernah menduduki puncak pada 2015.

Kata Ahli soal Merosotnya Kekuatan Paspor AS

Kata Ahli soal Merosotnya Kekuatan Paspor AS

Warga AS saat ini dapat mengunjungi 180 destinasi tanpa visa. Namun, AS sendiri hanya memberikan bebas visa kepada 46 negara. Kondisi ini menempatkannya di peringkat ke-77 pada Henley Openness Index, yang menilai tingkat keterbukaan 199 negara berdasarkan jumlah kewarganegaraan yang mereka izinkan masuk tanpa visa.

Kesenjangan antara kebebasan bepergian dan keterbukaan ini termasuk yang paling besar di dunia --- hanya kalah dari Australia dan sedikit di depan Kanada, Selandia Baru, serta Jepang. Menariknya, kelima negara dengan kesenjangan terbesar ini justru stagnan atau menurun dalam peringkat kekuatan paspornya selama 10 tahun terakhir.

Annie Pforzheimer, Senior Associate di Center for Strategic and International Studies di Washington, menilai kemunduran ini berakar pada politik.

"Bahkan sebelum masa jabatan kedua (Donald) Trump, kebijakan luar negeri AS sudah berorientasi ke dalam. Sikap isolasionis itu kini tercermin dalam merosotnya kekuatan paspor AS," ujarnya.

Kebijakan tersebut turut memperburuk hubungan dengan negara berkembang.

Trump telah menangguhkan penerbitan visa bagi warga dari 12 negara di Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tenggara, memberlakukan pembatasan ketat bagi tujuh negara tambahan, dan mengancam larangan terhadap hingga 36 negara lainnya --- sebagian besar di Afrika. AS kini juga memberlakukan jaminan visa (visa bond) sebesar USD 5.000--15.000 bagi warga dari tujuh negara Afrika. Uang jaminan ini hanya akan dikembalikan jika pemegang visa terbukti telah meninggalkan wilayah AS sebelum masa kunjungannya berakhir.

Selain itu, pemerintah AS tengah memperluas kebijakan pembatasan visanya. Rencana baru mencakup penerapan "visa integrity fee" sebesar USD 250 untuk sebagian besar permohonan visa non-imigran. Selain itu, biaya Electronic System for Travel Authorization (ESTA) --- izin elektronik bagi negara mitra bebas visa --- mengalami kenaikan signifikan. Sejak 30 September 2025, tarifnya hampir dua kali lipat, dari USD 21 menjadi USD 40.

Tiongkok Melangkah Maju

Tiongkok Melangkah Maju

Kebalikan dengan AS, Tiongkok justru menjadi salah satu pendaki tercepat di Henley Passport Index dalam satu dekade terakhir. Negeri Tirai Bambu itu melonjak dari posisi ke-94 pada 2015 ke posisi ke-64 pada 2025, dengan peningkatan akses bebas visa ke 37 destinasi baru.

Dalam Henley Openness Index, Tiongkok juga menunjukkan lonjakan tajam. Dalam setahun terakhir saja, negara itu memberikan bebas visa kepada tambahan 30 negara, sehingga kini berada di peringkat ke-65, dengan total 76 negara yang bisa masuk tanpa visa --- 30 lebih banyak dibanding AS.

Langkah-langkah terbaru, termasuk pemberian bebas visa untuk Rusia, menunjukkan strategi keterbukaan Tiongkok yang terus berlanjut. Serangkaian perjanjian dengan negara-negara Teluk, Amerika Selatan, dan Eropa memperkuat posisinya sebagai kekuatan mobilitas global baru, sekaligus menegaskan dominasi kawasan Asia-Pasifik dalam kebebasan perjalanan.

"Kembalinya Trump ke tampuk kekuasaan membawa konflik dagang baru yang melemahkan mobilitas AS, sementara keterbukaan strategis Tiongkok justru memperkuat pengaruh globalnya. Dua arah yang berlawanan ini akan membentuk ulang dinamika ekonomi dan perjalanan dunia," jelas Tim Klatte dari Grant Thornton China.

Warga AS Berburu Kewarganegaraan Kedua

Melemahnya kekuatan paspor AS membuat semakin banyak warga AS mencari kewarganegaraan kedua atau tempat tinggal alternatif di luar negeri. Data Henley & Partners menunjukkan bahwa pada 2025, warga AS menjadi pemohon terbesar dalam program kewarganegaraan melalui investasi --- skema yang memungkinkan seseorang memperoleh paspor negara lain dengan menanamkan modal di sana.

Hingga akhir kuartal ketiga tahun ini, jumlah aplikasi dari warga AS sudah melonjak 67 persen dibanding total sepanjang 2024, padahal tahun sebelumnya pun sudah meningkat 60 persen. Tren ini menunjukkan bahwa semakin banyak warga kaya AS memilih memiliki rencana cadangan di luar negeri untuk memperluas mobilitas dan keamanan mereka.

"Kami kini memiliki lebih banyak klien asal AS dibanding gabungan empat kebangsaan berikutnya --- Turki, India, Tiongkok, dan Inggris. Menghadapi ketidakpastian global, para investor dan keluarga kaya AS mengadopsi strategi geopolitical arbitrage untuk mendapatkan opsi kewarganegaraan tambahan. Mereka melindungi diri dari risiko yurisdiksi dan memanfaatkan perbedaan antarnegara untuk mengoptimalkan hasil pribadi, finansial, dan gaya hidup," ungkap Dominic Volek, pimpinan global untuk layanan klien pribadi di Henley & Partners.

Peter J. Spiro dari Temple University Law School di Philadelphia menambahkan bahwa meski kewarganegaraan AS masih bernilai tinggi, kini status itu tidak lagi cukup.

"Dalam beberapa tahun mendatang, semakin banyak warga AS akan mencari kewarganegaraan tambahan dengan berbagai cara. Kewarganegaraan ganda sedang menjadi hal yang lazim dalam masyarakat AS. Seperti yang dikatakan salah satu pengguna media sosial, 'dual citizenship is the new American dream'," beber Peter.

Daftar Paspor Terkuat Dunia 2025 Versi Henley Passport Index

Daftar Paspor Terkuat Dunia 2025 Versi Henley Passport Index
  1. Singapuradengan akses bebas visa ke 193 destinasi
  2. Korea Selatan dengan akses bebas visa ke 190destinasi
  3. Jepang dengan akses bebas visa ke 189 destinasi
  4. Jerman, Italia, Luxembourg, Spanyol, dan Swiss dengan akses bebas visa ke 188 destinasi
  5. Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Prancis, Irlandia, dan Belanda dengan akses bebas visa ke 187 destinasi
  6. Yunani, Hongaria, Selandia Baru, Norwegia, Portugal, Swedia dengan akses bebas visa ke 186 destinasi
  7. Australia, Republik Ceko, Malta, Polandia dengan akses bebas visa ke 185 destinasi
  8. Kroasia, Estonia, Slovakia, Slovenia, Uni Emirat Arab, Inggris dengan akses bebas visa ke 184 destinasi
  9. Kanada dengan akses bebas visa ke 183 destinasi
  10. Latvia dan Liechtenstein dengan akses bebas visa ke 182 destinasi
  11. Islandia dan Lithuania dengan akses bebas visa ke 181 destinasi
  12. AS dan Malaysia dengan akses bebas visa ke 180 destinasi

Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Jawabannya, Indonesia ada di peringkat 70 dengan akses bebas visa ke 73 destinasi.

Sumber : Liputan6.com