7 Makanan Tradisional yang Cocok Dijual di Momen 17 Agustusan, Klepon Merah-Putih Bisa Jadi Penarik Cuan
03 September 2025, 20:56 WIB:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5337526/original/026657200_1756902992-Gemini_Generated_Image_ai8zlsai8zlsai8z.jpg)
Perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus selalu menjadi momen yang dinanti-nanti oleh masyarakat. Selain upacara bendera dan berbagai perlombaan rakyat yang meriah, aspek kuliner tradisional juga turut memeriahkan suasana. Makanan khas Nusantara tidak hanya menggugah selera, tetapi juga sarat akan makna filosofis dan sejarah perjuangan bangsa.
Memilih makanan tradisional yang tepat untuk dijual pada acara 17 Agustusan dapat menjadi peluang bisnis yang menjanjikan. Keunikan rasa, kemudahan akses bahan baku, serta nilai nostalgia yang melekat pada jajanan pasar ini menjadikannya pilihan favorit masyarakat. Banyak di antara makanan tersebut yang dapat dimodifikasi dengan sentuhan merah putih, selaras dengan semangat kemerdekaan.
Dari sekian banyak kekayaan kuliner Indonesia, terdapat 7 jenis makanan tradisional yang sangat cocok untuk dijajakan dan dinikmati bersama dalam semarak perayaan kemerdekaan. Apa saja makanan-makanan tersebut dan mengapa mereka begitu istimewa di momen Agustusan? Simak informasinya berikut, dirangkum Liputan6, Rabu (3/9).
Advertisement
Klepon Merah Putih
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5313708/original/016702600_1755053302-3.jpg)
Klepon adalah salah satu jajanan pasar tradisional Indonesia yang sangat populer, dikenal dengan bentuknya yang bulat, warna hijau cerah, dan taburan kelapa parut di luarnya. Ketika digigit, klepon akan mengeluarkan lelehan gula merah cair yang manis di dalamnya, memberikan sensasi rasa yang unik dan disukai banyak orang. Kue ini terbuat dari tepung ketan yang diisi dengan gula merah, kemudian direbus hingga matang.
Sejarah klepon dapat ditelusuri sebagai warisan kuliner tradisional yang telah dikenal sejak zaman dahulu. Kue ini diperkenalkan oleh imigran Indonesia kepada masyarakat Belanda sejak tahun 1950-an, dan bahkan disebutkan dalam buku "Indisch Ieven in Netherland" yang ditulis oleh J. M. Meulenhoff. Klepon juga tercatat dalam Serat Centhini, sebuah naskah sastra lama, menunjukkan keberadaannya yang sudah ada sejak abad ke-19.
Pada momen 17 Agustusan, klepon seringkali disajikan dengan sentuhan khusus, yaitu dalam warna merah dan putih, melambangkan bendera Indonesia. Modifikasi warna ini menjadikan klepon tidak hanya lezat tetapi juga memiliki daya tarik visual yang kuat, sangat cocok untuk memeriahkan perayaan kemerdekaan. Bentuk bulat klepon juga memiliki filosofi mendalam tentang kehidupan manusia yang tidak diketahui ujung dan pangkalnya.
Advertisement
Serabi
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4543719/original/065185400_1692429132-Snapseed.jpg)
Serabi adalah jajanan tradisional Indonesia yang diperkirakan sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Mataram. Panganan ini beberapa kali disebut dalam Serat Centhini, yang ditulis oleh para pujangga Keraton Surakarta antara tahun 1814 hingga 1823, sebagai sesaji dalam prosesi ijab atau pernikahan, ruwahan, dan kudapan. Serabi juga diceritakan dijajakan di halaman rumah saat pertunjukan wayang kulit di malam hari.
Bahan dasar serabi adalah tepung beras dan santan kelapa, yang dimasak di atas wajan kecil tanpa minyak, menghasilkan tekstur lembut dan berongga. Ada berbagai variasi serabi, termasuk serabi manis dengan gula, serta yang diberi aroma pandan atau vanila. Pakar kuliner Bondan Winarno menyebutkan bahwa serabi kemungkinan mendapat pengaruh dari budaya kuliner India dan Belanda, dengan serabi yang lebih lembut karena menggunakan lebih banyak santan.
Serabi sangat cocok dijual saat 17 Agustusan karena merupakan makanan tradisional yang digemari berbagai kalangan, baik dewasa maupun anak muda. Keberadaannya yang telah lama menjadi bagian dari budaya kuliner Jawa menjadikannya pilihan yang akrab dan disukai. Serabi dapat disajikan dengan berbagai topping modern atau tradisional, menjadikannya fleksibel untuk menarik minat pembeli di momen perayaan.
Cenil
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4838075/original/000337100_1716254303-Sepiring_cenil_lembut_dan_kenyal._Liputan6.comIGfangling8.jpg)
Cenil adalah jajanan tradisional yang dikenal dengan teksturnya yang kenyal dan warna-warni cerah, seringkali merah, hijau, dan putih. Makanan ini terbuat dari tepung singkong atau tepung ketan yang dicampur dengan air panas, garam, dan daun pandan untuk aroma. Adonan kemudian dibentuk kecil-kecil, direbus, dan disajikan dengan taburan kelapa parut serta siraman gula merah cair.
Sejarah cenil diperkirakan sudah ada sejak abad ke-19, bahkan tercatat dalam Serat Centhini yang diterbitkan pada tahun 1814. Cenil juga diyakini sudah ada sejak era Mataram Kuno sekitar abad ke-8. Pada masa sulit pangan, cenil menjadi makanan alternatif bagi masyarakat karena bahan dasarnya sederhana dan mudah didapat.
Warna-warni cerah pada cenil menjadikannya sangat menarik secara visual, cocok untuk memeriahkan suasana 17 Agustusan yang penuh warna. Teksturnya yang kenyal dan rasanya yang manis legit berpadu dengan gurihnya kelapa parut membuat cenil disukai oleh berbagai kalangan. Cenil juga memiliki makna filosofis tentang persatuan dan kebersamaan, di mana bentuknya yang bulat atau lonjong serta teksturnya yang kenyal melambangkan eratnya persaudaraan.
Getuk
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3273923/original/049716500_1603268642-0904-getuk-lindri.jpeg)
Getuk adalah makanan ringan tradisional yang terbuat dari singkong yang direbus, kemudian dicampur dengan gula pasir atau gula merah serta kelapa parut, lalu ditumbuk hingga halus. Makanan ini populer di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, serta diyakini berasal dari Magelang, Jawa Tengah. Singkong sebagai bahan utama getuk banyak tumbuh subur di Indonesia dan pada masa lalu menjadi makanan pokok, terutama di pedesaan.
Sejarah getuk berawal pada masa penjajahan Jepang, ketika beras sebagai makanan pokok sulit ditemukan. Masyarakat kemudian mencari alternatif dengan mengolah singkong yang mudah didapat. Mbah Ali Mohtar dari Desa Karet, Magelang, berinovasi mengolah singkong kukus yang dihaluskan dan dicampur gula menjadi getuk.
Getuk cocok dijual di momen 17 Agustusan karena merupakan camilan yang mengenyangkan dan memiliki nilai sejarah sebagai makanan yang membantu masyarakat bertahan hidup di masa sulit. Rasanya yang manis, kenyal, dan gurih disukai banyak orang. Getuk juga dapat divariasikan dengan berbagai warna dan bentuk, seperti getuk lindri yang berwarna-warni, menambah daya tarik visual yang sesuai dengan semangat perayaan.
Kue Putu
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1216977/original/019384600_1461756233-resep-makanan.jpg)
Kue putu adalah makanan tradisional yang terbuat dari tepung beras, gula merah, dan kelapa parut, dikukus menggunakan bambu sebagai cetakannya. Ciri khas kue ini adalah suara siulan yang dihasilkan dari uap saat proses pengukusan. Kue putu memiliki sejarah panjang dan kaya, serta membawa filosofi mendalam.
Kue putu kemungkinan berasal dari India, dikenal sebagai kue Puttu, dan persebarannya dipengaruhi oleh para pedagang atau pendatang dari India. Di India, kue ini tercatat pada abad ke-15, sementara di Nusantara baru ada pada abad ke-18 dan tercatat pada tahun 1814 dalam Serat Centhini. Ada juga versi yang menyebutkan kue putu berasal dari Tiongkok pada masa Dinasti Ming, dengan nama asli Xian Roe Xiao Long.
Kue putu sangat cocok dijual di momen 17 Agustusan karena merupakan jajanan yang murah meriah dan dibuat dengan cara unik, menarik perhatian pembeli. Aroma pandan dan gula merah yang khas, serta teksturnya yang lembut, menjadikannya camilan yang disukai banyak orang. Kue putu juga dapat dihias atau disajikan dengan sentuhan merah putih untuk menambah nuansa kemerdekaan.
Lupis
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4983979/original/017242500_1730176111-Resep_Kue_Lupis_yang_Lembut_Legitnya_Jadi_Favorit_Sepanjang_Masa.jpeg)
Lupis adalah jajanan pasar tradisional yang memiliki cita rasa manis, identik dengan taburan kelapa parut dan siraman gula jawa cair, serta teksturnya yang legit. Bahan utama lupis adalah ketan, yaitu jenis beras ketan yang lengket dan kaya pati, yang kemudian dikukus dan dibungkus daun pisang.
Konon, lupis sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan berkembang menjadi penganan khas di beberapa daerah seperti Jakarta, Padang, Lumajang, dan berbagai daerah di Pulau Jawa. Dalam bahasa Jawa, "lupis" berarti "terbungkus" atau "dibalut", merujuk pada cara pembuatannya. Masyarakat Jawa percaya bahwa lupis melambangkan eratnya persaudaraan dan gotong royong, karena setiap butir ketan yang direbus akan lengket satu sama lain.
Lupis cocok dijual di momen 17 Agustusan karena merupakan jajanan yang sarat akan nilai filosofis persatuan dan kesatuan, sejalan dengan semangat kemerdekaan. Rasanya yang manis dan gurih, serta teksturnya yang kenyal, menjadikannya camilan yang disukai berbagai kalangan. Lupis juga sering hadir dalam acara adat dan selamatan, menunjukkan posisinya sebagai makanan yang memiliki makna penting dalam kebersamaan.
Onde-Onde
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1256716/original/008781100_1465277312-RESEP-ONDE-ONDE-KENTANG.jpg)
Onde-onde adalah sejenis kue jajanan pasar yang terkenal di Indonesia, berbentuk bulat dan permukaannya ditaburi biji wijen. Bagian dalamnya umumnya diisi dengan bubuk kacang hijau, meskipun kini banyak variasi isian lain seperti cokelat, matcha, atau keju. Onde-onde mudah ditemukan di pasar tradisional maupun dijual oleh pedagang kaki lima.
Sejarah onde-onde dapat ditelusuri di Tiongkok pada zaman Dinasti Tang, di mana makanan ini menjadi kue resmi daerah Chang-an (sekarang Xian) yang disebut *ludeui*. Makanan ini kemudian dibawa oleh imigran Tiongkok ke Nusantara antara tahun 1300-1500 M, dibawa oleh Laksamana Cheng Ho dari Dinasti Ming. Awalnya, onde-onde hanya berisi pasta gula merah, namun di Indonesia dimodifikasi dengan penambahan kacang hijau.
Onde-onde cocok dijual di momen 17 Agustusan karena popularitasnya yang luas dan filosofi yang melekat padanya. Kue ini melambangkan keselamatan dan kebersamaan, nilai-nilai yang sangat relevan dengan semangat kemerdekaan. Bentuknya yang bulat dan taburan wijen yang melimpah juga memberikan daya tarik visual yang menarik bagi pembeli.
People Also Ask
Q: Mengapa makanan tradisional sering dihubungkan dengan perayaan 17 Agustus?
A: Makanan tradisional sering dihubungkan dengan perayaan 17 Agustus karena sarat akan makna filosofis, sejarah perjuangan, dan nilai kebersamaan yang sejalan dengan semangat kemerdekaan.
Q: Apakah ada makanan tradisional yang secara khusus berwarna merah putih untuk 17 Agustus?
A: Ya, beberapa makanan tradisional sering dimodifikasi dengan warna merah putih khusus untuk perayaan 17 Agustus, seperti klepon merah putih dan tumpeng merah putih.
Q: Apa filosofi di balik kue lupis?
A: Filosofi di balik kue lupis adalah simbol persaudaraan dan gotong royong, mencerminkan kekompakan dan kesatuan budaya.
Q: Bagaimana sejarah getuk di Indonesia?
A: Sejarah getuk berawal pada masa penjajahan Jepang, ketika beras sulit ditemukan, masyarakat mengolah singkong sebagai alternatif makanan pokok.
Q: Dari mana asal mula onde-onde?
A: Asal mula onde-onde dapat ditelusuri di Tiongkok pada zaman Dinasti Tang, kemudian dibawa oleh imigran Tiongkok ke Nusantara.