21 Makanan Khas Aceh yang Jarang Diketahui Wisatawan, Wajib Dicoba Saat Berkunjung
02 September 2025, 12:00 WIBBanyak orang mengenal kuliner Aceh sebatas mie aceh atau kopi khasnya, padahal provinsi ini memiliki ragam hidangan tradisional bernilai sejarah panjang. Setiap daerah menyimpan resep turun-temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi. Menelusuri makanan khas Aceh yang jarang diketahui wisatawan dapat membuka wawasan baru, mengenai kekayaan cita rasa sekaligus budaya setempat.
Keunikan sajian dari tanah Rencong bukan hanya terletak pada rasa, melainkan juga pada filosofi yang terkandung di dalamnya. Beberapa jenis hidangan kerap disajikan saat upacara adat atau acara penting masyarakat. Melalui makanan khas Aceh yang jarang diketahui wisatawan, kita bisa memahami bagaimana tradisi kuliner berperan menjaga identitas lokal.
Setiap bumbu rempah memiliki makna tersendiri, mulai dari aroma kuat hingga kombinasi rasa pedas, gurih dan sedikit manis. Racikan tersebut mencerminkan karakter masyarakat Aceh yang tegas sekaligus hangat dalam menyambut tamu. Menjelajahi makanan khas Aceh yang jarang diketahui wisatawan merupakan pengalaman istimewa, karena menyajikan cita rasa autentik di luar jalur populer.
Berikut beberapa rekomendasi makanan khas Aceh yang jarang diketahui wisatawan dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (2/9/2025).
Advertisement
1. Sie Reuboh
Salah satu masakan yang paling merepresentasikan kekuatan bumbu Aceh adalah Sie Reuboh. Hidangan berbahan dasar daging sapi ini dimasak melalui proses perebusan lama bersama cuka, cabai merah, bawang, serta rempah-rempah aromatik lainnya. Perpaduan tersebut menghasilkan cita rasa asam yang segar berpadu dengan sensasi pedas menggigit, sehingga sangat cocok untuk pencinta kuliner bercita rasa kuat. Sie Reuboh biasanya disantap bersama nasi putih hangat dan tetap menjadi salah satu menu favorit dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, terutama karena mampu memberikan kehangatan tubuh.
2. Asam Keueng
Berikutnya terdapat Asam Keueng, gulai berkuah segar yang tidak pernah absen dari meja makan masyarakat Aceh. Masakan ini menggunakan ikan laut segar yang dipadukan dengan serai, jahe, lengkuas, daun salam, serta ketumbar. Kuahnya bening, beraroma harum, dan terasa segar di lidah. Kombinasi rasa asam serta sedikit pedas menjadikan Asam Keueng identik sebagai sajian sederhana namun sarat makna, bahkan sangat mudah dijumpai di warung makan tradisional hingga rumah-rumah penduduk.
3. Eungkot Paya
Eungkot Paya termasuk dalam jenis gulai khas Aceh yang berbahan ikan air tawar, umumnya ikan gabus atau ikan rawa lainnya. Bumbu utama yang digunakan adalah kunyit, cabai, serta asam sunti atau belimbing wuluh kering yang sudah lama menjadi ciri khas kuliner daerah ini. Kuahnya terasa segar karena tidak terlalu kental, tetapi kaya akan lapisan rasa rempah. Nama Eungkot Paya sendiri berarti "ikan payau," dan masakan ini kerap disajikan dalam acara adat maupun jamuan keluarga besar.
4. Asam Jing Takengon Asam
Jing Takengon adalah warisan kuliner suku Gayo yang menetap di wilayah Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues. Nama "masam jing" dalam bahasa Gayo berarti asam pedas, sesuai dengan karakter utama hidangan ini. Kuah berwarna kuning pucat biasanya dibuat dari ikan mujair, nila, atau bandeng yang direbus bersama cabai serta bumbu asam alami. Hasilnya adalah sup berkuah segar yang menyejukkan sekaligus memberi sensasi pedas membakar lidah. Asam Jing Takengon menjadi representasi kuliner pegunungan Aceh yang berbeda dari cita rasa pesisir.
5. Keumamah (Ikan Kayu)
Keumamah, sering dijuluki sebagai ikan kayu, merupakan hidangan khas berbahan ikan tongkol yang dikeringkan hingga teksturnya keras menyerupai kayu. Cara pengawetan tradisional ini membuat ikan dapat bertahan lama tanpa perlu penyimpanan dingin. Saat akan disantap, ikan kering ini biasanya dimasak kembali menggunakan kuah santan kental yang diperkaya aneka rempah khas Aceh. Rasanya gurih, sedikit smoky, dan penuh aroma laut, menjadikannya salah satu hidangan wajib bagi para penikmat masakan berbasis hasil tangkapan laut.
Advertisement
6. Tumeh Tirom
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4699699/original/089454900_1703684437-uk-2066475_1280.jpg)
Kuliner seafood lain yang tidak kalah menggoda ialah Tumeh Tirom, atau dalam bahasa Indonesia berarti tumis tiram. Keistimewaan masakan ini terletak pada penggunaan Asam Sunti, yakni belimbing wuluh yang dikeringkan, sebagai salah satu bumbu utama. Rasa asam alami bercampur gurih dari tiram menciptakan harmoni rasa yang segar. Tumeh Tirom sering dijadikan lauk harian dan bisa dengan mudah ditemukan di rumah makan khas Aceh, terutama di Banda Aceh maupun kawasan Aceh Besar.
7. Sambai Udeueng (Asam Udeueng)
Tidak lengkap membicarakan kuliner Aceh tanpa menyebut Sambai Udeueng, sambal udang yang terkenal di seluruh Nusantara. Bahan utamanya adalah udang kecil yang dicampur belimbing segar, bawang merah, serta cabai. Rasanya pedas, asam, dan sedikit manis alami, sehingga memberi sensasi menyegarkan ketika disantap bersama nasi hangat. Wisatawan sering menjulukinya sebagai "Sambal Ganja" karena membuat ketagihan, meski tentu saja sama sekali tidak mengandung ganja. Sambal ini menegaskan karakter masyarakat Aceh yang gemar masakan bercita rasa berani.
8. Kanji Rumbi
Sebagai makanan berkuah yang lebih ringan, ada Kanji Rumbi, bubur khas Aceh yang biasanya populer selama bulan Ramadan. Hidangan ini terbuat dari beras yang dimasak bersama rempah-rempah beraroma kuat, kemudian sering dilengkapi dengan bahan tambahan seperti ubi, kentang, atau kacang tanah. Saat bulan puasa, hampir setiap desa di Aceh menyiapkan Kanji Rumbi untuk berbuka. Versi khusus Ramadan biasanya berwarna lebih gelap karena tambahan berbagai rempah hutan, sehingga rasanya lebih pekat dan menyehatkan.
9. Sate Gurita Sabang
Jika berkunjung ke Pulau Sabang, jangan lewatkan Sate Gurita, kuliner khas daerah tersebut. Seperti namanya, bahan utama sate ini adalah daging gurita yang memiliki tekstur kenyal sekaligus empuk. Potongan daging gurita ditusuk, kemudian dipanggang di atas bara hingga harum, lalu diberi bumbu kacang atau sambal khas. Keunikan bahan utama inilah yang membedakan sate Sabang dari sate di daerah lain yang biasanya menggunakan ayam, kambing, atau sapi. Sate Gurita menjadi incaran utama wisatawan yang berkunjung ke Aceh.
10. Timphan
Masuk ke kategori kudapan, Timphan adalah kue tradisional Aceh yang biasanya hadir pada hari-hari besar seperti Idul Fitri. Kudapan ini berbahan dasar tepung beras, santan, dan pisang, kemudian dibungkus daun pisang muda sebelum dikukus hingga matang. Teksturnya lembut kenyal dengan aroma harum alami, menjadikan Timphan salah satu simbol keramahan masyarakat Aceh dalam menyambut tamu.
11. Kue Adee
Jajanan manis khas Aceh ini sangat cocok dijadikan camilan sore. Kudapan ini terbuat dari campuran tepung terigu atau tepung beras, santan, gula, serta telur yang dipanggang hingga berwarna keemasan. Rasanya manis pas, teksturnya lembut, dan aromanya menggoda. Kue Adee sering disajikan bersama secangkir teh manis hangat, menghadirkan sensasi sederhana namun penuh kehangatan keluarga.
12. Kue Seupet
Adonannya terbuat dari tepung beras atau tepung terigu, santan, telur, gula, serta margarin. Setelah dicetak di atas cetakan besi panas, kue ini dapat dibentuk menjadi gulungan, persegi, ataupun berbentuk kipas, sehingga tampil menarik sekaligus renyah saat digigit. Rasanya manis ringan dengan tekstur garing, menjadikannya teman sempurna untuk teh atau kopi hangat. Selain nikmat, variasi bentuknya juga menghadirkan nilai estetika yang membuat Kue Seupet istimewa dalam jajaran camilan tradisional Aceh.
13. Kuah Sie Itek
Dari Bireuen, hadir kuliner ikonik bernama Kuah Sie Itek, gulai bebek yang sarat akan aroma rempah. Terdapat dua varian yang cukup populer, yakni kuah merah dan kuah putih. Kuah merah biasanya menggunakan cabai merah dalam jumlah banyak, sehingga menghasilkan rasa pedas pekat sekaligus tampilan kuah berwarna menyala. Sementara kuah putih memiliki karakter lebih lembut, menyerupai opor, dengan dominasi santan yang gurih. Hidangan ini mencerminkan keahlian masyarakat Aceh dalam mengolah daging unggas agar menghasilkan rasa kuat sekaligus kaya lapisan aroma.
14. Asam Drien
Kuliner unik lain yang tak kalah menggoda adalah Asam Drien, makanan khas dari kawasan Aceh Barat Selatan. Ciri utama hidangan ini terletak pada penggunaan tempoyak, yakni fermentasi daging buah durian, yang memberikan rasa serta aroma khas yang tidak dimiliki masakan lain. Kuahnya cenderung asam, gurih, dan pekat, menjadikannya pengalaman rasa yang sangat khas bagi penikmat kuliner Nusantara. Asam Drien bukan sekadar hidangan biasa, melainkan bukti bagaimana masyarakat setempat mampu memanfaatkan hasil bumi menjadi sajian tradisional penuh cita rasa.
15. Tasak Telu
Dari Aceh Tenggara, terdapat sajian khas bernama Tasak Telu. Masakan ini menggunakan ayam kampung sebagai bahan utama, kemudian dimasak bersama tiga bumbu penting yang melambangkan kesederhanaan sekaligus kekuatan rasa: cabai rawit, batang serai, dan bawang merah. Proses pengolahan dilakukan dengan cara tradisional sehingga daging ayam menjadi lembut dan meresap sempurna. Tasak Telu sering hadir dalam acara adat maupun jamuan keluarga besar, menjadikannya simbol kebersamaan masyarakat Gayo Lues dan sekitarnya.
16. Gulee Pliek U
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5275030/original/008711500_1751861542-WhatsApp_Image_2025-07-07_at_11.10.03.jpeg)
Salah satu kuliner unik sekaligus kompleks dari Aceh adalah Gulee Pliek U. Gulai ini menggunakan ampas kelapa tua yang telah difermentasi sebagai bumbu utama, sebuah teknik tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Dalam penyajiannya, biasanya ditambahkan sayuran seperti nangka muda, daun melinjo, serta kacang panjang. Rasa gurih berpadu dengan sensasi sedikit asam menciptakan pengalaman berbeda dibanding gulai dari daerah lain di Nusantara. Gulee Pliek U mencerminkan filosofi masyarakat Aceh yang mampu memanfaatkan bahan sederhana menjadi makanan bergizi tinggi.
17. Nasi Gurih
Beralih ke makanan pokok, Nasi Gurih dapat disebut sebagai versi Aceh dari nasi uduk atau nasi liwet. Nasi ini dimasak menggunakan santan kelapa serta bumbu seperti daun pandan, serai, dan bawang, sehingga menghasilkan aroma harum yang khas. Biasanya, Nasi Gurih disajikan bersama lauk pauk sederhana seperti telur dadar, ikan goreng, atau sambal. Meski tampilannya sederhana, cita rasa gurih dan wangi khasnya membuat hidangan ini menjadi salah satu makanan paling populer di masyarakat Aceh, terutama saat sarapan pagi.
18. Pacri Nenas
Hidangan unik lainnya adalah Pacri Nenas, sajian yang menjadikan buah nanas segar sebagai bahan utama. Alih-alih dijadikan pencuci mulut, nanas diolah bersama rempah-rempah seperti cabai, bawang, serai, salam, serta santan. Tidak lupa ditambahkan kelapa sangrai yang menghadirkan rasa gurih sekaligus aroma harum khas. Kuah Pacri Nenas terasa segar, pedas, manis, dan asam dalam satu suapan. Kuliner ini menjadi bukti kreativitas masyarakat Aceh dalam mengolah buah tropis menjadi masakan penuh lapisan rasa.
19. Cah Peuraga (Oen Peugaga)
Cah Peuraga atau lebih dikenal sebagai Oen Peugaga merupakan sajian unik berbentuk seperti urap, tetapi sering disebut sambal oleh masyarakat Aceh. Keistimewaannya terletak pada penggunaan daun pegagan sebagai bahan utama, yang kemudian dipadukan bersama sekitar 40 jenis daun lain. Tidak hanya menghadirkan cita rasa segar dan herbal, Oen Peugaga juga diyakini memiliki manfaat kesehatan, terutama bagi kulit. Sajian ini menegaskan bahwa kuliner Aceh tidak hanya menonjolkan rasa, tetapi juga nilai gizi serta filosofi hidup yang erat dengan alam.
20. Sambal Ganja (Asam Udeueng)
Meski namanya terdengar kontroversial, Sambal Ganja sejatinya tidak ada hubungannya dengan tanaman ganja. Nama tersebut muncul karena cita rasanya yang membuat ketagihan siapa pun yang mencicipinya. Bahan utama sambal ini adalah udang kecil yang dicampur belimbing, cabai, serta bumbu sederhana. Rasanya asam, pedas, dan gurih, cocok dipadukan dengan nasi hangat maupun lauk sederhana. Popularitasnya meluas hingga dikenal wisatawan mancanegara sebagai salah satu sambal terunik dari Aceh.
21. Meuseukat
Masuk ke kategori kudapan, Meuseukat merupakan makanan manis tradisional Aceh yang sepintas mirip dengan dodol. Bahannya terdiri dari tepung, margarin, gula, nanas parut, serta telur, yang dimasak melalui proses pengadukan lama di atas api hingga teksturnya kenyal dan lembut. Meuseukat bukan sekadar camilan, melainkan memiliki nilai budaya karena sering dijadikan hantaran dari pihak mempelai perempuan kepada keluarga laki-laki dalam acara pernikahan. Manisnya rasa Meuseukat dianggap sebagai simbol doa agar rumah tangga yang dibangun selalu dipenuhi kebahagiaan.
FAQ Seputar Topik
1. Apa saja makanan khas Aceh yang jarang diketahui wisatawan?
Beberapa makanan khas Aceh yang jarang diketahui wisatawan antara lain Kuah Pliek U, Sie Reuboh, Eungkot Keumamah, Timphan dan masih banyak lagi.
2. Mengapa kuliner Aceh dikenal kaya akan rempah?
Kuliner Aceh dikenal kaya rempah karena dipengaruhi sejarah perdagangan dan akulturasi budaya, menggunakan rempah melimpah seperti cengkeh, kapulaga, dan kayu manis, serta proses pengolahan bumbu yang telaten.
3. Mengapa banyak makanan khas Aceh jarang diketahui wisatawan?
Salah satu penyebabnya ialah kebanyakan kuliner tradisional hanya disajikan dalam lingkup keluarga atau perayaan adat. Selain itu, promosi makanan tradisional Aceh masih terbatas, sehingga wisatawan lebih sering menemukan menu populer seperti mie Aceh atau kopi Gayo dibanding makanan lokal lain yang lebih unik.
4. Bagaimana cara wisatawan menemukan makanan khas Aceh yang jarang diketahui publik?
Pelancong bisa mengunjungi pasar tradisional, warung rumahan, atau mengikuti agenda kuliner lokal yang digelar masyarakat setempat. Selain itu, bertanya langsung pada warga atau pemandu wisata bisa menjadi cara efektif agar bisa mencicipi makanan khas Aceh yang jarang diketahui wisatawan.
5. Apa manfaat mengenalkan makanan khas Aceh yang belum populer kepada wisatawan?
Pengenalan makanan tradisional secara luas tidak hanya memperkaya pengalaman kuliner wisatawan, tetapi juga membantu menjaga kelestarian budaya daerah. Selain itu, promosi kuliner khas bisa meningkatkan perekonomian masyarakat setempat melalui penjualan produk lokal.