Top 3: Senjata Baru China Lawan AS Bikin Penasaran
13 August 2025, 06:30 WIB:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4729966/original/074920500_1706586460-taro-ohtani-5T5zmIqs0AM-unsplash.jpg)
China terus mengembangkan sejumlah inisiatif yang bertujuan meningkatkan hubungan dagangnya dengan Asia Tenggara (ASEAN). Salah satunya adalah dengan perluasan pelabuhan raksasa di Brunei Darussalam.
China memilih membangun pelabuhan di negara ini untuk membantu peningkatkan ekspor di tengah tengah perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari South China Morning Post, Selasa, 12 Agustus 2025, Dewan Pengembangan Ekonomi Brunei menjelaskan bahwa pelabuhan terbesarnya ialah pelabuhan di Muara. Pelabuhan ini akan dikembangkan dengan mendirikan perusahaan bersama perusahaan milik China.
Saat ini, perluasan pelabuhan ini telah dimulai untuk mencapai kapasitas fasilitas melebihi 500.000 unit setara 20 kaki (TEU).
Proyek senilai 2 miliar Yuan atau USD 278 juta dan jika dirupiahkan setara Rp 4,5 triliun ini telah berlangsung dan ditargetkan selesai pada akhir 2027, sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita Xinhua.
Asia Tenggara memiliki peran strategis bagi bagi China sejak dimulainya perang dagang karena negara dengan ekonomi terbesar kedua tersebut bergantung pada ekspornya yang sedang menaik pesat ke kawasan tersebut untuk mengurangi dampak tarif Amerika Serikat.
Cina mengirimkan barang ke negara-negara di ASEAN bulan lalu dengan peningkatan 16,6 persen secara tahunan, sementara ekspor ke AS turun lebih dari 20 persen secara tahunan. Hal ini diungkap oleh data bea cukai China.
Artikel Senjata Baru China Lawan AS: Bangun Pelabuhan Rp 4,5 Triliun di Brunei menyita perhatian pembaca di Kanal Bisnis Liputan6.com. Ingin tahu artikel terpopuler lainnya di Kanal Bisnis Liputan6.com? Berikut tiga artikel terpopuler di Kanal Bisnis Liputan6.com yang dirangkum pada Rabu, (13/8/2025).
Advertisement
1. Senjata Baru China Lawan AS: Bangun Pelabuhan Rp 4,5 Triliun di Brunei
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5145255/original/031334600_1740703507-WhatsApp_Image_2025-02-27_at_14.41.58.jpeg)
China terus mengembangkan sejumlah inisiatif yang bertujuan meningkatkan hubungan dagangnya dengan Asia Tenggara (ASEAN). Salah satunya adalah dengan perluasan pelabuhan raksasa di Brunei Darussalam.
China memilih membangun pelabuhan di negara ini untuk membantu peningkatkan ekspor di tengah tengah perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari South China Morning Post, Selasa, 12 Agustus 2025, Dewan Pengembangan Ekonomi Brunei menjelaskan bahwa pelabuhan terbesarnya ialah pelabuhan di Muara. Pelabuhan ini akan dikembangkan dengan mendirikan perusahaan bersama perusahaan milik negara China.
Saat ini, perluasan pelabuhan ini telah dimulai untuk mencapai kapasitas fasilitas melebihi 500.000 unit setara 20 kaki (TEU).
Proyek senilai 2 miliar Yuan atau USD 278 juta dan jika dirupiahkan setara Rp 4,5 triliun ini telah berlangsung dan ditargetkan selesai pada akhir 2027, sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita Xinhua.
Asia Tenggara memiliki peran strategis bagi bagi China sejak dimulainya perang dagang karena negara dengan ekonomi terbesar kedua tersebut bergantung pada ekspornya yang sedang menaik pesat ke kawasan tersebut untuk mengurangi dampak tarif AS.
Cina mengirimkan barang ke negara-negara di ASEAN bulan lalu dengan peningkatan 16,6 persen secara tahunan, sementara ekspor ke AS turun lebih dari 20 persen secara tahunan. Hal ini diungkap oleh data bea cukai China.
Advertisement
2. Fakta-Fakta Mundurnya Dirut Agrinas Pangan Nusantara Joao Mota
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5312125/original/025361400_1754905209-Screenshot_2025-08-11_at_16-39-07_Manajemen_PT_Yodya_Karya__Persero__Konsultan_Engineering___Manajemen.jpg)
Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara, Joao Angelo De Sousa Mota, secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya pada Senin, 11 Agustus 2025. Keputusan mengejutkan ini diambil setelah ia hanya menjabat selama enam bulan di perusahaan yang bergerak di sektor pangan tersebut.
Pengunduran diri Joao Mota disampaikan langsung dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, sekaligus mengonfirmasi bahwa surat resmi telah diajukan kepada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Langkah ini memicu pertanyaan mengenai kondisi internal perusahaan dan tantangan yang dihadapi dalam upaya ketahanan pangan nasional.
Mota mengungkapkan alasan di balik keputusannya, yakni minimnya dukungan dari Danantara, baik dalam bentuk kebijakan maupun anggaran, serta birokrasi yang dinilai berbelit.
"Keseriusan Presiden dalam mendukung dan menggerakkan segala upaya untuk kedaulatan pangan ini tidak didukung sepenuhnya oleh stakeholder atau para pembantu-pembantunya," ujar Joao pada Senin kemarin.
Ia merasa tidak dapat memberikan kontribusi nyata bagi ekonomi negara dan kesejahteraan petani di bawah kondisi tersebut.
3. Bercanda soal Semua Tanah Milik Negara, Nusron Wahid Minta Maaf
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5139924/original/026810500_1740129243-IMG-20250221-WA0002.jpg)
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, memberikan klarifikasi usai dirinya mengklaim bahwa semua tanah rakyat milik negara. Ia mengakui bahwa pernyataan tersebut telah memancing banyak kesalahpahaman.
"Saya atas nama Menteri ATR BPN Nusron Wahid menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia, kepada publik, kepada netizen atas pernyataan saya beberapa waktu yang lalu yang viral dan menimbulkan polemik di masyarakat dan memicu kesalahpahaman," ujar Nusron di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Nusron menjelaskan, maksud utamanya adalah menjelaskan kebijakan pertanahan, khususunya terkait tanah terlantar. Dalam hal ini, ia mengacu pada Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," ungkap dia.
Menurut pengakuannya, terdapat jutaan hektare tanah dengan status hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) dalam kondisi terlantar ataupun tidak produktif. Situasi tersebut yang menurutnya bisa dimanfaatkan untuk program strategis pemerintah, yang berdampak kepada kesejahteraan masyarakat.
Berita selengkapnya baca di sini
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4995048/original/088256300_1730975735-Infografis_SQ_Efek_Donald_Trump_Menang_Pilpres_AS_ke_Perekonomian_Global.jpg)