Guru Muda di China Meninggal Dunia karena Serangan Jantung Akibat Lembur
11 May 2025, 21:30 WIB:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3318053/original/089891900_1607399330-grave-2036220_1920.jpg)
Tragedi menimpa seorang guru muda di Wuhan yang meninggal dunia akibat serangan jantung mendadak setelah lembur berhari-hari mengelola 400 siswa di sebuah perusahaan bimbingan belajar daring. Kejadian ini kembali menyorot budaya kerja ekstrem di sektor pendidikan teknologi di China yang dinilai tak manusiawi.
Guru tersebut, bermarga Li, berusia akhir 20-an, telah bekerja selama lima tahun di sebuah perusahaan pendidikan daring yang berbasis di Wuhan.
Mengutip SCMP, Minggu (11/5/2025), perusahaan ini menyediakan kursus Bahasa Inggris dan Matematika untuk siswa sekolah dasar dan menengah, dan mengklaim memiliki lebih dari 160 juta pengguna secara daring.
Li mulai bekerja sebagai tutor daring segera setelah lulus kuliah. Dalam minggu-minggu terakhir sebelum libur panjang, ia diketahui bekerja lembur selama beberapa hari berturut-turut demi menyelesaikan tugasnya. Pada 22 April, ia pergi ke kantor dan bekerja hingga larut malam. Ketika tunangannya tidak dapat menghubunginya, ia melapor ke polisi.
Keesokan paginya, seorang petugas kebersihan menemukan Li tidak sadarkan diri di kantornya. Ia kemudian dinyatakan meninggal dunia akibat henti jantung mendadak.
Li berasal dari keluarga kurang mampu. Ayahnya telah lama meninggal, ibunya menikah lagi, dan ia adalah anak kedua dengan seorang kakak perempuan yang belum menikah. Tunangannya mengungkapkan bahwa mereka berencana menikah pada 2 Mei mendatang.
Advertisement
Perusahaan Diduga Lepas Tanggung Jawab
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4391028/original/021777800_1681211946-Thumbnail_Liputan6.com-2.jpg)
Pihak otoritas ketenagakerjaan setempat menyatakan bahwa keluarga Li dan pihak perusahaan sedang mengurus dokumen untuk menyatakan kematian tersebut sebagai kecelakaan kerja.
Pada 25 April, perusahaan tempat Li bekerja mengeluarkan pernyataan duka, menyampaikan belasungkawa dan komitmen untuk mendampingi keluarga.
Dalam pernyataan tersebut, perusahaan menegaskan bahwa tidak ada jadwal lembur untuk tim Li karena hari itu bertepatan dengan masa liburan perusahaan. Mereka juga memuji kinerja Li dan meminta publik menghormati privasi keluarganya.
Namun, pernyataan ini justru memicu kritik keras dari publik daring. Sejumlah warganet mempertanyakan apakah perusahaan mencoba lepas tanggung jawab dengan menyebut Li bekerja lembur secara sukarela.
"Tanpa tekanan target kinerja dan ancaman kehilangan pekerjaan, siapa yang mau lembur dengan sukarela?" tulis salah satu komentar yang viral.
Advertisement
Budaya Lembur Ekstrem
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4350810/original/010130300_1678260771-roman-mager-5mZ_M06Fc9g-unsplash_1_.jpg)
Media lokal sebelumnya telah melaporkan adanya budaya lembur ekstrem di perusahaan tersebut. Beberapa mantan pegawai mengungkapkan bahwa satu guru harus menangani 400 siswa, menjawab ratusan pertanyaan orang tua, dan bekerja lebih dari enam jam tambahan setiap hari. Pegawai bahkan harus melapor kepada atasan saat ingin ke toilet atau makan siang.
Seorang mantan karyawan, bermarga Wang, mengaku mengidap gangguan kecemasan akibat beban kerja berlebihan dan akhirnya mengundurkan diri akhir tahun lalu. Sementara itu, pegawai lain bermarga Zhang memilih resign sehari setelah mendengar kematian Li.
Insiden ini langsung menjadi trending topic di media sosial Tiongkok, dengan topik terkait melampaui 70 juta tayangan.
"Li seharusnya sedang merayakan pernikahannya, bukan mengucapkan selamat tinggal pada dunia karena lembur," tulis seorang pengguna.
Hukum ketenagakerjaan di China sebenarnya membatasi jam kerja maksimal delapan jam per hari, 44 jam per minggu, dan lembur tidak lebih dari 36 jam per bulan. Namun, laporan mengenai eksploitasi jam kerja terus bermunculan.
Tahun lalu, sebuah perusahaan teknologi di China memicu kemarahan publik setelah menerapkan jam kerja dari pukul 08.00 pagi hingga 21.00 malam selama enam hari seminggu. Dalam kasus lain, seorang programmer startup hanya tidur dua jam per hari selama masa sibuk, hingga akhirnya menderita pendarahan otak yang membuatnya lumpuh selama berbulan-bulan.