Bursa Saham Asia-Pasifik Menguat, Ini Pendorongnya

12 May 2025, 08:14 WIB
Bursa Saham Asia-Pasifik Menguat, Ini Pendorongnya

Bursa sahamAsia-Pasifik naik pada perdagangan Senin di tengah optimisme bahwa ketegangan perdagangan Amerika Serikat (AS)-Tiongkok dapat mereda menyusul pembicaraan negara adidaya tersebut di Swiss selama akhir pekan.

Dikutip dari CNBC, Senin (12/5/2025), Indeks saham acuan Jepang Nikkei 225 naik 0,36% pada awal perdagangan, sementara indeks Topix yang lebih luas bergerak 0,19% lebih tinggi.

Di Korea Selatan, indeks saham Kospi naik 0,67% sementara indeks Kosdaq berkapitalisasi kecil turun 0,24% pada awal perdagangan. Di Australia, indeks acuan S&P/ASX 200 meningkat 0,3%.

Kontrak berjangka indeks Hang Seng Hong Kong berada pada level 22.761, menunjukkan pembukaan yang lebih lemah dibandingkan penutupan terakhir HSI pada level 22.867,74.

Kontrak berjangka AS melonjak karena investor menunggu rincian lebih lanjut tentang kesepakatan perdagangan antara AS dan China.

Hal ini terjadi setelah penurunan dalam tiga indeks acuan utama di Wall Street AS pada sesi Jumat lalu.

Indeks Dow Jones Industrial Average yang terdiri dari 30 saham turun 119,07 poin, atau 0,29%, dan ditutup pada level 41.249,38. Sementara itu, indeks S&P 500 secara umum turun tipis 0,07%, ditutup pada level 5.659,91, sementara Nasdaq Composite mengakhiri sesi dengan sedikit perubahan, berakhir pada level 17.928,92.

Sebelumnya, AS dan China mengisyaratkan kesimpulan positif dari perundingan dagang berisiko tinggi ini, dengan pejabat AS menggembar-gemborkan kesepakatan untuk mengurangi defisit perdagangannya, sementara para pemimpin Tiongkok mengatakan bahwa mereka telah mencapai konsensus penting.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent mencatat bahwa pembicaraan tersebut menghasilkan banyak sekali produktivitas. Sementara itu, Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng mengatakan pernyataan bersama yang berisi "kabar baik bagi dunia" akan dirilis pada hari Senin.

Sell in May Bikin Galau Investor? Simak Strategi Aman Hadapi Gejolak Pasar

Sell in May Bikin Galau Investor? Simak Strategi Aman Hadapi Gejolak Pasar

Memasuki Mei, terdapat momentum yang menarik dicermati di pasar modal, yakni "Sell in May and Go Away." Istilah ini berasal dari tradisi lama di Inggris, di mana para pedagang dan bankir akan meninggalkan pasar selama musim panas dan kembali pada bulan September untuk menghadiri St. Leger's Day, ajang pacuan kuda di Doncaster, South Yorkshire.

Secara historis, pepatah tersebut muncul karena adanya kecenderungan pasar saham cenderung melemah pada Mei hingga Oktober. Sebaliknya, kinerja pasar dinilai lebih menguntungkan pada paruh waktu November hingga April. Meskipun strategi ini banyak dianut di pasar Barat, penerapannya di tengah kondisi global saat ini perlu ditinjau ulang.

"Namun lanskap pasar global saat ini menampilkan karakteristik yang jauh berbeda. Kita tengah berlayar di tengah samudra volatilitas yang tinggi, sebuah kondisi yang dipicu oleh serangkaian faktor kompleks dan saling terkait," ujar Head of IPOT Fund, Dody Mardiansya, dikutip Sabtu (10/5/2025).

Volatilitas Global Perluas Risiko Musiman

Volatilitas Global Perluas Risiko Musiman

Dody menyebutkan, terdapat sejumlah pemicu utama yang memperbesar ketidakpastian pasar. Mulai dari perlambatan ekonomi global, ancaman resesi, perubahan kebijakan moneter oleh berbagai bank sentral dunia, hingga meningkatnya tensi geopolitik.

Dody mengingatkan adagium "Sell in May" tidak seharusnya diterapkan secara dogmatis, melainkan harus disesuaikan dengan konteks pasar saat ini yang penuh tantangan. Menurut dia, kondisi pasar yang sangat volatil saat ini menuntut analisis yang lebih mendalam dan responsif terhadap perubahan yang terjadi.

"Meskipun catatan historis memang menunjukkan adanya pola musiman tertentu di beberapa pasar, investor tidak boleh serta-merta mengambil keputusan investasi hanya berdasarkan istilah 'Sell in May'," tegasnya.

Sumber : Liputan6.com