AS Konfirmasi Rencana Penyaluran Bantuan Gaza Lewat Swasta, PBB Pilih Tidak Terlibat

10 May 2025, 09:39 WIB
AS Konfirmasi Rencana Penyaluran Bantuan Gaza Lewat Swasta, PBB Pilih Tidak Terlibat

Amerika Serikat (AS) mengonfirmasi bahwa skema baru untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina di Jalur Gaza melalui perusahaan swasta sedang disiapkan, sementara blokade Israel terus berlangsung selama tiga bulan berturut-turut.

Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee mengatakan bahwa pusat distribusi yang dilindungi oleh kontraktor keamanan akan menyediakan makanan dan bantuan lainnya kepada lebih dari satu juta orang pada tahap awal, sebagai bagian dari upaya mencegah Hamas mencuri bantuan.

Dia membantah bahwa Israel akan ikut serta dalam pengiriman atau distribusi bantuan, namun mengatakan pasukan Israel akan mengamankan perimeter pusat-pusat distribusi tersebut.

Pernyataan ini muncul bersamaan dengan rincian rencana kontroversial yang kembali mendapat penolakan dari badan-badan PBB.

"Kami tidak akan ikut serta," kata juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Jens Laerke, kepada BBC di Jenewa. "Kami hanya akan terlibat dalam upaya yang sesuai dengan prinsip-prinsip kami."

"Tidak ada alasan untuk menerapkan sistem yang bertentangan dengan DNA organisasi kemanusiaan yang punya prinsip."

Sejak awal Maret, Israel telah memutus semua pasokan ke Jalur Gaza -- termasuk makanan, tempat tinggal, obat-obatan, dan bahan bakar -- yang menyebabkan krisis kemanusiaan bagi penduduk Palestina di sana.

Menurut OCHA, sepertiga dari dapur umum di Jalur Gaza -- salah satu dari sedikit sumber bantuan yang tersisa -- terpaksa tutup dalam dua pekan terakhir akibat kekurangan makanan dan bahan bakar.

Di antara yang tutup adalah dua dapur lapangan terakhir milik World Central Kitchen, badan amal asal AS yang sebelumnya menyediakan 133.000 porsi makanan setiap hari sebelum kehabisan bahan makanan pada Selasa lalu.

"Harga bahan pokok juga melonjak tajam di pasar lokal. Tepung 2 5kg kini dijual seharga USD 415 di Kota Gaza -- naik 30 kali lipat dibanding akhir Februari," ungkap OCHA.

Huckabee menuturkan kepada wartawan di Yerusalem bahwa Presiden Donald Trump menganggap bantuan untuk Jalur Gaza sebagai hal mendesak dan bahwa timnya ditugaskan untuk melakukan segala yang mungkin untuk mempercepat dan secepat mungkin menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat.

Israel dan AS menuduh Hamas menyalahgunakan bantuan.

"Upaya-upaya sebelumnya sering kali dibarengi dengan Hamas yang mencuri makanan yang seharusnya untuk rakyat yang kelaparan," klaim Huckabee.

PBB dan badan-badan lainnya menegaskan mereka memiliki mekanisme pengawasan yang kuat dan ketika bantuan berhasil masuk ke Jalur Gaza dalam jumlah besar, insiden penjarahan sangat minim. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan tak satu pun dari pasokan medis mereka yang dijarah selama perang.

Pemerintahan Trump sedang berupaya membangun dukungan bagi inisiatif bantuan baru ini menjelang kunjungan presiden minggu depan ke negara-negara Teluk Arab kaya yang berpotensi mendanainya.

Disebutkan bahwa sebuah organisasi non-pemerintah telah dibentuk dan distribusi bantuan tidak akan berada di bawah kendali militer Israel.

"Israel hanya akan terlibat dalam penyediaan keamanan yang diperlukan karena ini adalah zona perang. Namun, mereka tidak akan terlibat dalam distribusi makanan, bahkan tidak dalam proses membawa makanan ke Gaza," ujar Huckabee.

Organisasi yang baru dibentuk dengan nama Gaza Humanitarian Foundation (GHF) diyakini dirancang untuk tujuan ini.

Kelayakan Rencana Baru AS-Israel

Kelayakan Rencana Baru AS-Israel

Pekan lalu, Kabinet Keamanan Israel menyetujui serangan militer yang diperluas terhadap Jalur Gaza, yang dapat mencakup pemindahan paksa penduduk ke wilayah selatan, penguasaan penuh atas wilayah tersebut untuk waktu yang tidak ditentukan, serta kendali atas bantuan kemanusiaan.

Keputusan ini langsung menuai kecaman luas dari komunitas internasional. Banyak sekutu Israel mengingatkan bahwa Israel, menurut hukum internasional, wajib mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk tanpa hambatan.

Menteri Luar Negeri Inggris untuk Timur Tengah Hamish Falconer mengatakan di parlemen pada Senin (5/5) bahwa pemerintah Inggris sangat khawatir rencana Israel yang baru dapat membuat perang 19 bulan di Jalur Gaza memasuki fase baru yang berbahaya.

Soal bantuan, Falconer menyatakan, "Seperti yang disampaikan oleh PBB, sulit membayangkan bagaimana rencana Israel untuk menyalurkan bantuan melalui perusahaan swasta---jika benar diterapkan---dapat sejalan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan maupun mampu memenuhi kebutuhan yang sangat besar saat ini. Kami mendesak pemerintah Israel untuk memberikan kejelasan mengenai niat mereka. Kita harus ingat apa yang sebenarnya sedang dipertaruhkan. Prinsip-prinsip kemanusiaan sangat penting dalam setiap konflik di dunia, dan prinsip-prinsip itu harus diterapkan secara konsisten di setiap zona perang."

Pekan ini, Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff telah memberi pengarahan tertutup kepada anggota Dewan Keamanan PBB -- termasuk Inggris -- tentang rencana baru untuk melanjutkan pengiriman bantuan.

Sementara itu, media Israel melaporkan bahwa pasukan Israel telah mulai membangun pusat distribusi di Rafah, Gaza Selatan -- di "zona steril" yang dirancang bebas dari kehadiran Hamas.

Menurut laporan tersebut, bantuan akan dibagikan kepada perwakilan dari setiap keluarga yang telah melalui penyaringan keamanan dan hanya mereka yang boleh membawa bantuan bagi keluarganya. Mereka hanya boleh masuk ke pusat distribusi dengan berjalan kaki.

Pihak pertahanan Israel disebut telah memperkirakan bahwa rata-rata jumlah bantuan yang harus dibagikan adalah 70 kg per keluarga per minggu.

Militer Israel nantinya akan ditempatkan di luar pusat distribusi, memungkinkan pekerja bantuan menyalurkan makanan tanpa keterlibatan langsung tentara.

Israel dan AS berpendapat bahwa sistem baru ini akan mencegah Hamas mencuri makanan untuk kepentingannya sendiri. Dengan mencegah akses Hamas ke bantuan serta pelibatan dalam keamanan konvoi, mereka berharap dapat mengurangi pengaruh kelompok itu terhadap warga Jalur Gaza.

Namun, terdapat banyak pertanyaan mengenai kelayakan rencana tersebut. Sistem PBB saat ini menggunakan sekitar 400 titik distribusi bantuan.

Alasan PBB Tidak Ikut Serta Skema AS-Israel

Alasan PBB Tidak Ikut Serta Skema AS-Israel

Dalam pengarahan PBB di Jenewa, para pejabat pengelola bantuan mengatakan mereka telah melakukan analisis menyeluruh sebelum memutuskan untuk tidak ikut serta dalam skema AS-Israel.

Juru bicara UNICEF James Elder mengatakan bahwa rencana yang telah dipaparkan justru akan menyebabkan lebih banyak anak-anak yang menderita, bukan lebih sedikit. Dia mencatat bahwa warga sipil harus menempuh perjalanan ke zona militer untuk menerima bantuan, yang berarti kelompok paling rentan -- anak-anak dan lansia -- akan kesulitan menjangkaunya.

Keputusan untuk menempatkan seluruh titik distribusi di wilayah selatan, menurut Elder, dirancang untuk menggunakan bantuan sebagai umpan guna kembali memaksa warga Jalur Gaza mengungsi. PBB mengatakan 90 persen populasi telah mengungsi selama perang, bahkan berkali-kali.

Rencana yang telah dibahas dengan badan-badan PBB itu hanya memperkirakan 60 truk bantuan masuk setiap hari -- jauh di bawah jumlah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan hanya sepersepuluh dari jumlah yang masuk setiap hari selama jeda dua bulan sebelumnya.

Jens Laerke dari OCHA menyatakan bahwa, secara singkat, proposal yang diajukan Israel tidak memenuhi standar minimum untuk bantuan kemanusiaan yang berlandaskan prinsip.

Para analis menilai bahwa kebuntuan saat ini soal bantuan untuk Jalur Gaza bukan hanya ancaman eksistensial bagi operasi kemanusiaan besar-besaran PBB di wilayah Palestina tersebut, namun juga dapat berdampak terhadap kerja lembaga itu di masa depan.

Jika PBB menyetujui skema yang mengakomodasi tuntutan militer dari satu pihak dalam konflik maka persepsi akan netralitas dan imparsialitas PBB dapat rusak, serta menciptakan preseden berbahaya yang mendorong tuntutan serupa di zona konflik lain tempat mereka beroperasi.

PBB dan lembaga bantuan lainnya mengungkapkan bahwa saat ini mereka memiliki berton-ton pasokan bantuan yang menumpuk di dekat perbatasan Jalur Gaza dan siap dikirimkan, jika saja Israel mengizinkannya.

Perang terbaru di Jalur Gaza dipicu oleh serangan yang dipimpin Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023, yang diklaim Israel menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang. Sebanyak 59 orang masih ditahan dan diperkirakan 24 di antaranya masih hidup.

Menurut otoritas kesehatan Jalur Gaza, serangan militer Israel sejak hari yang sama telah menewaskan lebih dari 52.700 orang, yang sebagian besar adalah perempuan, anak-anak, dan lansia.

Sumber : Liputan6.com