Profil Sirkus OCI yang Disorot Usai Dugaan Eksploitasi, Tidak Terkait dengan Taman Safari?

19 April 2025, 14:30 WIB
Profil Sirkus OCI yang Disorot Usai Dugaan Eksploitasi, Tidak Terkait dengan Taman Safari?

Nama Oriental Circus Indonesia (OCI) tenggah berada di pusat lampu sorot atensi publik setelah mantan pemain sirkusnya melayangkan tudukan eksploitasi. Selama puluhan tahun, OCI telah mempersembahkan atraksi akrobatik dan sulap yang memukau.

Melansir merdeka.com, perjalanan OCI dimulai sejak 1963 ketika didirikan Hadi Manansang, seorang pemain akrobat dari Shanghai, China. Grup sirkus ini awalnya bernama Bintang Akrobat dan Gadis Plastik. Namanya kemudian berganti jadi Oriental Show pada 1964 dan akhirnya jadi Oriental Circus Indonesia tahun 1972.

OCI, yang berada di bawah naungan Pusat Pemberitaan ABRI, sering diundang untuk menggelar pertunjukan keliling, menghibur anggota ABRI dan masyarakat luas pasca-gejolak politik. Masa kejayaannya tercatat di era 90-an. Saat itu, OCI dikenal dengan pertunjukan akrobatik, sulap, dan atraksi hewan yang spektakuler.

Mereka bahkan pernah tampil di berbagai negara, seperti China, Inggris, dan Amerika Serikat (AS). Puncak perayaan 50 tahun OCI ditandai dengan pertunjukan "The Great 50 Show" pada 2018. Itu sekaligus jadi pertunjukan yang menandai penghentian penggunaan satwa dalam atraksi mereka dan beralih ke teknologi modern, seperti drone dan video mapping.

Kini, dugaan eksploitasi pemain sirkus OCI turut menyeret nama Taman Safari. Namun, penerus OCI, Tony Sumampau, dengan tegas membantah keterkaitan antara OCI dan Taman Safari Indonesia, kendati keduanya dirintis keluarga Manansang.

"Hubungan legal nggak ada, hubungan uang nggak ada, nggak ada sumber masuk dari OCI ke Safari, nggak ada. Nggak ada ide orang OCI bangun Taman Safari, nggak ada," katanya, lapor kanal News Liputan6.com, Kamis. 17 April 2025.

Dibangunnya Taman Safari Indonesia

Dibangunnya Taman Safari Indonesia

Tony menekankan bahwa Taman Safari Indonesia (TSI) dibangun jauh setelah ia kembali dari Australia pada akhir 1970-an. Saat itu, ia tengah menjalani pengobatan pasca-cedera akibat digigit harimau. Di Australia, Tony sempat membantu melatih hewan di African Lion Safari, yang kemudian menginspirasi pendirian TSI.

"Karena ide saya waktu itu, pernah bekerja di situ, saya pakai nama itu, ternyata namanya panjang, African Lions Safari. Malah bisa lebih panjang lagi, African Lions Country. Lama-lama, baru dikatakan pakai nama Barat, kenapa tidak lokal. Itu (tahun) 91 baru diganti jadi Taman Safari," ujar dia.

Tony menjelaskan, OCI awalnya berfokus pada pertunjukan akrobat keliling, menghibur tentara di berbagai daerah. Mereka kemudian bertransformasi jadi sirkus pada 1971 setelah mendatangkan hewan dari Taman Sriwedari di Solo.

"Jadi kita banyak keliling, akhirnya dibentuklah akrobat, dari akrobat itu dibentuklah dari 71, masuklah sirkus India, Royal India Circus, kita ambruk karena mereka sudah punya hewan, kita nggak punya hewan," ujar Tony

Melibatkan Anak-Anak Panti Asuhan

Melibatkan Anak-Anak Panti Asuhan

OCI melibatkan anak-anak panti asuhan dalam pertunjukan mereka. Orang tua Tony, yang aktif dalam sirkus, biasa menampung anak-anak dan menjadikan mereka bagian dari keluarga besar.

"Jadi dari bayi entah anaknya siapa itu, ternyata waktu saya tanya, 'Ini anak dari mana?' katanya anak dari panti asuhan. 'Panti asuhannya di mana?' 'Di daerah dekat Kalijodo.' 'Kenapa diambil?', dia bilang 'Saya suka sumbang, sumbang uang untuk panti asuhan.' Nah kadang-kadang dibawa juga ke sini kalau di sana penuh anak-anak," kata Tony.

Di sisi lain, Wakil Menteri HAM Mugiyanto telah menemui mantan pemain OCI di kantornya, Selasa, 15 April 2025. "Kami akan lakukan secepatnya (pemanggilan pihak OCI), karena salah satu upayanya memang mencegah supaya praktik yang sekarang terjadi itu tidak terjadi lagi, dan itu harus cepat," sebutnya.

"Jadi ya mudah-mudahan dalam minggu-minggu ke depan kita sudah bisa lakukan," ia menambahkan. Di pertemuan itu, Mugiyanto mengaku mendengarkan langsung testimoni para korban yang dinilainya sangat miris. Bukan hanya mengalami dugaan kekerasan, tapi juga pelanggaran HAM.

Harus Menghormati HAM

Harus Menghormati HAM

Beberapa korban bahkan mengaku tidak mengetahui asal-usul dan keluarga mereka karena direkrut sejak anak-anak dan dibawa keliling dunia tanpa dokumen resmi. "Ada kemungkinan banyak sekali tindak pidana yang terjadi di sana," ujar Mugiyanto.

"Banyak kekerasannya. Ada aspek-aspek yang penting juga yang mungkin orang tidak pikirkan, itu soal identitas mereka, padahal identitas seseorang itu adalah hak dasar. Mereka tidak tahu asal-usulnya," imbuhnya.

Mugiyanto mengaku pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Komnas HAM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), serta lembaga terkait lainnya untuk menindaklanjuti laporan para korban. "Semua jalan harus diambil supaya hak-hak korban dipenuhi dan peristiwa seperti ini jangan terjadi lagi," ujar dia.

OCI, kata dia, harus tunduk pada prinsip-prinsip HAM sesuai Guiding Principles on Business and Human Rights yang telah diadopsi pemerintah melalui Strategi Nasional Bisnis dan HAM sejak 2022. "Di situ ditegaskan bahwa praktik bisnis, apapun bisnis itu harus menghormati hak asasi manusia," tegasnya.

<p>Aksi penganiayaan terus bertambah (liputan6.com/abdillah)</p>
Sumber : Liputan6.com