Makna Sejati Idul Fitri Menurut Ustadz Adi Hidayat, Bukan Pakaian Bagus dan Enaknya Makanan

28 March 2025, 16:00 WIB
Makna Sejati Idul Fitri Menurut Ustadz Adi Hidayat, Bukan Pakaian Bagus dan Enaknya Makanan

Idul Fitri sering kali dikaitkan dengan pakaian baru dan hidangan lezat yang tersaji di meja makan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama di banyak tempat, termasuk di Indonesia. Namun, benarkah inti dari Idul Fitri hanya sebatas itu?

Banyak orang menganggap bahwa merayakan Idul Fitri harus dengan mengenakan pakaian terbaik dan menikmati makanan yang paling enak. Seakan-akan, semakin mewah perayaan, semakin sempurna kebahagiaan yang dirasakan.

Pendakwah muda Ustadz Adi Hidayat (UAH) memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang makna sejati dari Idul Fitri. Menurutnya, Idul Fitri bukan diukur dari tampilan fisik, melainkan dari sejauh mana seseorang mengalami peningkatan dalam ketakwaan.

"Dalam Islam, Idul Fitri bukan tentang seberapa bagus pakaian yang dikenakan atau seberapa lezat makanan yang dinikmati. Hakikatnya adalah bagaimana seseorang mengalami peningkatan dalam ketakwaan dan semakin dekat dengan Allah," ujar UAH dalam ceramahnya dikutip dari kanal YouTube @IslamAlMubarok.

Menurut UAH, seorang Muslim yang benar-benar mendapatkan kemenangan di hari raya bukanlah yang sekadar merayakan dengan kemewahan, melainkan yang mendapatkan tambahan hidayah dalam kehidupannya.

Ia juga menekankan pentingnya rasa syukur setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh. Idul Fitri bukan hanya tentang berbuka dengan makanan enak, tetapi juga tentang meningkatkan rasa syukur kepada Allah.

Orang Berfikir Duniawi

Orang Berfikir Duniawi

"Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa setelah selesai menjalankan puasa, kita diperintahkan untuk memperbanyak syukur. Itulah tanda bahwa seseorang benar-benar merasakan kemenangan di hari yang fitri," jelas UAH.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali orang lebih fokus pada hal-hal lahiriah dalam merayakan Idul Fitri. Padahal, esensi dari hari raya ini lebih pada aspek spiritual dan hubungan dengan Allah.

Orang yang merayakan Idul Fitri dengan penuh kesederhanaan tetapi memiliki ketakwaan yang meningkat, sejatinya lebih beruntung dibandingkan mereka yang hanya fokus pada hal-hal duniawi.

Dalam Islam, kemenangan sejati bukan diukur dari harta atau kemewahan, tetapi dari seberapa besar seseorang mampu memperbaiki dirinya setelah Ramadhan berlalu.

Banyak orang yang berhasil menahan diri selama Ramadhan, tetapi setelahnya kembali ke kebiasaan buruk. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah yang dilakukan belum benar-benar membekas dalam diri mereka.

Sebaliknya, ada orang yang mungkin hidup dalam kesederhanaan, tetapi setelah Ramadhan berakhir, ibadahnya semakin meningkat dan hatinya semakin dekat dengan Allah.

Idul Fitri Jadi Momen Refleksi

Idul Fitri Jadi Momen Refleksi

Idul Fitri seharusnya menjadi momen refleksi bagi setiap Muslim untuk melihat sejauh mana perubahan yang terjadi dalam dirinya setelah sebulan penuh beribadah.

Jika setelah Ramadhan seseorang tetap istiqamah dalam kebaikan, itu pertanda bahwa puasanya benar-benar memberikan pengaruh positif.

Namun, jika setelah Ramadhan seseorang justru kembali ke kebiasaan buruk, maka bisa jadi ibadahnya selama sebulan penuh hanya sebatas ritual tanpa makna.

UAH mengajak setiap Muslim untuk menjadikan Idul Fitri sebagai momentum meningkatkan ketakwaan, bukan sekadar ajang berpesta dan berfoya-foya.

Dengan pemahaman yang benar, seseorang akan lebih menghargai makna Idul Fitri dan tidak terjebak dalam kebiasaan yang hanya bersifat duniawi.

Sebagai penutup, UAH mengingatkan bahwa kemenangan sejati bukan terletak pada apa yang terlihat dari luar, tetapi pada kebersihan hati dan kedekatan seseorang dengan Allah setelah Ramadhan berakhir.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Simak Video Pilihan Ini:

Sumber : Liputan6.com