Kesehatan Mental Perempuan, Kunci Kesejahteraan Keluarga dan Masyarakat
21 March 2025, 20:26 WIB:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4947695/original/031236500_1726722294-pexels-claud-lina-1891016-3523107.jpg)
Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan, Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi mengungkapkan bahwa kesehatan mental perempuan merupakan pondasi keluarga. Dengan beragam peran yang dimiliki perempuan mulai dari sebagai pekerja, pengasuh, dan pemimpin maka kesehatan mental mereka berdampak luas. Sehingga ketika perempuan memiliki mental yang sehat bukan hanya berdampak pada diri sendiri, tetapi juga keluarga dan komunitas.
Ketika perempuan sehat mental, kata Imran, maka lebih mampu berkontribusi pada pertumbuhan sosial dan ekonomi.
"Oleh karena itu, mendukung kesehatan mental perempuan adalah investasi dalam masa depan yang lebih inklusif dan sejahtera," kata Imran dalam peringatan Hari Perempuan Sedunia yang tahun ini mengusung tema "Accelerate Action" atau "Percepat Aksi,".
Meski kesehatan mental perempuan penting, faktanya masih banyak tantangan yang harus dihadapi perempuan. Paling tidak tiga aspek berikut:
1. Tingginya Beban Gangguan Mental pada Perempuan
Menurut WHO, perempuan memiliki risiko dua kali lebih tinggi mengalami depresi dibanding laki-laki. Sayangnya, akses layanan kesehatan mental masih terbatas, terutama di negara berkembang dan daerah terpencil. Belum lagi, pandemi COVID-19 juga memperburuk kondisi ini, dengan lonjakan gangguan kecemasan dan depresi hingga 25%.
2. Ketidaksetaraan Gender dalam Akses Kesehatan Mental
Banyak perempuan menghadapi hambatan ekonomi, stigma sosial, dan ketimpangan struktural dalam mendapatkan layanan kesehatan mental. "Perempuan yang menghadapi stigma sosial, baik karena status sosial, pekerjaan, atau kondisi kesehatan mental mereka, sering kali merasa terisolasi. Hal ini memperburuk kondisi mental mereka dan menghambat pencarian bantuan," kata Imran.
Advertisement
3. Dampak Stres Multi-Peran
Perempuan sering kali menjalankan peran ganda sebagai pekerja, pengasuh, dan pencari nafkah bahkan tulang punggung keluarga.
"Beban ganda atau bahkan multi-peran yang dijalankan perempuan membuat mereka lebih rentan terhadap gangguan mental, termasuk kecemasan, depresi, dan kelelahan emosional," kata Imran.
Belum lagi dengan ketidakpastian ekonomi dan perubahan iklim juga memperburuk kondisi mental, terutama bagi yang berada di komunitas rentan.
Advertisement
Harus Apa untuk Dukung Kesehatan Mental Perempuan?
Melihat realita yang dihadapi perempuan, Imran menyebut perlu ada dukungan terhadpa kesehatan mental perempuan. Paling tidak lewat empat aspek berikut.
Pertama, peningkatan akses ke layanan kesehatan mental. Pemerintah serta organisasi non-pemerintah perlu menyediakan layanan kesehatan mental yang lebih mudah diakses.Kabar baiknya, pemerintah menargetkan semua puskesmas memberikan layanan kesehatan jiwa pada 2027.
"Saat ini 40 persen Puskesmas yang mampu memberikan layanan jiwa," kata Imran.
Kedua, penghapusan stigma dan meningkatkan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental perempuan.
Pendekatan Holistik
Ketiga, pendekatan holistik untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan. Untuk memiliki kesehatan mental yang baik bukan hanya dari layanan kesehatan mental saja penting juga diselaraskan dengan pemberdayaan ekonomi, pendidikan, dan penguatan hak-hak perempuan.
Keempat, membentuk komunitas yang mendukung dan program pemberdayaan perempuan dapat membantu mengurangi rasa isolasi sosial dan mendukung kesehatan mental kaum hawa.
"Hari Perempuan Sedunia 2025 menggarisbawahi pentingnya percepatan aksi dalam mengatasi tantangan kesehatan mental perempuan. Dengan fokus yang lebih mendalam dan komprehensif pada isu ini, kita dapat membantu menciptakan dunia yang lebih setara dan berdaya bagi semua Perempuan di Indonesia untuk mencapai Indonesia Emas 2045," pungkas Imran.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4766742/original/079246000_1709898088-240305_INFOGRAFIS_LIFESTYLE__Sejarah_Hari_Perempuan_Internasional_S_1080_x_1080.jpg)