Rupiah Perkasa terhadap Dolar AS di Tengah Gonjang Ganjing Tarif Dagang Donald Trump

12 February 2025, 16:45 WIB
Rupiah Perkasa terhadap Dolar AS di Tengah Gonjang Ganjing Tarif Dagang Donald Trump

Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi mengungkapkan Rupiah ditutup menguat 7 poin terhadap dolar AS (USD), setelah sempat menguat 35 poin di level 16.376 dari penutupan sebelumnya di level 16.327.

"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp.16.360 - Rp.16.430," ungkap Ibrahim dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (12/2/2025).

"Investor masih mencerna pengenaan tarif perdagangan yang lebih tinggi oleh Presiden Donald Trump minggu ini, yang diperkirakan berpotensi mendukung inflasi dan membebani pertumbuhan ekonomi dalam beberapa bulan mendatang," ia menambahkan.

Presiden AS Donald Trump telah mengisyaratkan niat untuk mengenakan lebih banyak tarif. Sementara itu, Ketua Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell semakin menurunkan harapan untuk penurunan suku bunga.

Kepada Komite Perbankan Senat, Powell mengatakan, bank sentral AS tidak terburu-buru untuk memangkas suku bunga, mengingat the Fed telah memangkas suku bunga sebesar 1% pada 2024, dan ekonomi tetap kuat.

Komentar Powell menggemakan komentar dari pertemuan kebijakan Januari, di mana bank sentral mempertahankan suku bunga dan mengisyaratkan sedikit niat untuk memangkas suku bunga lebih lanjut dalam waktu dekat.

Pada Rabu, 12 Februair 2025, Ketua The Fed akan bersaksi di hadapan Kongres AS, di mana mungkin akan ditanyai tentang dampak kebijakan Donald Trump terhadap ekonomi dan inflasi. Beberapa anggota Fed telah memperingatkan tarif dagang Trump dapat mendukung inflasi.

"Sebelum kesaksian Powell, data inflasi indeks harga konsumen untuk bulan Januari juga akan dirilis pada hari Rabu. Analis Goldman Sachs mengatakan mereka memperkirakan CPI inti akan sedikit di atas konsensus, yang menunjukkan bahwa inflasi tetap stabil," Ibrahim menyoroti.

Ekonomi RI Diramal Stabil pada Kuartal I 2025

Ekonomi RI Diramal Stabil pada Kuartal I 2025

Perekonomian Indonesia pada kuartal I 2025 diperkirakan tetap stabil dengan pertumbuhan sekitar 4,98% hingga 5%. Salah satu faktor pendorong utama pencapaian tersebut adalah konsumsi domestik dan investasi.

"Ekonomi domestik perlu diperkuat agar bisa memitigasi dampak yang ditimbulkan dari faktor eksternal," kata Ibrahim.

Menurut dia, dukungan kebijakan untuk kelas menengah, juga penting untuk memperkuat ekonomi konsumsi yang masih cenderung stagnan, terbukti dari kondisi net bank balance masih negatif.

"Ini menunjukkan bahwa konsumen telah menghabiskan tabungan mereka untuk mempertahankan tingkat konsumsi saat ini, yang tidak bisa berlangsung terus-menerus. Fenomena ini terjadi khususnya di rumah tangga kalangan menengah ke bawah," jelasnya.

Program-program Pemerintah

Adapun tahun ini terdapat beberapa program yang sudah mulai dijalankan pemerintah. Misal, makan bergizi gratis (MBG), kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 6,5%, sejumlah paket stimulus seperti diskon listrik 50% selama dua bulan (Januari-Februari 2025) bagi pelanggan listrik dengan daya listrik terpasang hingga 2.200 VA, kebijakan untuk UMKM, dan lainnya.

Sejalan itu, pada kuartal I 2025 juga ada momentum Ramadan, yang biasanya mendorong laju konsumsi rumah tangga.

"Meski begitu, program MBG yang sudah mulai dijalankan belum terlihat dampaknya secara signifikan. Pasalnya program ini juga masih bertahap dan belum terealisasi 100%. Memang program MBG akan mendorong sektor-sektor terkait, seperti logistik, packaging, makanan dan minuman. Namun karena belum berjalan maksimal, program tersebut hanya akan menyumbang 0,1% terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025," ujar Ibrahim.

"Disamping itu, kinerja ekspor juga diperkirakan masih stagnan pertumbuhannya, dan akan tumbuh melambat dibandingkan dengan impor. Kejadian serupa terjadi pada tahun lalu, yang mana impor justru menghambat dorongan pertumbuhan ekonomi di tahun tersebut," ia menambahkan.

Perang Dagang AS-China, Apa Dampaknya ke Rupiah?

Perang Dagang AS-China, Apa Dampaknya ke Rupiah?

Sebelumnya, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) Bank Indonesia, Juli Budi Winantya, menilai dampak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China bisa mempengaruhi nilai tukar mata uang global, termasuk Rupiah.

Oleh karena itu, Bank Indonesia berkomitmen untuk mengatasi fluktuasi yang terjadi akibat perang dagang menggunakan beberapa instrumen kebijakan.

"Bank Indonesia selalu menyampaikan bahwa stabilitas milik tukar ini adalah salah satu faktor yang terus kita jaga, dan ini dilakukan melalui beberapa instrumen," kata Juli dalam Media Briefing di Aceh, Jumat (7/2/2025).

Adapun instrumen pertama Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar, yakni melakukan intervensi di pasar ekspor dengan cara menyediakan pasokan valas (valuta asing) untuk mengurangi volatilitas nilai tukar.

Langkah ini diambil untuk menstabilkan Rupiah, terutama ketika terjadi pergerakan yang tajam atau spekulasi yang berlebihan terhadap dolar AS.

"Kita melakukan intervensi di pasar ekspor, jadi menggunakan instrumen intervensi, jadi apabila ada pemberitaan dolar yang berlebihan, Bank Indonesia masuk ke situ, melakukan suplai valas dengan tujuan untuk mengurangi volatilitas dari nilai tukar," ujarnya. Kedua, Bank Indonesia akan melakukan intervensi di pasar forward menggunakan instrumen domestik non-deliverable forward (DNDF). Instrumen ini membantu mengatur ekspektasi pasar terhadap pergerakan nilai tukar di masa depan.

"Kemudian intervensi itu juga dilakukan di pasar forward, dengan domestic non-deliverable forward," katanya.

Ketiga, Bank Indonesia turut aktif dalam membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk mendukung likuiditas di pasar keuangan domestik. Kebijakan ini juga berperan dalam menjaga stabilitas pasar keuangan Indonesia.

"Juga dilakukan dengan cara pembelian SBN di pasar sekunder. Jadi, itu secara umum instrumen atau kebijakan yang kita lakukan," ujarnya.

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Juli menjelaskan, Bank Indonesia memprediksi angka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 4,7 hingga 5,5 persen.

Proyeksi ini mencerminkan perkiraan kondisi ekonomi ke depan, namun bukanlah target yang pasti. Bank Indonesia tidak menetapkan angka pertumbuhan ekonomi, melainkan lebih kepada upaya untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu diambil agar perekonomian tetap tumbuh secara stabil.

"Terkait dengan tadi 4,7 sampai 5,5 kisaran pertumbuhan ekonomi, itu adalah proyeksi, jadi perkiraan. Bank Indonesia tidak menargetkan pertumbuhan ekonomi, tetapi kita melihat perkiraan ekonomi ke depan seperti apa," jelasnya.

Sebagai salah satu langkah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia telah menurunkan BI-rate, yaitu suku bunga acuan, dengan tujuan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia agar tetap sehat dan berkelanjutan di tengah ketidakpastian global.

"Kemarin menurunkan BI-rate agar pertumbuhan Indonesia tetap baik dan sustain ke depannya," ujar Juli.

<p>Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)</p>
Sumber : Liputan6.com