Petani di Prancis Gelar Protes hingga Blokade Jalanan, Ini Alasannya
17 December 2025, 14:11 WIB
Gelombang protes petani kembali mengguncang Prancis. Ratusan petani memimpin penentangan terhadap rencana perjanjian perdagangan bebas antara Uni Eropa dan blok Mercosur yang mencakup Brasil, Argentina, Uruguay, Paraguay, dan Bolivia.
Tekanan dari sektor pertanian Prancis itu dinilai berpotensi menunda ratifikasi kesepakatan dagang transatlantik yang telah dirundingkan selama lebih dari dua dekade, dikutip dari laman France24, Rabu (17/12/2025).
Sepanjang pekan ini, para petani turun ke jalan dengan mengerahkan traktor-traktor besar untuk memblokir jalan raya dan membangun barikade darurat. Aksi tersebut merupakan metode protes yang kerap digunakan petani Prancis dan terbukti efektif dalam menekan pemerintah hingga memperoleh konsesi kebijakan.
Para petani menolak kesepakatan UE--Mercosur yang dirancang untuk secara bertahap menghapus hampir seluruh tarif bea masuk atas perdagangan barang antara kedua blok dalam kurun 15 tahun. Mereka khawatir, liberalisasi perdagangan itu akan membuka pintu bagi produk pertanian Amerika Selatan yang lebih murah dan menekan daya saing petani Eropa, khususnya di Prancis.
Jika diratifikasi, perjanjian tersebut akan mencakup pasar sekitar 780 juta penduduk dan mewakili hampir seperempat dari produk domestik bruto global.
Namun, di tengah penolakan yang meluas, Parlemen Eropa pada Selasa tetap memberikan suara untuk melanjutkan proses kesepakatan dengan menambahkan sejumlah perlindungan baru serta menyetujui konsesi bagi petani yang diusulkan Komisi Eropa.
Meski demikian, peluang penundaan masih terbuka lebar. Pemerintah Prancis menyatakan setidaknya tiga tuntutan utama Paris belum terpenuhi, sehingga sikap resmi Prancis terhadap ratifikasi tetap kritis.
Di Prancis, negara dengan sektor pertanian yang sangat berpengaruh di Uni Eropa, penolakan terhadap kesepakatan Mercosur bercampur dengan kemarahan atas kebijakan pemerintah dalam menangani wabah penyakit sapi. Otoritas setempat memerintahkan pemusnahan ternak yang terinfeksi penyakit kulit berbenjol, penyakit virus yang sebelumnya banyak ditemukan di Afrika sub-Sahara dan ditularkan melalui gigitan serangga. Kebijakan ini memicu keresahan tambahan di kalangan petani.
Petani Hadapi Sejumlah Tantangan
Berbicara kepada Associated Press dari sebuah blokade traktor di jalan raya menuju Paris, calon petani Loic Rivire mengatakan ia kini berjuang untuk mewujudkan ambisinya membangun usaha pertanian sendiri di sektor serealia atau sayuran.
"Kami ingin melindungi masa depan kami," ujar Rivire.
"Tantangan yang kami hadapi jauh lebih berat dibanding generasi orang tua kami. Persaingan makin ketat, globalisasi semakin luas, dan penyakit tanaman serta hewan semakin banyak."
Rivire mengatakan sekitar 30 traktor memblokir jalan nasional RN12 menuju Paris dalam aksi yang ia ikuti pada Selasa. Di sejumlah wilayah lain, media Prancis melaporkan petani menumpuk kentang, ban, jerami, dan berbagai material lain untuk membangun barikade. Beberapa di antaranya dibakar, menghasilkan gambar dramatis api dan asap yang memperkuat kesan kemarahan di wilayah pedesaan, meski sebagian aksi berlangsung dalam skala kecil dan tersebar.
"Petani Prancis dikenal vokal dan tidak segan menunjukkan ketidakpuasan," kata Rivire. "Kami punya traktor, ukurannya besar dan sangat terlihat."
Menurutnya, banyak pengendara yang melintas menunjukkan dukungan dengan membunyikan klakson. "Suasananya justru terasa positif," ujarnya.
Para petani, lanjut Rivire, merasa aspirasi mereka selama ini diabaikan. "Apa yang kami lakukan adalah fondasi kehidupan, tetapi kami terus dihadapkan pada berbagai hambatan," katanya.
Sebagian petani berencana melanjutkan aksi dengan bergabung dalam pawai menuju Brussel, Belgia, bertepatan dengan pertemuan para pemimpin Uni Eropa dalam KTT yang akan membahas perjanjian UE--Mercosur serta isu pendanaan untuk Ukraina.