Potret Miris Pelajar di Lampung Timur: Bertaruh Nyawa Menyeberangi Sungai dengan Rakit Bambu Demi Sekolah
08 December 2025, 16:26 WIB
Akses pendidikan masih menjadi persoalan pelik di sejumlah daerah. Seperti yang dialami pelajar di Desa Tri Sinar, Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur, Lampung. Tak memiliki kendaraan dan akses jembatan yang layak, mereka terpaksa mempertaruhkan nyawa menyeberangi sungai menggunakan rakit bambu. Setiap hari demi bisa sampai ke sekolah tepat waktu.
Aktivitas itu sudah berlangsung belasan tahun. Setiap pagi sejak subuh, para pelajar bergantian naik rakit berkapasitas tiga orang dewasa, hanya bertumpu pada seutas tali penyeberangan.
Sungai yang mereka lintasi memiliki kedalaman hingga belasan meter. Jika terpeleset sedikit saja, nyawa melayang.
"Kalau tidak pakai rakit, mereka harus berjalan kaki sekitar 10 kilometer," kata Kepala MTS Ma'arif Darul Rahman Melaris, Desy Anggraini, Senin (8/12/2025).
Pilihan itu jelas bukan tanpa risiko. Saat musim hujan, arus sungai meningkat dan pijakan menjadi licin. Tak jarang, pelajar datang dengan seragam basah karena tercebur ke sungai. Namun semua itu rela mereka lakukan demi menuntut ilmu.
"Rata-rata murid yang tinggal di seberang masih mengandalkan rakit. Ada sebagian yang sudah bisa naik motor, tapi harus memutar sangat jauh. Kalau hujan deras, kami kasih toleransi libur. Tapi kalau telat, sampai jam 9 masih kami terima," jelas Desy.
Babinsa Desa Tri Sinar, Serda Saiful Setiawan, hampir setiap hari berjaga mengawasi penyebrangan para pelajar.
"Kalau saya tidak piket, saya pasti ke sini menunggu anak-anak sampai pulang," katanya.
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5436813/original/079566500_1765185994-pelajar_di_lampung_gunakan_rakit_untuk_sekolah.jpg)
15 Tahun Menanti Perhatian Pemerintah
Penduduk setempat mengaku sudah 15 tahun merasakan kondisi serba darurat tersebut. Marwoto (55), warga Tri Sinar mengatakan, rakit menjadi satu-satunya sarana transportasi bagi warga kurang mampu.
"Saya setiap hari pakai rakit ini karena tidak punya motor. Kebun saya di seberang. Yang saya khawatirkan itu anak sekolah yang kurang mampu. Mereka terpaksa menyeberang pakai rakit karena lebih dekat," ujarnya.
Warga berharap pemerintah turun tangan membangun jembatan penghubung yang telah lama diimpikan. Bagi mereka, jembatan bukan sekadar fasilitas, melainkan penyelamat masa depan generasi muda di desa itu.
"Kami ingin anak-anak bisa sekolah tanpa harus mempertaruhkan nyawa," ungkapnya.
Potret pelajar di Lampung Timur harus bertaruh nyawa menyebrangi sungai menggunakan rakit untuk berangkat sekolah.