RS di Indonesia Wajib Laporkan Indikator Inklusi Secara Daring, Minimal Punya 5 Sarana Ramah Disabilitas

13 September 2025, 11:00 WIB
RS di Indonesia Wajib Laporkan Indikator Inklusi Secara Daring, Minimal Punya 5 Sarana Ramah Disabilitas

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya menghadirkan layanan kesehatan yang inklusif bagi penyandang disabilitas.

Upaya ini diwujudkan melalui penerapan indikator rumah sakit ramah disabilitas yang wajib dilaporkan seluruh rumah sakit di Indonesia secara berkala melalui aplikasi RS Online.

Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Sunarto, menekankan pentingnya kesetaraan akses layanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Rumah sakit harus mampu melayani semua generasi dan kondisi, termasuk penyandang disabilitas.

"Indikator ini merupakan bagian dari target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional). Kami berharap setiap rumah sakit mengisi dan memperbarui data secara rutin melalui RS Online," ujarnya dalam webinar Sosialisasi Pelaporan RS Ramah Disabilitas, Rabu (10/9/2025).

Senada dengan Sunarto, Ketua Tim Kerja Tata Kelola Pelayanan Rumah Sakit Kemenkes, Astri Hernasari, menjelaskan bahwa rumah sakit ramah disabilitas didefinisikan sebagai rumah sakit yang menyediakan akses layanan kesehatan sesuai standar.

"Minimal harus ada lima dari tujuh sarana inklusif, mulai dari toilet khusus, kursi roda, area parkir disabilitas, hingga alur antrean dan media komunikasi yang aksesibel," paparnya mengutip Indonesia.go.id.

Astri menambahkan, laporan capaian indikator wajib disampaikan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Pemerintah menargetkan 40 persen rumah sakit di Indonesia ramah disabilitas pada 2025, dan meningkat hingga 80 persen pada 2029.

Untuk memastikan kepatuhan, Kemenkes akan memberikan umpan balik kepada pemerintah daerah setiap tiga bulan.

"Dengan kebijakan ini, kami berharap layanan kesehatan ramah disabilitas dapat terwujud merata di seluruh Indonesia," harap Astri.

Pentingnya Nilai Keterjangkauan

Pada 2022, Tim Kerja Standarisasi Klinis Pelayanan Kesehatan Rujukan, Dit Yankes Rujukan Kementerian Kesehatan, Nani Hidayanti mengatakan bahwa di Indonesia belum banyak rumah sakit yang ramah disabilitas.

Sebagai salah satu area pelayanan publik (masyarakat umum), rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan yang baik bagi penyandang disabilitas (para difabel), lanjutnya.

"Permasalahan yang umum, sebagaimana juga area layanan publik lain, salah satunya belum banyak rumah sakit yang 'ramah' terhadap penyandang disabilitas," kata Nani mengutip keterangan pers Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Selasa (26/7/2022).

Padahal, keterjangkauan merupakan suatu hal yang mutlak dipenuhi ketika berbicara tentang bagaimana seorang penyandang disabilitas memerlukan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Oleh karena beragamnya jenis disabilitas, lanjut Nani, pendekatan keterjangkauan bagi setiap penyandang disabilitas akan berbeda pula.

Nani mencontohkan, penyandang Tuli memerlukan sistem penunjang keterjangkauan yang lebih kompleks, karena keterbatasan mereka di dalam hal mendengar dan berkomunikasi secara verbal (bahasa lisan).

Ini akan menjadi penghalang besar dalam memberikan pelayanan seperti pendaftaran sebagai pasien, komunikasi dengan petugas kesehatan, hingga dalam menunggu antrean pelayanan.

Menurutnya, penyandang disabilitas memiliki hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi yang bisa dicapai tanpa diskriminasi karena kondisi disabilitas.

Aksesibilitas yang Perlu Ada di Rumah Sakit

Para penyandang disabilitas seharusnya dapat mengakses pelayanan kesehatan yang peka terhadap gender, termasuk rehabilitasi yang terkait dengan kesehatan.

Selain itu, ungkap Nani, setiap fasilitas kesehatan perlu memerhatikan dan menyediakan layanan aksesibilitas fisik antara lain rambu atau tangga landai (ramp), pintu yang mudah diakses, toilet khusus, tempat parkir yang luas, jalur pemandu, lift atau eskalator serta keamanan lingkungan. Perlu pula fasilitas aksesibilitas non fisik seperti ketersediaan informasi.

Yang tak kalah penting adalah komunikasi dan teknologi yang dapat digunakan atau dipahami penyandang disabilitas, layanan communication support, petugas kesehatan yang mampu melayani penyandang disabilitas, dan pelayanan kesehatan komprehensif dan terintegrasi.

Nani berharap hak penyandang disabilitas terpenuhi, termasuk dalam aksesibilitas pelayanan kesehatan dengan peningkatan kerja sama secara kolaboratif lintas sektor. Termasuk Kementerian Kesehatan, pimpinan RS, Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, BPJS, Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan dan lain-lain.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Sumber : Liputan6.com