Prancis Kembali Ganti Perdana Menteri, Sebastien Lecornu Jadi yang Kelima dalam Dua Tahun
10 September 2025, 13:02 WIB:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5344202/original/009959700_1757480816-Untitled.jpg)
Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Selasa (9/9/2025) menunjuk Menteri Pertahanan Sebastien Lecornu (39) sebagai perdana menteri baru dan menugaskannya untuk segera membuat partai-partai politik yang terpecah di negara itu menyepakati anggaran bagi salah satu ekonomi terbesar di dunia.
Lecornu adalah menteri pertahanan termuda dalam sejarah Prancis dan arsitek pembangunan militer besar-besaran hingga tahun 2030, yang dipicu oleh perang Rusia di Ukraina. Seorang loyalis Macron sejak lama, Lecornu kini menjadi perdana menteri kelima Prancis hanya dalam waktu kurang dari dua tahun.
Mantan politikus konservatif yang bergabung dengan gerakan sentris Macron pada 2017 ini pernah menjabat di pemerintahan lokal dan wilayah luar negeri Prancis.
Penunjukan Lecornu seperti dilansir AP dinilai mencerminkan naluri Macron memberi penghargaan pada loyalitas sekaligus kebutuhan akan kesinambungan, mengingat krisis anggaran yang berulang telah menjatuhkan para pendahulunya dan membuat Prancis terombang-ambing.
Keputusan cepat Macron menunjuk Lecornu diambil sehari sebelum aksi besar-besaran pada Rabu (10/9) yang digerakkan kelompok protes "Block Everything". Demi mengantisipasi kerusuhan, pemerintah pun mengerahkan 80.000 polisi dalam jumlah yang dianggap luar biasa untuk menjaga ketertiban.
Advertisement
Ketidakpastian Politik
Para legislator menjatuhkan pendahulu Lecornu, Francois Bayrou dan pemerintahannya melalui mosi tidak percaya pada Senin (8/9), sebuah krisis baru bagi ekonomi terbesar kedua di Eropa. Bayrou hanya bertahan sembilan bulan di kursi perdana menteri sejak ditunjuk Macron pada Desember lalu.
Bayrou yakin anggota parlemen akan mendukung pandangannya bahwa Prancis perlu memangkas belanja publik demi menekan utang negara yang menumpuk. Namun, pemungutan suara justru menjadi ajang bagi berbagai partai untuk bersatu menentangnya. Mereka menolak kebijakan penghematan yang dia usung sekaligus memanfaatkan momentum tersebut untuk menjatuhkan politikus sentris berusia 74 tahun itu, yang baru saja ditunjuk Macron pada Desember lalu.
Runtuhnya pemerintahan minoritas Bayrou yang singkat menandakan babak baru ketidakpastian politik di Prancis, dengan risiko kebuntuan legislatif yang panjang. Kondisi itu terjadi ketika negara tengah dibayangi tantangan mendesak, mulai dari kesulitan anggaran dalam negeri hingga krisis internasional seperti perang di Ukraina dan Gaza, ditambah perubahan prioritas kebijakan luar negeri Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Menyusun anggaran akan menjadi prioritas utama bagi Lecornu dan biasanya seorang perdana menteri baru akan membentuk pemerintahan terlebih dahulu sebelum merundingkan pengeluaran nasional di parlemen. Namun, Macron meminta Lecornu untuk terlebih dahulu berkonsultasi dengan semua partai politik di parlemen guna mencoba menyepakati anggaran sebelum membentuk kabinetnya.
"Tindakan perdana menteri akan berpegang pada prinsip membela kemerdekaan dan kekuatan Prancis, bekerja untuk rakyat, serta menjaga stabilitas politik dan institusi demi persatuan bangsa," kata Macron.
Advertisement
Sepak Terjang Lecornu
Ketika gerakan rompi kuning melawan ketidakadilan sosial meletus dan memicu demonstrasi berbulan-bulan yang kadang disertai kekerasan, Macron menunjuk Lecornu untuk memimpin Debat Besar Nasional---sebuah dialog publik di seluruh negeri yang ditujukan untuk meredakan ketegangan.
Sebagai menteri wilayah luar negeri Prancis dari 2020 hingga 2022, Lecornu menghadapi kerusuhan dan pemogokan terkait pandemi di Pulau Karibia, Guadeloupe, dengan menawarkan pembahasan mengenai otonomi bagi wilayah yang sudah lama diliputi frustrasi atas ketimpangan dengan daratan Prancis.
Paket belanja pertahanan sebesar 413 miliar euro yang diperjuangkan Lecornu untuk periode 2024--2030 merupakan kenaikan belanja militer paling signifikan di Prancis dalam setengah abad. Dana itu ditujukan untuk memodernisasi persenjataan nuklir Prancis, meningkatkan anggaran intelijen, dan mengembangkan lebih banyak senjata kendali jarak jauh.