Menguak Makna dan Isi 17+8 Tuntutan Rakyat di Tengah Gelombang Protes Nasional
04 September 2025, 18:00 WIB
Gelombang protes nasional yang melanda Indonesia pada Agustus 2025 memunculkan sebuah platform tuntutan yang dikenal luas sebagai 17+8 tuntutan rakyat. Slogan politik ini dirumuskan oleh para aktivis pro-demokrasi sebagai kerangka kerja untuk menyatukan berbagai keluhan publik.
Isu-isu yang diangkat mencakup kenaikan gaji DPR, biaya hidup yang meningkat, kekerasan polisi, hingga ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi politik.
Angka "17+8" memiliki makna simbolis yang mendalam, merujuk pada Hari Kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus. Pembagian tuntutan ini juga mencerminkan urgensi dan visi jangka panjang 17 tuntutan bersifat jangka pendek yang harus diimplementasikan dalam satu minggu, sementara 8 reformasi lainnya merupakan tuntutan jangka panjang yang ditargetkan dalam satu tahun.
Platform ini menjadi suara kolektif dari berbagai lapisan masyarakat yang menuntut transparansi, reformasi, dan empati dari pemerintah serta lembaga negara. Kehadiran 17+8 tuntutan menandai babak baru dalam dinamika sosial politik Indonesia, menyoroti kebutuhan akan respons cepat dan reformasi struktural untuk menjawab aspirasi rakyat.
Advertisement
Latar Belakang dan Perumusan 17+8 Tuntutan
Asal mula 17+8 tuntutan tidak lepas dari serangkaian demonstrasi besar-besaran yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, khususnya antara 25 Agustus hingga 1 September 2025. Protes ini dipicu oleh beberapa insiden krusial yang memicu kemarahan publik. Salah satu pemicu utama adalah protes terhadap kenaikan gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di tengah isu kenaikan pajak dan efisiensi anggaran, yang juga disertai tuntutan pembubaran DPR.
Gelombang demonstrasi semakin meluas setelah insiden tragis tewasnya pengemudi ojek online Affan Kurniawan, yang terlindas kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi pada 28 Agustus 2025. Peristiwa ini menambah daftar panjang kekerasan aparat yang memicu kemarahan massa. Dalam upaya menyatukan berbagai aspirasi, tuntutan "17+8" dirumuskan oleh sejumlah tokoh media sosial dan influencer terkemuka, termasuk Jerome Polin, Salsa Erwina Hutagalung, Fathia Izzati, Abigail Limuria, Andovi da Lopez, dan Andhyta Firselly Utami.
Proses perumusan ini melibatkan ringkasan dari 211 tuntutan berbeda yang berasal dari berbagai organisasi masyarakat sipil, seperti YLBHI, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ikatan Mahasiswa Magister Kenotariatan UI, dan Center for Environmental Law & Climate Justice Universitas Indonesia. Kolaborasi ini bertujuan menciptakan platform tuntutan yang terpadu dan komprehensif, mencerminkan suara kolektif rakyat.
Advertisement
Rincian 17 Tuntutan Jangka Pendek
Tujuh belas tuntutan pertama dalam platform 17+8 tuntutan memiliki tenggat waktu yang sangat singkat, yaitu hingga 5 September 2025. Tuntutan ini ditujukan langsung kepada berbagai pihak, mulai dari Presiden Prabowo Subianto, DPR, Ketua Umum Partai Politik, Kepolisian, TNI, hingga Kementerian Sektor Ekonomi, menuntut tindakan segera dan konkret.
- Tugas Presiden Prabowo Subianto: Menarik TNI dari pengamanan sipil dan memastikan tidak ada kriminalisasi demonstran. Selain itu, membentuk Tim Investigasi Independen untuk kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, dan semua korban kekerasan serta pelanggaran HAM oleh aparat selama demonstrasi 28-30 Agustus, dengan mandat yang jelas dan transparan.
- Tugas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR): Membekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan membatalkan fasilitas baru, termasuk pensiun. DPR juga dituntut untuk mempublikasikan transparansi anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR) secara proaktif dan berkala, menyelidiki kepemilikan harta anggota DPR yang bermasalah oleh KPK, serta mendorong Badan Kehormatan DPR untuk memeriksa anggota yang melecehkan aspirasi rakyat.
- Tugas Ketua Umum Partai Politik: Partai harus memecat atau menjatuhkan sanksi tegas kepada kader partai yang tidak etis dan memicu kemarahan publik. Selain itu, mengumumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis, dan memastikan anggota DPR melibatkan diri di ruang dialog publik bersama mahasiswa.
- Tugas Kepolisian Republik Indonesia (POLRI): Menghentikan kekerasan oleh kepolisian dan menaati SOP pengendalian massa yang sudah tersedia. Membebaskan seluruh demonstran yang ditahan dan memastikan tidak ada kriminalisasi demonstran, serta menangkap, mengadili, dan memproses hukum secara transparan para anggota dan komandan yang memerintahkan dan melakukan tindakan kekerasan.
- Tugas Tentara Nasional Indonesia (TNI): Menghentikan keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil dan mengembalikan TNI ke barak. Menegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambil alih fungsi Polri, serta memberikan komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.
- Tugas Kementerian Sektor Ekonomi: Meninjau ulang kebijakan ekonomi yang membebani rakyat dan memastikan ketersediaan serta stabilitas harga kebutuhan pokok.
8 Tuntutan Reformasi Jangka Panjang
Selain tuntutan mendesak, 17+8 tuntutan juga mencakup delapan reformasi jangka panjang yang memiliki tenggat waktu hingga 31 Agustus 2026. Tuntutan ini berfokus pada perubahan struktural dan fundamental dalam sistem pemerintahan dan penegakan hukum di Indonesia, bertujuan untuk menciptakan tata kelola yang lebih bersih, adil, dan humanis.
Tuntutan jangka panjang ini meliputi pembersihan dan reformasi DPR secara besar-besaran, yang mencakup audit independen yang diumumkan kepada publik. Selain itu, meningkatkan standar prasyarat untuk menjadi anggota parlemen, seperti tidak adanya kasus korupsi sebelumnya, dan standarisasi KPI untuk mengevaluasi setiap anggota. Penghapusan hak istimewa, seperti pensiun seumur hidup, transportasi dan pengawalan khusus, serta pajak yang ditanggung oleh APBN, juga menjadi fokus utama.
Reformasi partai politik dan penguatan pengawasan eksekutif juga menjadi bagian penting dari 8 tuntutan ini. Rakyat menuntut penyusunan rencana reformasi perpajakan yang lebih adil, serta pengesahan dan penegakan Undang-Undang Perampasan Aset Koruptor. Reformasi kepemimpinan dan sistem di Kepolisian agar profesional dan humanis, serta pengembalian TNI ke barak tanpa pengecualian, juga menjadi poin krusial.
Terakhir, tuntutan ini juga menyerukan peninjauan ulang dan pembatalan kebijakan yang menguntungkan konglomerat dan militer, serta penghentian proyek revisi sejarah pemerintah yang digagas oleh Fadli Zon. Seluruh tuntutan ini mencerminkan keinginan kuat masyarakat untuk perubahan fundamental demi masa depan Indonesia yang lebih baik.