Indonesia Butuh UU Migas Baru Demi Investasi, Apa yang Perlu Diubah?
12 August 2025, 08:30 WIB:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4921028/original/055755100_1723900659-WhatsApp_Image_2024-08-17_at_11.10.22_AM.jpeg)
ReforMiner Institute mencatat nilai investasi dalam eksplorasi hulu minyak dan gas bumi (migas) meningkat lima tahun terakhir. Namun, diperlukan aturan baru berupa undang-undang untuk menarik minat investasi lebih tinggi.
Investasi eksplorasi misalnya, tercatat sesar USD 500 juta 2020 menjadi USD 1,3 miliar di 2024 dan berpotensi naik ke USD 1,5 miliar di 2025.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menegaskan perlu ada sejumlah perbaikan di Undang-Undang Migas.
Pertama, penerapan prinsip assume and discharge di dalam hal perpajakan Kontrak Kerja Sama. Fokus utamanya pada kontraktor yang hanya akan dibebankan pajak langsung, sementara pajak tidak langsung ditanggung atau dibebaskan oleh pemerintah.
Perhitungan bagian negara dan kontraktor yang berasal dari kegiatan usaha hulu migas adalah penerimaan bagian bersih karena telah mencakup perhitungan komponen pajak (assume and discharge).
"Sejalan dengan prinsip ini, juga diperlukan penerapan asas lex specialis dengan menegaskan bahwa ketentuan perpajakan hulu migas mengikuti ketentuan UU Migas secara khusus. Penerapan kedua asas ini di dalam sistem perpajakan hulu migas akan memberikan kepastian hukum lebih baik di dalam aspek fiskal pelaksanaan Kontrak Kerja Sama (PSC)," kata Komaidi dalam ReforMiner Notes, ditulis Selasa (12/8/2025).
Advertisement
Pemisahan Urusan Administrasi
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4921029/original/084858500_1723900659-WhatsApp_Image_2024-08-17_at_11.10.23_AM.jpeg)
Kedua, Penerapan prinsip pemisahan urusan administrasi dan keuangan Kontrak Kerja Sama dengan urusan pemerintahan dan keuangan negara (state finance). Prinsip ini mengatur pengelolaan keuangan kontrak PSC dilakukan di dalam kerangka kerja sama dan administrasi usaha (business administration).
Tujuannya, segala perkara tidak akan melibatkan mekanisme keuangan negara atau pidana. Melainkan, fokus pada mekanisme penyelesaian secara bisnis sesuai kontrak PSC.
"Secara konseptual, penerapan prinsip ini mensyaratkan agar badan usaha yang menjalankan kuasa usaha pertambangan nantinya diwajibkan menyediakan (dana/asset) cadangan umum untuk menanggung potensi kerugian dari pelaksanaan kontrak," tutur Komaidi.
Advertisement
Diurus Satu Lembaga
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4921030/original/072412400_1723900660-WhatsApp_Image_2024-08-17_at_11.10.23_AM__1_.jpeg)
Ketiga, Penerapan prinsip single door bureaucracy/single institution model yang mengurus hal administrasi, birokrasi, perizinan Kontrak Kerja Sama. Singkatnya, urusan perizinan hulu migas diurus satu lembaga saja.
Institusi itu juga menjadi entitas yang mengurus seluruh perizinan lintas kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah, yang diperlukan di dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas.
"Secara konseptual, institusi yang sama juga memiliki kewenangan atas proses lelang wilayah kerja (WK); mulai dari penyiapan, penyusunan dan evaluasi, penawaran hingga penetapan badan usaha/kontraktor pemenang WK," beber Komaidi.
Atur Pengalihan Komitmen Pasti
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4658927/original/013884400_1700650328-IMG_0149.jpeg)
Selain perbaikan tadi, Komaidi mengusulkan ada empat poin yang perlu masuk ke UU Migas baru. Pertama, pengaturan mengenai pengalihan komitmen pasti. UU Migas yang baru perlu mengatur tentang kemungkinan pengalihan komitmen pasti yang tidak terealisasi untuk dapat dialihkan ke wilayah kerja lain atau area terbuka yang tersedia.
Kedua, pengaturan mengenai mekanisme konsolidasi biaya untuk tujuan pengurangan pajak. UU Migas perlu mengatur peluang perusahaan dengan lebih dari satu PSC untuk bisa mengkonsolidasikan biaya operasional antar kontrak dalam rangka perhitungan pengurangan pajak.
"Dengan demikian, perusahaan migas memperoleh perlakuan yang setara dengan sektor industri lainnya, khususnya dalam hal kebijakan fiskal dan perpajakan," urainya.
Biaya Dekarbonisasi dan Pendanaan Eksplorasi
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3059772/original/000154500_1582610599-shutterstock_482501983.jpg)
Ketiga, pengaturan mengenai manajemen emisi CO2. UU Migas perlu memasukkan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dalam aktivitas hulu migas. Termasuk pelaksanaan Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS).
Maka, dalam konteks PSC yang ada, seluruh biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengurangan emisi dikategorikan sebagai biaya operasional. Artinya, dapat dimasukkan dalam skema pengembalian biaya operasi (cost recovery) atau pengurang pajak sesuai ketentuan fiskal yang berlaku.
Keempat, 0embentukan Petroleum Fund. UU Migas yang baru perlu mengatur pembentukan Petroleum Fund sebagai sumber pendanaan khusus untuk mendukung kegiatan eksplorasi hulu migas. "Termasuk untuk peningkatan kualitas data lelang wilayah kerja (WK) dan pelaksanaan pengeboran sumur eksplorasi tahap awal," tandas Komaidi.