Ramadhan Hampir Usai, Buya Yahya Peringatkan Bahaya Maksiat di Depan Mata
26 March 2025, 16:00 WIB:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5115896/original/090817800_1738330266-Screenshot_2025-01-31_174358.jpg)
Ramadhan hampir usai, suasana hati umat Islam di berbagai penjuru dunia mulai dipenuhi dengan harapan dan kegembiraan menyambut hari kemenangan. Namun, di tengah semangat menyucikan diri, ada segelintir orang yang justru menyusun program haram.
Hari raya yang seharusnya menjadi ajang mempererat ukhuwah malah dijadikan waktu untuk berbuat maksiat.
Banyak yang mempersiapkan momen lebaran bukan untuk semakin dekat dengan Allah, melainkan untuk memenuhi hawa nafsu. Padahal, Ramadhan adalah waktu terbaik untuk membangun hati dan merajut kegembiraan bersama. Sayangnya, tidak sedikit yang justru menggunakannya untuk berfoya-foya, berpesta tanpa batas, bahkan melanggar aturan syariat.
Pendakwah sekaligus pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma'arif atau yang akrab disapa Buya Yahya menyoroti fenomena ini dalam salah satu ceramahnya. Ia menegaskan bahwa hari raya seharusnya dimaknai sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah, bukan ajang untuk bermaksiat. Kesempatan yang diberikan setelah menjalani puasa sebulan penuh mestinya digunakan untuk mempererat hubungan dengan sesama, bukan malah menjadikannya sebagai momentum melakukan hal-hal yang dilarang.
Dalam ceramahnya, Buya Yahya menyebutkan bahwa banyak orang yang selama bulan Ramadhan bersungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Allah. Namun, begitu Syawal tiba, mereka seakan melepaskan semua kebiasaan baik yang telah dijalani selama sebulan penuh. Ini menjadi tanda bahwa ibadah yang dilakukan sebelumnya hanya sebatas rutinitas, bukan benar-benar berasal dari hati.
Lebih lanjut, Buya Yahya menjelaskan bahwa kebahagiaan di hari raya bukan sekadar tentang baju baru atau hidangan lezat. Esensi utama dari Idul Fitri adalah kemenangan spiritual setelah menahan diri dari hawa nafsu selama Ramadhan. Oleh karena itu, umat Islam harus berhati-hati agar tidak terjerumus dalam sikap berlebihan yang justru bisa mencederai makna kemenangan tersebut.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @lathifahtv, Buya Yahya menegaskan bahwa Syawal adalah momen untuk berdamai dengan sesama manusia. Jika di bulan Ramadhan seseorang telah berusaha mendekatkan diri kepada Allah, maka Syawal adalah saatnya untuk memperbaiki hubungan dengan sesama. Kegembiraan yang dirasakan di hari raya seharusnya menjadi awal untuk menghapus rasa dengki, kebencian, serta prasangka buruk dalam hati.
Advertisement
Kegembiraan Idul Fitri
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5147896/original/006880000_1740974062-arti-idul-fitri.jpg)
Hari raya adalah saat yang tepat untuk menampilkan wajah penuh kebahagiaan. Sikap muram dan kesedihan sebaiknya tidak ditunjukkan karena sunnah di hari ini adalah bergembira. Bertemu dengan sanak saudara dan teman-teman harus dilakukan dengan hati yang lapang, sehingga kebahagiaan itu bisa menular kepada orang lain.
Dalam ceramahnya, Buya Yahya mengingatkan agar umat Islam tidak menjadikan Idul Fitri sebagai alasan untuk melupakan amalan baik yang telah dijalani selama Ramadhan. Banyak yang secara tidak sadar tergoda untuk kembali ke kebiasaan lama, seperti mengabaikan ibadah atau terjerumus dalam kemaksiatan yang sebelumnya sudah ditinggalkan.
Buya Yahya menegaskan bahwa Syawal harus dijadikan titik awal untuk terus memperbaiki diri. Jika selama Ramadhan seseorang telah berusaha mendekatkan diri kepada Allah, maka setelahnya seharusnya tidak kembali jauh. Konsistensi dalam menjalankan ibadah harus dijaga agar keberkahan Ramadhan tidak menguap begitu saja.
Dalam ceramahnya, ia juga mengingatkan bahwa tidak semua bentuk kegembiraan di hari raya itu baik. Ada kegembiraan yang membawa keberkahan, tetapi ada juga yang justru menjerumuskan dalam kemaksiatan. Oleh karena itu, umat Islam harus bijak dalam merayakan kemenangan agar tidak terjebak dalam kebiasaan yang dapat merusak amal.
Buya Yahya juga mengajak umat Islam untuk memanfaatkan momen Syawal dengan berbuat baik kepada sesama. Hari raya bukan hanya tentang kebahagiaan pribadi, tetapi juga kebahagiaan bersama. Berbagi dengan mereka yang kurang mampu adalah salah satu cara terbaik untuk menunjukkan rasa syukur kepada Allah.
Advertisement
Termasuk Fenomena Konsumtif
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5153883/original/049050900_1741324493-1741320480558_contoh-kartu-ucapan-lebaran-idul-fitri.jpg)
Dalam konteks sosial, ia juga menyoroti fenomena konsumtif yang kerap terjadi saat Idul Fitri. Banyak orang yang menghabiskan banyak uang untuk hal-hal yang tidak perlu, hanya demi gengsi. Padahal, esensi hari raya bukanlah pada kemewahan, tetapi pada kebersamaan dan keikhlasan dalam berbagi.
Buya Yahya mengingatkan bahwa kegembiraan di hari raya harus tetap dalam batasan yang diperbolehkan oleh agama. Jangan sampai kebahagiaan yang dirasakan justru mengundang murka Allah karena dilakukan dengan cara yang tidak benar. Hari raya harus menjadi momentum untuk semakin dekat kepada Allah, bukan sebaliknya.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga adab dalam bergaul selama perayaan Idul Fitri. Hindari ucapan atau tindakan yang bisa menyakiti hati orang lain. Sebab, momen ini seharusnya menjadi ajang untuk mempererat hubungan, bukan malah menambah permusuhan atau dendam.
Selain itu, Buya Yahya juga mengingatkan agar umat Islam tetap menjaga sholat lima waktu di tengah kesibukan hari raya. Jangan sampai euforia kebahagiaan membuat seseorang lalai dalam menjalankan kewajiban kepada Allah. Sebab, sejatinya kemenangan sejati adalah ketika seseorang tetap istiqomah dalam ibadah.
Sebagai penutup, ia kembali mengajak umat Islam untuk menjadikan Idul Fitri sebagai awal yang baru dalam memperbaiki diri. Jangan hanya memandangnya sebagai sekadar perayaan tahunan, tetapi jadikan sebagai momentum untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Jika Ramadhan adalah bulan mendekat kepada Allah, maka Syawal adalah saatnya untuk mempertahankan kedekatan itu.
Dengan memahami esensi Idul Fitri yang sesungguhnya, umat Islam bisa merayakannya dengan penuh keberkahan. Tidak hanya sekadar berpesta, tetapi juga memperkuat tali silaturahmi dan meningkatkan ketakwaan. Semoga Ramadhan yang telah dilalui benar-benar membawa perubahan positif dalam kehidupan setiap Muslim.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul