Menilik Pasar Keuangan Global di Tengah Ketidakpastian Geopolitik pada Era Donald Trump

03 February 2025, 08:34 WIB
Menilik Pasar Keuangan Global di Tengah Ketidakpastian Geopolitik pada Era Donald Trump

Laporan terbaru dari IMF mengungkapkan perbedaan antara jalur suku bunga kebijakan Amerika Serikat (AS) dan ekonomi pasar maju, serta berkembang utama lainnya semakin melebar pada kuartal terakhir 2024.

Dikutip dari Laporan IMF 'World Economic Outlook Update Global Growth: Divergent and Uncertain', Senin (3/2/2025), hal ini menandai pergeseran, setelah periode sinkronisitas kebijakan moneter global pada awal tahun.

Seiring dengan kekhawatiran yang meningkat terkait pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di kawasan euro dan beberapa pasar berkembang, ekspektasi investor terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar pun meningkat.

Mereka memperkirakan bank sentral di pasar-pasar tersebut akan melonggarkan kebijakan lebih cepat daripada yang diperkirakan pada saat laporan stabilitas keuangan global Oktober 2024 diterbitkan.

Namun, ekspektasi ini tidak berlaku untuk Federal Reserve. Di AS, imbal hasil obligasi jangka menengah hingga panjang mengalami sedikit kenaikan, sementara di pasar lainnya, termasuk pasar maju dan berkembang utama, imbal hasil justru mengalami penurunan.

Perbedaan perluas penguatan dolar AS terhadap mata uang lainnya

Perbedaan tersebut semakin memperlebar perbedaan suku bunga, yang pada gilirannya mendukung penguatan dolar AS terhadap mata uang utama lainnya.

Terlebih lagi, meskipun data terbaru menunjukkan pasar tenaga kerja AS semakin seimbang, risiko inflasi yang masih ada berpotensi meningkatkan tekanan terhadap imbal hasil di masa mendatang.

Ketidakpastian kebijakan perdagangan dan peningkatan risiko geopolitik turut memperkuat posisi dolar AS. Ketegangan politik, baik di tingkat domestik maupun internasional, mengarah pada penguatan dolar terhadap euro.

Kondisi Keuangan Global dan Tantangan Pasar Berkembang: Pengetatan dan Ketidakpastian

Kondisi Keuangan Global dan Tantangan Pasar Berkembang: Pengetatan dan Ketidakpastian

Sementara itu, di pasar negara berkembang, depresiasi mata uang terhadap dolar AS juga dipengaruhi oleh kekhawatiran mengenai proyeksi fiskal domestik yang memburuk. Arus keluar modal yang signifikan juga memperburuk situasi ini, meskipun pengaruhnya bervariasi di berbagai negara.

Secara keseluruhan, meskipun kondisi keuangan global tetap akomodatif, ada pengetatan yang terjadi sejak Oktober 2024. Valuasi ekuitas AS terus mencetak rekor tertinggi pada kuartal keempat, didorong oleh optimisme terhadap kebijakan yang dianggap mendukung perusahaan-perusahaan besar.

Namun, dampak dari kenaikan suku bunga jangka panjang juga mulai terasa, mengarah pada sedikit pengetatan kondisi keuangan. Di pasar berkembang, kondisi keuangan lebih ketat akibat sensitivitas yang lebih besar terhadap ketidakpastian kebijakan perdagangan dan prospek mata uang.

Pelaku pasar kini memantau dengan cermat kebijakan tarif dan dinamika geopolitik global. Hal ini berpotensi mempengaruhi sentimen pasar dan menyebabkan penetapan harga ulang yang tajam pada aset berisiko, mengingat valuasi tinggi saat ini. Akibatnya, kondisi keuangan global bisa mengalami pengetatan mendalam dalam waktu singkat.

IMF Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global 3,3 Persen pada 2025

IMF Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global 3,3 Persen pada 2025

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) prediksi pertumbuhan ekonomi global stabil. Akan tetapi, pertumbuhan global itu masih di bawah rata-rata historis yang dilaporkan IMF sekitar 3,7 persen.

Berdasarkan laporan terbaru IMF yang dirilis Jumat, 17 Januari 2025 di Washington DC, seperti dikutip Sabtu (18/1/2025), pertumbuhan ekonomi global stabil di 3,3 persen.

Selain itu, inflasi kembali turun menuju target bank sentral. Diprediksi inflasi global turun menjadi 4,2 persen pada 2025 dan 3,5 persen pada 2026. Namun, IMF menyebutkan ada risiko dan ketidakpastian jelang rilis pembaruan prospek ekonomi global triwulanan.

"Pertumbuhan global diproyeksikan tetap stabil di 3,3 persen tahun ini dan tahun depan, sejalan dengan potensi pertumbuhan yang melemah sejak pandemi," ujar Chief Economist dan Direktur Riset IMF, Pierre-Olivier Gourinchas.

Ia menambahkan, inflasi terus menurun mencapai 4,2 persen pada 2025, dan 3,5 persen pada 2026. Inflasi itu mendekati target bank sentral. "Ini adalah akhir dari sebuah siklus, dan awal dari yang baru. Tetapi perbedaan di antara negara-negara semakin melebar," ujar dia.

Gourinchas menuturkan, ekonomi Amerika Serikat melampaui harapan dengan permintaan domestik yang lebih kuat, sedangkan Eropa hadapi pertumbuhan yang lamban. Di sisi lain, harga energi juga tetap tinggi. "Pasar negara berkembang menunjukkan ketahanan, dan China bersiap untuk pemulihan yang moderat," ujar Gourinchas.

Adapun perbedaan itu berarti berbagai ekonomi dari China, Eropa dan Amerika Serikat (AS) menghadapi tantangan untuk diatasi.

"Risiko utama termasuk perlambatan yang lebih tajam di Eropa karena biaya energi dan masalah utang publik, dan di China di mana dukungan kebijakan yang tidak memadai dapat memicu perangkap stagnasi," ujar dia.

Kondisi AS

Kondisi AS

IMF menyebutkan, di Amerika Serikat (AS), pergeseran kebijakan fiskal dan perdagangan serta kemungkinan pembatasan imigrasi atau ledakan kepercayaan yang dipicu oleh deregulasi yang diharapkan dapat bertindak dalam arah berlawanan untuk pengaruhi output. Namun, secara keseluruhan dapat memicu tekanan inflasi yang membutuhkan kebijakan moneter lebih ketat.

"Dinamika ini dapat bebani pasar negara berkembang melalui kondisi keuangan yang lebih ketat dan dolar AS yang lebih kuat," ujar Gourinchas.

Lalu apa yang dapat dilakukan? IMF memiliki tiga rekomendasi utama kepada pembuat kebijakan.

"Kebijakan moneter harus tetap gesit untuk mengatasi risiko inflasi sambil mencegah ekspektasi dari de-anchoring," ujar Gourinchas.

Ia menambahkan, kebijakan fiskal perlu diletakkan pada landasan yang stabil. Hal ini memerlukan penerapan upaya konsolidasi yang kredibel jika diperlukan.

"Pada saat yang sama, reformasi struktural merupakan kunci untuk melindungi pertumbuhan pada jalur penyesuaian ini dan harus ditujukan untuk mendorong inovasi dan persaingan," ujar Gourinchas.

IMF juga beri saran kebijakan untuk pasar negara berkembang. "Untuk pasar negara berkembang, nilai tukar yang fleksibel dan respons fiskal dan moneter yang tepat sasaran sangatlah penting," kata dia.

IMF juga kembali menekankan manfaat bagi pertumbuhan dan kesejahteraan kerja sama dalam perdagangan internasional.

"Kerja sama multilateral yang lebih kuat, terutama dalam kebijakan perdagangan sangat penting untuk membangun ekonomi global yang tangguh," Gourinchas mencatat.

<p>Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)</p>
Sumber : Liputan6.com