Potret Memilukan Wilayah Terdampak Banjir di Tapsel: Sekolah Masih Tertimbun Lumpur, Jalan Rusak Parah
19 December 2025, 08:47 WIB
Penderitaan warga Desa Sibara-bara, Kecamatan Angkola Sangkunur, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, kini berada di titik nadir. Pasca-bencana banjir yang menerjang beberapa waktu lalu, akses jalan utama desa tersebut berubah drastis menjadi jalur maut yang dipenuhi kubangan lumpur sedalam lutut, hingga nyaris mustahil dilewati kendaraan.
Ironisnya, di tengah jeritan warga yang terisolasi, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dianggap menutup mata dan telinga.
Hingga kini, belum ada tindakan nyata maupun respons resmi terkait kerusakan infrastruktur yang melumpuhkan aktivitas ekonomi dan pendidikan di desa tersebut.
Kondisi memprihatinkan ini terungkap saat sejumlah Organisasi Mahasiswa (Ormawa) turun ke lokasi untuk menyalurkan donasi. Mereka menemukan pemandangan pilu, sekolah-sekolah masih mati suri karena halaman dan ruang kelas masih tertimbun sisa-sisa lumpur banjir yang belum dibersihkan.
Perwakilan mahasiswa dari PK PMII UNISU, Arga W., mengungkapkan kekecewaannya yang mendalam saat meninjau langsung lokasi. Ia menilai pemerintah daerah telah gagal memberikan jaminan keselamatan bagi rakyatnya.
"Jalan ini sudah tidak layak disebut jalan. Kami bertanya-tanya, apakah pemerintah daerah sedang tidur? Banjir sudah lama berlalu, tapi tidak ada satu pun alat berat yang menyentuh jalur ini. Jangan salahkan jika kami berasumsi Pemerintah Tapsel sengaja membiarkan warganya tersiksa," tegas Arga dengan nada geram, Kamis (18/12/2025).
Tokoh masyarakat setempat, Dalman Nasution, membeberkan bahwa warga sudah berkali-kali mengajukan permohonan dan proposal perbaikan, namun selalu berujung pada keheningan.
"Kami tidak meminta jalan aspal yang licin. Kami hanya minta jalan ini diratakan agar kami bisa melintas dan beraktivitas. Setelah banjir, kondisi makin memburuk dan kami tidak tahu lagi harus mengadu ke mana," ungkap Dalman lirih.
Desak Bupati Tapsel Perbaiki Jalan
Senada dengan Arga, Ketua Masyarakat Pelestarian Lingkungan (MAPEL), Arwanda Giffari, menegaskan bahwa mahasiswa tidak akan tinggal diam. Mereka menuntut Dinas PUPR dan Bupati Tapanuli Selatan untuk segera melakukan pengerasan jalan darurat.
"Warga Sibara-bara butuh batu, butuh pengerasan jalan, butuh akses yang manusiawi! Kami tidak butuh janji manis atau ucapan bela sungkawa. Kami menuntut keadilan pembangunan," ujar Arwanda.
Hingga berita ini diturunkan, kondisi Desa Sibara-bara tetap menjadi simbol ketimpangan pembangunan di Tapanuli Selatan.
Di saat pusat kota dipercantik, warga pinggiran harus bertaruh nyawa di atas lumpur demi menyambung hidup, menanti kepastian kapan pemerintah akan benar-benar peduli.