Sinopsis Film Avatar: Fire and Ash, Drama Keluarga Jake Sully hingga Perang Kolosal Lawan Manusia
17 December 2025, 15:00 WIB
Tiga tahun sudah sejak film Avatar: The Way of Waterrilis, dan hari ini Rabu (17/12/2025), kelanjutannya rilis. Setting-nya hanya berselang beberapa pekan setelah pertempuran di Pandora dengan Bangsa Langit.
Jake Sully (Sam Worthington) dan Neytiri (Zoe Saldana) masih berduka dengan amat sangat atas kematian putra mereka, Neteyam. Begitupun dengan anak mereka Lo'ak (Britain Dalton) yang masih merasa bersalah dengan kejadian ini, si bungsu Tuk (Trinity Jo-Li Bliss); serta dua anak angkat mereka Kiri (Sigourney Weaver) dan Spider (Jack Champion).
Sementara Payakan, tulkun sahabat Lo'ak dkk, mesti menanggung konsekuensi atas tindakannya membantu bangsa Na'vi dalam pertempuran. Ia diasingkan, jauh dari teman-temannya karena telah melanggar tradisi.
Lo'ak, Kiri, dan Spider jelas merasa semua ini tak adil. Tensi makin meninggi, begitu Jake Sully dan Neytiri memutuskan agar Spider diungsikan dekat dengan bangsa manusia--mengingat persediaan maskernya menipis.
Diam-diam, keputusan ini tak cuma demi kebaikan Spider, tapi juga karena amarah yang masih berkecamuk di dada Neytiri, pada sosok yang ia sebut "bangsa berkulit pink".
Serangan Ash People
Akhirnya kesepakatan dibuat, Spider diantar menuju rumah barunya bersama seluruh keluarga, dengan menumpang kapal pedagang. Nahas, di tengah perjalanan mereka diserang oleh klan Mangkwan atau Ash People yang dipimpin seorang tsahik bernama Varang (Oona Chaplin).
Klan ini bengis, bahkan tak segan melakukan cara apa pun demi meraih sumber daya dan kekuatan. Mereka tak hanya merampas, dan membunuh, bahkan memutilasi kuru milik bangsa Na'vi lain. Kehidupan keras di lereng gunung berapi yang membinasakan mereka, membuat klan ini memilih jalan menyimpang. Mereka tak lagi mengakui Eywa, dan memilih untuk hidup di jalan api.
"Eywa tak meninggalkan kami. Kami yang meninggalkan Eywa!" kata Varang.
Kemampuan Spider dan Perang Besar di Pandora
Serangan Ash People membuat keluarga Jake Sully tercerai berai. Lo'ak, Kiri, Spider, dan Tuk dikejar-kejar oleh anak buah Varang. Kondisi makin kritis begitu disadari bahwa masker oksigen Spider habis, tanpa ada pengganti. Namun di tengah keputusasaan, keajaiban dari Eywa terjadi pada Spider.
Namun berkah untuk Spider ini sekaligus membawa kutukan tersembunyi. Kemampuannya bisa menjadi jawaban untuk manusia bisa menginvasi Pandora secara besar-besaran. Kolonel Miles Quaritch (Stephen Lang) yang mengetahui kemampuan baru Spider, makin punya alasan untuk mengejar Jake Sully dan keluarganya.
Peperangan besar-besaran, tak terelakkan di Pandora.
Review Singkat Avatar: Fire and Ash
Berniat menyaksikan Avatar: Fire and Ash? Pastikan dulu Anda sudah siap dengan camilan dan mengosongkan kandung kemih, karena durasi filmnya mencapai 3 seperempat jam!
Masih banyak percabangan kisah yang diceritakan dalam film ini, selain yang dimuat dalam sinopsis di atas. Mulai dari perburuan massal tulkun, pergulatan Kiri dengan kemampuannya, tarik ulur hubungan Spider dengan sang ayah biologis, maupun antara Lo'ak dengan Jake.
Tentunya butuh ketahanan untuk bisa fokus dalam durasi sepanjang ini, tapi visual memesona yang disajikan sutradara James Cameron di layar membantu penonton untuk tetap antengdi kursi. Penonton diajak untuk ikut melayang di udara dan menyelam di lautan Pandora, tegang di tengah sengitnya pertempuran yang penuh ledakan, hingga pergerakan bangsa Na'vi yang begitu hidup dan detail.
Tak cuma visual, elemen drama juga cukup kental dalam film ini. Tentang keluarga yang tengah menghadapi duka dan kehilangan, hingga rasa sakit dan tak berdaya menghadapi bengisnya penjajah.
Dalam film ketiga ini, bangsa Na'vi untuk pertama kalinya diposisikan sebagai sosok antagonis lewat Klan Mangkwan. Namun tetap saja, bangsa manusia dan segala kesombongan dan ketamakannya jadi musuh besar dalam film ini--sebuah posisi yang menghadirkan perenungan tersendiri, mengingat relasinya dengan di kehidupan nyata.
Hal inilah yang membuat pertempuran kolosal di pengujung film terasa begitu nendang--bahkan sedikit banyak mengingatkan pada perang besar di Avengers: End Game. Avatar menjadi salah satu dari segelintir film yang tak hanya berhasil membuat penontonnya menjagokan sosok non-manusia, tapi juga bersorak saat melihat makhluk yang satu spesies dengan mereka dihajar dan dibinasakan di dalam layar.