Sering Menunda Tugas? Ini Dampaknya dan Cara untuk Mengatasinya
15 December 2025, 10:00 WIB
Menunda mengerjakaan tugas atau pekerjaan kerap dilakukan sebagian orang. Di kalangan siswa dan mahasiswa, kecenderungan menunda sering kali lebih tinggi karena banyaknya pilihan kegiatan yang terasa lebih menyenangkan. Akibatnya, tugas akademik sering dikerjakan di saat-saat terakhir.
Dilansir dari Psychology Today pada Senin, 15 Desember 2025, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa perilaku menunda dapat menurunkan prestasi akademik. Tugas yang dikerjakan secara terburu-buru cenderung tidak optimal dan hasilnya pun kurang maksimal.
Tak hanya berdampak pada nilai, kebiasaan menunda juga berkaitan dengan meningkatnya tingkat stres dan kecemasan. Beban pekerjaan yang terus menumpuk membuat seseorang merasa tertekan. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memicu kelelahan akademik, yakni rasa lelah secara mental dan emosional akibat tekanan belajar yang berlangsung terus-menerus.
Sejumlah penelitian terbaru menunjukkan bahwa ada pendekatan lain yang dapat digunakan untuk mengatasi kebiasaan menunda, selain terapi perilaku kognitif.
Berdasarkan review studi Lee Othman Ramlee pada 2025, terapi penerimaan dan komitmen atau Acceptance and Commitment Therapy (ACT) dinilai memiliki potensi dalam membantu mengurangi perilaku menunda.
ACT merupakan terapi jangka pendek yang bertujuan membantu individu menerima pikiran dan perasaan yang tidak nyaman, tanpa harus melawannya. Terapi ini juga mendorong seseorang untuk tetap berkomitmen melakukan tindakan yang selaras dengan tujuan hidup jangka panjang. Sekitar sembilan studi yang melibatkan siswa, ACT terbukti mampu menurunkan tingkat penundaan akademik.
ACT bekerja melalui enam prinsip utama yang membentuk fleksibilitas psikologis. Dengan memahami dan mempraktikkan prinsip-prinsip ini, seseorang dapat lebih mampu menghadapi rasa tidak nyaman saat mengerjakan tugas, tanpa harus menundanya.
Enam Prinsip Acceptance and Commitment Therapy
Ada enam prinsip dalam ACT, berikut penjelasannya:
1. Mengidentifikasi Hal yang Paling Bermakna
Penundaan sering terjadi karena lebih memilih mengurangi stres jangka pendek, seperti bersantai atau mencari hiburan, dibandingkan memikirkan manfaat jangka panjang dari bekerja atau belajar. Padahal, kebiasaan menunda justru dapat membuat pekerjaan menumpuk dan menambah tekanan di kemudian hari.
Untuk meningkatkan motivasi, penting mengingat kembali alasan sebuah tugas perlu dikerjakan. Misalnya, bekerja dengan baik dapat membantu memperoleh penghasilan yang nantinya memungkinkan kita menikmati waktu luang tanpa rasa cemas. Dengan mengaitkan tugas yang terasa membosankan dengan tujuan dan nilai hidup yang dianggap penting, dorongan untuk segera bertindak akan menjadi lebih kuat.
2. Hadir di Saat Ini
Kebiasaan menunda sering muncul karena keinginan menghindari perasaan tidak nyaman, seperti cemas, bosan, atau takut gagal. Dalam ACT, kesadaran penuh digunakan untuk membantu seseorang tetap hadir di momen sekarang, tanpa harus lari dari perasaan tersebut.
Latihan sederhana yang bisa dilakukan adalah pernapasan sadar. Fokuskan perhatian pada tarikan dan hembusan napas. Jika pikiran melayang, sadari saja tanpa menyalahkan diri, lalu kembalikan fokus ke napas. ACT mengajarkan bahwa keinginan menunda adalah hal yang wajar. Keinginan itu boleh muncul, tetapi tidak harus selalu diikuti.
3. Melihat Diri sebagai Konteks
ACT juga mengajarkan agar seseorang tidak menyamakan dirinya dengan pikiran atau perasaan sesaat. Pikiran seperti "Saya tidak ingin bekerja sekarang" hanyalah pengalaman sementara, bukan gambaran utuh tentang diri seseorang.
Munculnya keinginan untuk menunda tidak berarti seseorang adalah pemalas. Hal tersebut hanya menunjukkan adanya pikiran tertentu pada saat itu. Dengan menyadari hal ini, seseorang dapat memberi jarak antara diri dan pikirannya, sehingga tetap memiliki kendali untuk memilih tindakan yang lebih bermanfaat.
4. Difusi Kognitif
Difusi kognitif membantu seseorang memahami bahwa tidak semua pikiran adalah kebenaran mutlak. Pikiran hanyalah hasil proses mental, bukan fakta yang harus selalu dipercaya.
Sebagai contoh, pikiran seperti "Jika saya bekerja sekarang, saya akan kehilangan waktu bersama teman" dapat dipertanyakan kembali. Kesempatan bersosialisasi masih bisa datang di waktu lain. Dengan memahami bahwa pikiran hanyalah rangkaian kata-kata, pengaruhnya dapat berkurang dan seseorang tetap bisa memilih tindakan yang sesuai dengan tujuan jangka panjang.
5. Penerimaan
Penerimaan berarti membiarkan pikiran dan perasaan yang tidak menyenangkan hadir tanpa harus dilawan. Setiap orang pasti pernah merasa malas atau bosan terhadap tugas tertentu. Dengan menerima kondisi tersebut secara tenang, energi tidak habis untuk melawan perasaan tetapi dapat dialihkan untuk tetap melangkah maju.
6. Tindakan Berkomitmen
Tindakan berkomitmen mendorong seseorang untuk tetap bertindak sesuai tujuan jangka panjang, meskipun terasa tidak nyaman. Menunda mungkin terasa lebih mudah, tetapi berpegang pada nilai dan tujuan hidup akan memberikan manfaat yang lebih besar di masa depan.
Melalui ACT, mengatasi kebiasaan menunda bukan hanya soal mengubah cara berpikir, melainkan belajar menoleransi ketidaknyamanan emosional seperti rasa malas, cemas, atau bosan sambil tetap mengambil langkah nyata. Dengan konsistensi, kebiasaan menunda dapat dikendalikan.