Profil Wilmar Group dan Skandal Korupsi Triliunan, Minyak Goreng hingga Beras Oplosan

25 July 2025, 10:39 WIB
Profil Wilmar Group dan Skandal Korupsi Triliunan, Minyak Goreng hingga Beras Oplosan

Nama Wilmar Group lagi-lagi menyedot perhatian. Setelah digoreng dalam kasus korupsi triliunan terkait fasilitas eksporCrude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit tahun 2021-2022, kini perusahaan tersebut juga disebut dalam skandal beras oplosan yang ditangani Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

PT Wilmar Group, perusahaan di bidang agribisnis berskala global yang didirikan tahun 1991 oleh dua orang miliarder asal Singapura dan Indonesia, yaitu Kuok Khoon Hong dan Martua Sitorus.

Pada awal berdiri, bernama Wilmar Trading Pte Ltd dengan penyetoran modal sebanyak 100.000 dolar Singapura dan memiliki lima orang pekerja.

Dalam daftar miliarder dunia Forbes 2025, Kuok Khoon Hong merupakan miliarder Singapura yang menempati urutan ke-1.072 dengan kekayaan 3,4 miliar dolar. Sementara, Martua Sitorus termasuk miliarder Indonesia yang menduduki urutan ke-1.045 dengan kekayaan 3,5 miliar dolar.

Perusahaan induk investasi ini bergerak dalam pemrosesan, perdagangan, dan distribusi produk pertanian melalui segmen budidaya kelapa sawit, penghancuran biji minyak, penyulingan minyak nabati, penggilingan tepung dan beras, penggilingan, dan penyulingan gula.

Lalu, Wilmar Group juga bergerak pada segmen lain seperti manufaktur produk konsumen, makanan siap saji, produk dapur, lemak khusus, oleokimia, biodiesel dan pupuk, serta operasi taman makanan.

Di Indonesia, perkebunan pertama Wilmar berada di Sumatera Barat sekitar 7.000 hektar. Kini termasuk perkebunan kelapa sawit dan penyuling minyak sawit, penghancur inti sawit dan kopra, lemak khusus, oleokimia dan produsen biodiesel yang terbesar dimiliki Wilmar. Selain itu, juga termasuk produsen minyak kemasan bermerek terbesar.

Perkebunan kelapa sawit Wilmar berada di Sumatera, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah di wilayah selatan, yang mengelola 36.030 ha melalui skema petani kecil di Indonesia.

Perkebunan ini juga didukung dengan infrastruktur pengolahan, yakni pabrik penggilingan inti sawit berkapasitas 50 metrik ton per hari yang berlokasi di Sumatera Utara, serta kilang pengolahan dengan kapasitas 700 metrik ton per hari di Dumai, Indonesia.

Produk Wilmar Group

Produk Wilmar Group

Selain itu, Wilmar juga menjalankan lini usaha di bidang produksi dan distribusi pupuk di Indonesia. Melalui fasilitas produksinya, perusahaan mampu menghasilkan sekitar 1,2 juta metrik ton pupuk per tahun, yang difokuskan pada pupuk majemuk jenis NPK (Nitrogen, Fosfor, dan Kalium).

Pada bidang produksi dan distribusi gula, Wilmar mengakuisisi PT Jawamanis Rafinasi yang merupakan salah satu perusahaan penyuling gula terkemuka di Indonesia.

Wilmar Group menjalankan peran sebagai perusahaan induk (holding) yang mengelola, menanam modal, dan mengawasi operasional lebih dari 1.000 pabrik manufaktur di lebih 30 negara.

Berpusat di Singapura, Wilmar Group menyebarkan jaringan distribusi di berbagai negara lainnya, seperti Tiongkok, India, Indonesia, serta 50 wilayah negara lainnya. Operasi perusahaan ini pun didukung dengan tenaga kerja sekitar 100.000 orang pekerja yang berasal dari berbagai latar belakang.

Menurut laporan Forbes, Kuok Khoon Hong pernah membawa salah satu anak perusahaan Wilmar yang di China, Yihai Kerry Arawana, ke lantai bursa. Perusahaan tersebut melantai di Bursa Saham Shenzhen pada tahun 2020, melalui penawaran IPO senilai 2,1 miliar dolar.

Di Bursa Efek Singapura (SGX), Wilmar Group pun tercatat sebagai salah satu perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar tertinggi.

Berdasarkan catatan terakhir tahun 2024, Wilmar Group memiliki kinerja keuangan dengan pendapat sebesar 67,2 miliar dolar, total aset (aktiva) sebesar 61,8 miliar dolar, dan keuntungan sebanyak 1,5 miliar dolar.

Produk yang dihasilkan perusahaan PT Wilmar Group, di antaranya Sania, Siip, Sovia, Fonta, Tulip, Arawana Brand, Wonder Farm, Fortune, Rupchanda, Mamador, Simply Dau Dau Nanh, Cheerose.

Skandal Minyak Goreng

Skandal Minyak Goreng

Di kasus CPO, ada lima terdakwa korporasi dari Wilmar Group yaitu PT Multimas nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Berjalannya kasus, mereka menyerahkan total Rp11.880.351.802.619 atau Rp11,8 triliun sebagai pengembalian uang negara ke Kejagung pada Selasa, 17 Juni 2025.

Pejabat Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung saat itu, Harli Siregar menyampaikan, pengembalian uang itu menjadi yang terbesar dalam sejarah di kasus korupsi.

"Untuk kesekian kali kita melakukan rilis press conference terkait dengan penyitaan uang dalam jumlah yang sangat besar. Dan barangkali ini merupakan presscon terhadap penyitaan uang dalam sejarahnya, ini yang paling besar," tutur Harli saat konferensi pers di Kejagung.

Di awal-awal kasus bergulir atau pada Juli 2022 lalu, Supardi yang menjabat sebagai Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung sempat merinci bahwa kerugian keuangan negara dalam kasus CPO sekitar Rp6 triliun, ditambah perekonomian negara sekitar Rp12 triliun dan Ilegal gain alias pendapatan tidak sah sekitar Rp2 triliun.

"Total Rp20 triliun lah," ujarnya.

Skandal korupsi juga menyasar ke pejabat-pejabat Wilmar Grup, setelah Parulian Tumanggor selaku mantan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master, kini ada Muhammad Syafei (MSY) selaku Head of Social Security and License Wilmar Group.

Dia menjadi tersangka usai terlibat penyuapan hakim dalam kasus vonis ontslag atau lepas terdakwa korporasi CPO, yang menyediakan uang Rp60 miliar untuk memuluskan putusan.

Skandal Beras Oplosan

Skandal Beras Oplosan

Belum kelar kasus CPO, Satgas Pangan Polri menggeber Wilmar Group dengan penyelidikan kasus beras oplosan. Pihak perusahaan itu diperiksa pada Kamis, 10 Juli 2025 terkait dugaan pelanggaran mutu dan takaran.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf mengurai, kasus beras oplosan berpotensi merugikan konsumen hingga Rp99 triliun per tahun.

"Terdapat potensi kerugian konsumen atau masyarakat per tahun sebesar Rp99,35 triliun, terdiri dari beras premium sebesar Rp34,21 triliun dan beras medium sebesar Rp65,14 triliun. Ini yang disampaikan oleh Bapak Menteri kemarin," jelas dia.

Dari hasil penyelidikan, tim turun ke lapangan untuk mengambil sampel beras di pasar tradisional dan modern. Sampel tersebut kemudian diuji di laboratorium untuk memastikan kesesuaiannya dengan standar mutu beras premium dan medium.

Namun sampai dengan hari ini, kita baru mendapatkan sembilan merek, dan lima merek yang sudah ada hasilnya, yaitu beras premium yang tidak memenuhi standar mutu," jelas Helfi.

Lima merek tersebut berasal dari tiga entitas usaha, yaitu PT PIM dengan merek Sania; PT FS dengan merek Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Setra Pulen; serta Toko SY dengan merek Jelita dan Anak Kembar.

"Dari hasil penyelidikan tersebut, penyidik mendapatkan fakta bahwa modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku usaha yaitu melakukan produksi beras premium dengan mutu yang tidak sesuai dengan standar yang tertera pada label kemasan. Mereka menggunakan mesin produksi baik modern maupun tradisional," ujarnya.

Tidak mau ketinggalan, Kejagung melalui tim Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus P3TPK) melayangkan panggilan pemeriksaan terhadap enam produsen beras atas perkara serupa, salah satunya Wilmar Group. Mereka diminta menghadap penyidik pada Senin, 28 Juli 2025.

<p>Infografis Keran Ekspor Minyak Goreng Kembali Dibuka. (Liputan6.com/Trieyasni)</p>

Tanggapan Wilmar Group

Terkait uang sitaan triliunan di Kejagung, Manajemen Wilmar International Limited menyatakan kalau uang tersebut bukan hasil sitaan lantaran masih dalam proses penyidikan.

"Itu bukan sitaan karena sekarang masih proses penyidikan dan belum ada putusan, sidang saja belum," tulis manajemen Wilmar International Limited seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa pekan ini.

Wilmar mengatakan, pada awal April 2024, Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejaksaan) mengajukan dakwaan terkait merugikan keuangan negara, memperoleh keuntungan yang tidak sah, serta merugikan sektor usama terhadap lima anak perusahaan grup Wilmar yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.

Dakwaan itu diduga berasal dari tindakan korupsi yang dilakukan oleh anak-anak perusahaan tersebut antara Juli 2021-Desember 2021 pada saat terjadi kelangkaan minyak goreng di pasar Indonesia. Total kerugian disebutkan Rp12,3 triliun atau sekitar USD 755 juta.

"Posisi dari pihak Wilmar tergugat sejak awal adalah seluruh tindakan yang dilakukan selama periode tersebut terkait ekspor minyak goreng telah sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu," demikian seperti dikutip dari keterangan resmi.

Kejaksaan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dan meminta agar Wilmar menunjukkan kepercayaannya terhadap sistem peradilan Indonesia serta itikad baik dan keyakinan mereka atas ketidakbersalahan. Ini dengan cara menempatkan dana jaminan sebesar Rp11,88 triliun atau disebut dana jaminan dalam perkara ini.

Wilmar menyatakan, dana jaminan tersebut merepresentasikan sebagian dari dugaan kerugian negara dan dugaan keuntungan ilegal yang diperoleh pihak Wilmar dari tindakan yang dituduhkan.

"Pihak Wilmar telah menyetujui dan telah menempatkan dana jaminan tersebut," tulis manajemen.

Wilmar menyatakan, dana jaminan akan dikembalikan kepada pihak Wilmar tergugat apabila Mahkamah Agung Republik Indonesia menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun, dana jaminan dapat disita, baik sebagian maupun seluruhnya (tergantung pada putusan), apabila Mahkamah Agung memutuskan tidak memihak kepada pihak Wilmar Tergugat.

"Jadi uang itu Wilmar sukarela serahkan sebagai itikad baik," demikian seperti dikutip.

Wilmar mengatakan seluruh tindakan yang dilakukan telah dilakukan dengan itikad baik dan tanpa niat koruptif apapun.

Sumber : Liputan6.com