Penyebab Parental Burnout, Mulai dari Kepribadian hingga Tuntutan Lingkungan

13 April 2025, 21:40 WIB
Penyebab Parental Burnout, Mulai dari Kepribadian hingga Tuntutan Lingkungan

Menjadi orangtua adalah peran yang mulia, namun sekaligus menguras energi secara fisik, emosional, dan mental. Tekanan dalam menjalankan peran ini bisa sedemikian besarnya hingga menyebabkan kondisi yang disebut sebagai parental burnout.

Dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen FEMA IPB University, Dr. Nur Islamiah menjelaskan bahwa untuk memahami penyebab parental burnout, kita perlu melihat fenomena yang terjadi di masyarakat serta merujuk pada berbagai penelitian. Ia membagi penyebab parental burnout ke dalam dua kategori besar: faktor eksternal dan faktor internal.

Faktor Eksternal: Lingkungan yang Penuh Tuntutan

"Kalau faktor eksternal itu terkait dengan kultur atau budaya setempat, tuntutan-tuntutan dari lingkungan terhadap orangtua, itu ternyata bisa berpengaruh juga loh terhadap bagaimana orang tua itu mempersepsikan dia orang tua yang baik atau nggak," ungkap Nur dalam IPB Podcast: Mengenal Parental Burnout,dikutip Minggu (13/4).

Misalnya, tekanan dari keluarga besar seperti mertua yang kerap melontarkan komentar negatif tentang pola asuh atau tumbuh kembang anak bisa menjadi beban tersendiri.

"Misalnya, kok anaknya kurus? Padahal itu ada tuntutan-tuntutan dari lingkungan," lanjutnya.

Kurangnya dukungan dari pasangan maupun keluarga besar dalam pengasuhan anak juga memperparah situasi. Orangtua yang merasa tak memiliki "backup" dalam mengasuh anak cenderung merasa sendirian dan kewalahan.

Faktor Internal: Perfeksionisme dan Minimnya Keterampilan

Tak hanya faktor eksternal, kondisi internal dalam diri orangtua juga memegang peranan penting. Beberapa faktor demografi seperti jumlah anak, tingkat pendidikan, dan kondisi sosial ekonomi memang turut mempengaruhi, meskipun tidak terlalu signifikan.

"Yang pertama adalah terkait dengan kepribadian dari si orangtua tersebut. Misalnya contohnya perfeksionis," jelas Nur.

Ia menyebutkan bahwa keinginan menjadi orang tua sempurna justru bisa menjadi jebakan. "Masalah itu dicari-cari sendiri... akhirnya membuat kita jadi burnout tadi."

Selain itu, minimnya keterampilan dalam mengasuh anak, terutama dalam hal regulasi emosi, menjadi penyebab yang cukup besar. Tanpa kemampuan ini, orang tua cenderung mudah meledak saat menghadapi anak yang tantrum.

"Kalau nggak punya kemampuan skill regulasi emosi, adanya kan ngamuk, marah. Terus kalau udah marah kayak gitu, biasanya nyesel. Malam-malam nyesel, terus besok kayak gitu lagi," katanya.

Dampak Fisik dan Mental yang Mengkhawatirkan

Parental burnout bukan sekadar kelelahan biasa. Ia berdampak nyata pada kesehatan fisik dan mental orangtua. Nur menyebutkan bahwa penelitian menunjukkan tingkat hormon hair cortisol---indikator stres---pada orangtua yang mengalami burnout dua kali lipat lebih tinggi dibanding pasien nyeri kronis.

"Artinya lebih parah. Jadi menderita banget kan," katanya.

Secara psikosomatis, burnout bisa menyebabkan sakit kepala, gangguan tidur, hingga masalah pencernaan yang tak terdeteksi secara medis. Dalam jangka panjang, burnout juga bisa memicu gangguan kecemasan, depresi, bahkan keinginan mengakhiri hidup.

"Sampai seperti itu karena udah merasa gagal, ngapain dong? Ngapain hidup lagi?" ujar Nur dengan nada prihatin.

Hubungan Orangtua dan Anak Ikut Terkorbankan

Dampak burnout bukan hanya dirasakan orangtua, tapi juga anak. Ketegangan emosional antara orang tua dan anak bisa menyebabkan jarak emosional, bahkan konflik.

"Anak kan juga pasti berjarak secara emosi. Artinya orang tua kok marah-marah terus ya... akhirnya anaknya juga nggak ngerasa nyaman ada di sekitar orang tua," jelas Nur.

Jika tidak ditangani, hal ini bisa berkembang menjadi penelantaran atau bahkan kekerasan terhadap anak.

"Udah susah ini anak, susah diaturnya, udah aku mau cuek aja. Atau malah akhirnya melakukan kekerasan pada anak karena udah burnout banget."

Mencegah dan Mengatasi Parental Burnout

Lalu, bagaimana cara mencegah atau mengatasi parental burnout? Dr. Nur menekankan pentingnya memahami akar masalah, baik dari sisi internal maupun eksternal. Dari sisi eksternal, sangat penting menciptakan lingkungan yang minim tuntutan terhadap orangtua.

Di sisi internal, orangtua perlu dibekali keterampilan dalam mengasuh anak, termasuk kemampuan mengelola emosi dan merawat diri. Menyadari bahwa menjadi orang tua tidak harus sempurna, serta berani meminta bantuan saat lelah, adalah langkah awal yang penting.

Menjadi Orangtua, Bukan Superhero

Parental burnout adalah alarm bahwa ada yang perlu diperbaiki dalam sistem dukungan dan ekspektasi terhadap orang tua. Dengan membongkar faktor-faktor penyebabnya, seperti yang dijabarkan oleh Dr. Nur Islamiah, kita belajar bahwa menjadi orang tua bukan berarti harus menjadi superhero.

Orangtua juga manusia---yang butuh istirahat, butuh dukungan, dan berhak untuk merasa lelah. Dan itu semua, sah-sah saja.

Sumber : Liputan6.com