Jepang Rencanakan Penempatan Rudal Jarak Jauh di Kyushu, Targetkan Korea Utara dan China?

18 March 2025, 09:59 WIB
Jepang Rencanakan Penempatan Rudal Jarak Jauh di Kyushu, Targetkan Korea Utara dan China?

Jepang berencana menempatkan rudal jarak jauh di selatan Kyushu, menyusul kekhawatiran atas sikap pemerintahan Donald Trump terhadap pakta keamanan dan ketegangan regional yang terus berlanjut.

Rudal, dengan jangkauan sekitar 1.000 km, tersebut mampu mencapai target di Korea Utara dan wilayah pesisir China, dan rencananya akan ditempatkan tahun depan di dua pangkalan yang sudah memiliki garnisun rudal.

Menurut laporan dari kantor berita Kyodo, yang mengutip sumber pemerintah, rudal ini akan memperkuat pertahanan rantai Pulau Okinawa yang strategis dan merupakan bagian dari pengembangan "kemampuan serang balik" Jepang jika diserang.

Penempatan rudal jarak jauh di Pulau Okinawa, yang membentang hingga 110 km dari Taiwan, kemungkinan besar tidak akan dilakukan demi menghindari provokasi terhadap China. Pulau tersebut sudah memiliki sejumlah baterai rudal dengan jangkauan lebih pendek.

"Karena ancaman dari China dan Korea Utara semakin meningkat, wajar jika Jepang menanggapinya dengan sistem senjata yang lebih efektif," kata Yoichi Shimada, profesor emeritus di Universitas Prefektur Fukui seperti dikutip dari The Guardian. "Saya pikir Jepang harus segera mengambil langkah-langkah seperti penempatan rudal jarak jauh untuk mengembangkan keamanan yang lebih kuat."

Pada 6 Maret, Trump mengeluh bahwa perjanjian keamanan Amerika Serikat (AS)-Jepang tidak timbal balik.

"Kami memiliki hubungan yang baik dengan Jepang, tetapi ada satu hal menarik dalam kesepakatan kami: kami wajib melindungi mereka, sementara mereka tidak memiliki kewajiban yang sama untuk melindungi kami. Begitulah isi kesepakatannya. Selain itu, mereka juga mendapatkan keuntungan ekonomi yang besar dari kami. Saya sering bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang merancang kesepakatan seperti ini?" kata Trump.

Pandangan Ahli

Pandangan Ahli

Perjanjian keamanan AS-Jepang pertama kali ditandatangani pada tahun 1951, ketika Jepang masih diduduki oleh pasukan AS. Kemampuan Jepang untuk mengambil tindakan militer dibatasi oleh Pasal 9 konstitusinya yang pasifis, yang secara efektif "dipaksakan" oleh AS setelah Perang Dunia II.

Shimada percaya bahwa langkah-langkah proaktif, seperti meningkatkan sistem rudal, akan memperkuat hubungan AS-Jepang. Namun, dia berpendapat bahwa tuntutan pemerintahan Trump agar Jepang terlibat dalam pengaturan pertahanan yang lebih timbal balik "tidak sepenuhnya tidak masuk akal."

Menurut Robert Dujarric dari Temple University di Tokyo, pernyataan-pernyataan Trump tentang sekutu AS dan anggota NATO lainnya, termasuk Kanada dan Denmark, telah menimbulkan kekhawatiran di Jepang. Banyak pihak meragukan komitmen pemerintahan Trump untuk menghormati perjanjian-perjanjian yang telah lama berlaku.

"Bagi siapa pun yang memperhatikan situasi ini, jelas bahwa aliansi AS-Jepang sedang dalam kondisi buruk. Bahkan jika China menyerang Jepang, tidak ada jaminan bahwa AS di bawah kepemimpinan Trump akan mengambil tindakan apa pun. Ini adalah masalah serius," ungkap Dujarric.

Dua pangkalan Angkatan Darat Bela Diri Jepang (GSDF) sedang dipertimbangkan sebagai lokasi penempatan rudal baru ini, yaitu Camp Yufuin di Oita dan Camp Kengun di Kumamoto. Kedua pangkalan tersebut terletak di Kyushu dan sudah dilengkapi dengan baterai rudal. Sistem senjata baru ini dilaporkan merupakan versi peningkatan dari rudal panduan darat-ke-kapal Type-12 milik GSDF.

"Ini hanya satu bagian dari peningkatan bertahap kapasitas militer Jepang," kata Dujarric, yang percaya bahwa negara itu perlu memikirkan kembali kebijakan keamanannya mengingat perubahan lanskap geopolitik.

Sumber : Liputan6.com