Setan Dibelenggu di Bulan Ramadhan, Mengapa Masih Ada Orang yang Maksiat?
15 March 2025, 18:30 WIB:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3108148/original/088309000_1587459079-2642016.jpg)
Bulan Ramadhan ialah bulan mulia yang menjadi momen penting bagi umat Islam terutama dalam meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
Di bulan Ramadan ini, seseorang biasa meningkatkan amal ibadah di mana pada bulan-bulan sebelumnya intensitas ibadahnya terbilang biasa-biasa saja.
Salah satu keutamaan bulan ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW ialah di mana pada bulan ini setan-setan dibelenggu. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya, "Jika bulan Ramadan datang, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu." (HR. Muslim).
Terkait hadis ini, yang sering menjadi pertanyaan ialah, mengapa masih ada orang yang melakukan maksiat di bulan Ramadhan, padahal setan dibelenggu?
Advertisement
Pendapat Ulama tentang Maksud Hadis Ini
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3429708/original/083722500_1618477419-Ilustrasi_puasa_1.jpg)
Mengutip sulbar.kemenag.go.id,menurut Al-Hafidh Ibnu Hajar, maksud dari setan dibelenggu pada hadis tersebut adalah setan tidak mulus dalam menggoda Kaum Muslimin sebagaimana bulan lainnyakarena kesibukannya dengan ketaatan, seperti puasa,ntarawih, salawat, membaca Alquran, dan zikir. Itu yang membuat setan terkekang.
Al-Jazairi mendefinisikan setan adalah segala bentuk yang mengarahkan kepada kedurhakaan. tidak terbatas hanya pada golongan jin, tapi juga manusia.Sehingga boleh jadi setan dari golongan jin itu dibelenggu tapi setan dalam wujud manusia masih berkeliaran.
Selain itu, harus diketahui bahwa yang mendorong manusia melakukan kemaksiatan bukan hanya bisikan setan tapi juga dorongan hawa nafsu diri sendiri,
"Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan" (QS.Yusuf ayat 53)
Oleh karena itu, dengan adanya ibadah puasa Ramdan dapat kita jadikan momentum untuk melatih diri mengendalikan hawa nafsu agar kita dapat memperoleh gelar takwa di sisi-Nya.
Advertisement
Pendapat Lain
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4765624/original/018804400_1709824264-Ilustrasi_Ramadan__Ramadhan__bulan_puasa.jpg)
Mengutip NU Online,makna hakiki dari hadits di atas, para ulama hadits sendiri memiliki pendapat beragam. Al-Halimi yang dikutip oleh Badruddin Al-Aini dalam 'Umdatul Qari mengatakan, mungkin saja hadits ini bermakna bahwa setan senantiasa mencuri-curi dengar informasi langit.
Namun, pada bulan suci Ramadhan, mereka tidak dapat melakukan hal itu karena dibelenggu, termasuk menggoda manusia. Sebagaimana diketahui, zaman Al-Qur'an diturunkan mereka senantiasa dihalang-halangi mencuri tahu wahyu yang turun. Itu terjadi antara lain demi menjaga keotentikan wahyu.
Mungkin pula hadits ini bermakna, pada bulan Ramadhan setan tidak terlalu leluasa menggoda manusia layaknya pada bulan-bulan lain karena kesibukan manusia berpuasa, membaca Al-Qur'an, berzikir, dan seterusnya. Dengan demikian, istilah "dibelenggu" menjadi ungkapan atas kelemahan setan menyelewengkan, menggoda manusia, dan memperindah keinginan syahwat manusia.
Walhasil, menurut Abu Muhammad penulis Kitab 'Umdatul Qari, mengapa kemaksiatan masih merebak pada bulan Ramadhan walau setan dibelenggu? Jawabannya setan terbelenggu pada bulan itu bagi orang-orang berpuasa yang menjaga syarat, rukun, dan adabnya. (Syekh Badruddin Al-Aini, 'Umdatul Qari Syarh Shahihil Bukhari, juz X, halaman 270).
Ada lagi yang berpendapat bahwa setan yang dibelenggu hanya sebagian saja, tidak seluruhnya. Jadi, maksud hadits ini hanya membatasi ruang gerak setan dan jin-jin jahat saja. Itu pun dilakukan oleh orang-orang yang berpuasa. Kemudian, pembelengguan setan tidak berhubungan langsung dengan keburukan dan kemaksiatan manusia.
Sebab, dalam diri manusia masih terdapat pemicu atau pendorong keburukan lain, yakni nafsu, kebiasaan buruk, dan setan manusia. Adakalanya, tanpa setan, kebiasaan buruk akan mendorong manusia untuk berbuat buruk. Saat tidak dibelenggu pun, setan hanya mendorong dan memperindah keburukan. (Lihat Jamaluddin Abul Farj, Kasyful Musykil min Haditsis Shahihain, juz III, halaman 409).
Ada pula yang menafsirkan ungkapan hadits ini sebagai kiasan, seperti Abu 'Umar Yusuf Al-Qurthubi. Ia mengatakan, "Menurut hemat saya, maksud 'dibelenggu' di sana adalah majas (kiasan). Maknanya, wallahu a'lam,
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul