Uniknya Salat Tarawih di Indonesia: Dari 11 hingga 23 Rakaat!

10 March 2025, 21:31 WIB
Uniknya Salat Tarawih di Indonesia: Dari 11 hingga 23 Rakaat!

Bagaimana pelaksanaan salat Tarawih di berbagai daerah di Indonesia? Pertanyaan ini akan mengungkap kekayaan budaya dan praktik keagamaan di Tanah Air.

Perbedaan mencolok terlihat pada jumlah rakaat, waktu pelaksanaan, dan tradisi lokal yang mewarnai ibadah sunnah di bulan Ramadan ini. Faktor geografis, budaya, dan sosial turut membentuk keragaman tersebut.

Perbedaan paling utama terletak pada jumlah rakaat. NU (Nahdlatul Ulama) umumnya melaksanakan salat Tarawih 23 rakaat (termasuk witir), sementara Muhammadiyah melaksanakannya 11 rakaat (termasuk witir).

Perbedaan ini berakar pada perbedaan interpretasi hadis dan pendapat ulama. Di beberapa pesantren, bahkan ada tradisi salat Tarawih 'cepat' yang menyelesaikan 23 rakaat dalam waktu singkat.

Selain jumlah rakaat, waktu pelaksanaan juga bervariasi. Umumnya setelah salat Isya, namun ada daerah yang melaksanakan lebih awal. Faktor praktis, budaya lokal, dan interpretasi keagamaan menjadi pertimbangannya. Tradisi lokal juga sangat beragam, mulai dari pembacaan Al-Qur'an dengan qiraat khas daerah, hingga tradisi 'Tarhim' (Tarawih Silaturahmi) yang menggabungkan salat Tarawih dengan berbuka puasa bersama dan tausiyah.

Jumlah Rakaat dan Tradisi Lokal

Perbedaan jumlah rakaat salat Tarawih antara NU dan Muhammadiyah menjadi sorotan utama. NU, dengan jumlah rakaat yang lebih banyak, mencerminkan interpretasi mereka terhadap hadis dan pendapat ulama.

Sementara Muhammadiyah, dengan jumlah rakaat yang lebih sedikit, memiliki landasan interpretasi yang berbeda. Namun, kedua organisasi sama-sama menghormati perbedaan dan menekankan pentingnya niat ikhlas dalam beribadah.

Tradisi lokal turut mewarnai pelaksanaan salat Tarawih. Di beberapa daerah, salat Tarawih diiringi pembacaan Al-Qur'an dengan qiraat khas daerah tersebut, menambah kekhasan dan nuansa lokal. Adanya tradisi 'Tarhim' atau Tarawih Silaturahmi juga memperkuat aspek sosial keagamaan, mempererat tali silaturahmi antar jamaah.

Safari Ramadan juga menjadi tradisi di banyak daerah, di mana jamaah mengunjungi berbagai masjid dan komunitas. Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan ukhuwah Islamiyah, tetapi juga memperkenalkan berbagai tradisi salat Tarawih di berbagai tempat.

Bahkan, di beberapa pesantren, terdapat tradisi salat Tarawih yang diselesaikan dalam waktu singkat, kurang dari 10 menit untuk 23 rakaat. Ini menunjukkan fleksibilitas dan adaptasi terhadap kondisi setempat.

Pengaruh Faktor Geografis, Budaya, dan Sosial

Faktor geografis memengaruhi durasi waktu puasa, yang secara tidak langsung berpengaruh pada waktu dan durasi salat Tarawih. Di daerah dengan waktu puasa singkat, salat Tarawih mungkin dilaksanakan lebih singkat atau lebih berdekatan dengan waktu salat lainnya.

Budaya lokal sangat berpengaruh. Beberapa daerah memiliki tradisi khusus, seperti pembacaan ayat-ayat tertentu, penggunaan alat musik tradisional, atau acara tambahan setelah salat. Ini menunjukkan bagaimana praktik keagamaan beradaptasi dengan budaya setempat.

Faktor sosial, seperti tingkat pemahaman keagamaan dan motivasi beribadah, memengaruhi partisipasi masyarakat. Dukungan komunitas dan tokoh agama setempat dapat meningkatkan partisipasi, sementara kesibukan atau kurangnya akses ke masjid dapat menjadi penghambat.

Doa kamilin, misalnya, merupakan tradisi lokal yang berkembang setelah salat Tarawih, menambah kekhasan pelaksanaan salat Tarawih di Indonesia. Ini menunjukkan bagaimana tradisi lokal dapat memperkaya praktik keagamaan.

Disclaimer: Artikel ini dibuat menggunakan teknologi AI.

Sumber : Liputan6.com