Sahur On The Road Artinya Bahasa Indonesia, Tradisi Ramadan yang Tuai Pro Kontra

04 March 2025, 16:00 WIB
Sahur On The Road Artinya Bahasa Indonesia, Tradisi Ramadan yang Tuai Pro Kontra

Bulan Ramadan tiba, membawa aroma kekhusyukan dan tradisi berbagi. Salah satu tradisi yang populer, namun juga menjadi kontroversi belakangan ini, adalah Sahur On The Road. Kegiatan makan sahur di luar rumah ini, awalnya bermaksud mulia, berbagi rezeki dengan sesama. Namun, seperti sebuah arus yang tak terbendung, Sahur On The Road telah bermetamorfosis, memicu perdebatan dan pertimbangan serius tentang kelanjutannya.

Artikel ini akan mengupas tuntas fenomena Sahur On The Road, mengurai makna di balik kegiatan tersebut, dan menelisik dampak positif dan negatifnya. Mulai dari tujuan awal hingga transformasinya yang memicu kontroversi, kita akan membahas bagaimana Sahur On The Road di tengah masyarakat, termasuk pandangan Islam tentang kegiatan ini.

Simak selengkapnya untuk memahami lebih dalam mengenai tradisi ramadhan, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (4/3/2025).

Arti Sahur On The Road dalam Bahasa Indonesia dan Kontroversinya

Sahur On The Road secara harfiah berarti "sahur di jalan". Ini adalah kegiatan makan sahur di luar rumah, biasanya di jalanan atau tempat umum, yang dilakukan sebelum waktu subuh oleh mereka yang akan berpuasa. Awalnya, Sahur On The Road memiliki tujuan mulia, berbagi rezeki dengan mereka yang membutuhkan seperti tunawisma atau anak jalanan. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai Islam yang menekankan pentingnya berbagi dan kepedulian terhadap sesama.

Namun, seiring berjalannya waktu, makna On The Road mengalami pergeseran. Kegiatan berbagi makanan seringkali terlupakan, dan Sahur On The Road lebih banyak diartikan sebagai ajang berkumpul dan berkonvoi. Akibatnya, muncul beberapa masalah seperti kemacetan, kebisingan, dan bahkan keributan antar kelompok.

Sahur On The Road sebenanrnya dapat menjadi ajang silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan antar sesama. Kegiatan ini juga dapat menjadi media untuk berbagi kebaikan kepada sesama, terutama bagi mereka yang membutuhkan.

Sayangnya, kegiatan ini berpotensi menimbulkan kemacetan lalu lintas, kebisingan, dan bahkan keributan. Praktiknya ini juga dapat mengganggu ketertiban umum dan keamanan. Potensi kecelakaan lalu lintas juga meningkat karena konvoi kendaraan yang tidak tertib.

Lebih lanjut, pergeseran makna Sahur On The Road dari berbagi kepada konvoi semata menimbulkan keresahan di masyarakat. Banyak yang menilai kegiatan ini kurang bermanfaat dan malah berpotensi merugikan. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dan tanggung jawab bersama untuk menjaga agar kegiatan ini tetap positif dan tidak merugikan orang lain.

Fenomena ini menimbulkan kontroversi, bahkan di beberapa daerah, Sahur On The Road dilarang karena berpotensi membahayakan ketertiban umum. Meskipun awalnya dijalankan dengan niat baik, Sahur On The Road saat ini sering dikaitkan dengan kegiatan yang kurang positif dan menimbulkan masalah.

Untuk mengembalikan esensi On The Road sebagai bentuk kepedulian sosial, dibutuhkan kesadaran dan tanggung jawab bersama. Penting untuk mengingat bahwa berbagi rezeki dan membantu mereka yang membutuhkan seharusnya menjadi fokus utama, bukan sekadar kegiatan berkumpul dan berkonvoi.

Sejak Kapan Sahur on The Road Dilakukan?

Sahur On The Road telah menjadi fenomena menarik di Indonesia, khususnya di kalangan anak muda. Tradisi ini, yang bermula sekitar awal tahun 2000-an, merupakan perpaduan unik antara menikmati sahur bersama komunitas, menjelajah kota, dan berbagi kebaikan dengan sesama.

Awalnya, Sahur On The Road muncul dari keinginan para pemuda untuk merasakan pengalaman sahur yang berbeda. Menikmati hidangan sahur di jalan raya, sambil bercengkrama dengan teman-teman, menjadi alternatif yang menarik dan penuh semangat.

Lebih dari sekadar kegiatan bersenang-senang, Sahur On The Road memiliki nilai sosial yang tinggi. Para peserta aktif membagikan makanan kepada mereka yang membutuhkan, seperti tunawisma, di sepanjang perjalanan. Inisiatif ini membawa nilai kemanusiaan dan menjadi bentuk kepedulian terhadap sesama, terutama di bulan suci Ramadan.

Seiring waktu, Sahur On The Road telah menjadi tradisi tahunan yang dinantikan oleh banyak orang. Aktivitas ini menawarkan pengalaman yang menyenangkan, memberikan kesempatan untuk menjelajahi kota dengan cara yang berbeda, dan menjadi momen melepas penat setelah seharian beraktivitas.

Meskipun demikian, penting untuk menjalankan Sahur On The Road dengan bijak dan bertanggung jawab. Menjaga keselamatan diri dan orang lain di jalan raya, serta menghormati aturan lalu lintas, harus menjadi prioritas utama. Selain itu, meminimalisir sampah dan menjaga kebersihan lingkungan juga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.

Dengan semua kelebihannya, Sahur On The Road menjadi bukti bahwa tradisi dapat berkembang dan beradaptasi dengan zaman. Tradisi ini mengajarkan nilai-nilai sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan, sekaligus menghidupkan semangat bulan Ramadan dengan cara yang unik dan menyenangkan.

Pandangan Islam Tentang Sahur on The Road

Sahur on the road merupakan kegiatan berbagi makanan sahur kepada orang yang membutuhkan di jalan. Dari segi niat, kegiatan ini sejalan dengan ajaran Islam yang menganjurkan berbagi dan peduli terhadap sesama. Hal ini terlihat dari hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa makan sahur adalah berkah dan dianjurkan, bahkan hanya dengan seteguk air sekalipun.

Namun, pelaksanaan Sahur on the road perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan dampak negatif dan tetap sesuai dengan nilai-nilai kebaikan. Islam menekankan pentingnya menjaga ketertiban umum dan tidak mengganggu kenyamanan orang lain.

Jika kegiatan Sahur on the road menimbulkan kemacetan, kebisingan, atau gangguan lainnya seperti knalpot bising dan teriak-teriak, maka hal ini bertentangan dengan ajaran Islam. Nabi Muhammad SAW sendiri bersabda bahwa orang mukmin yang baik adalah yang membuat orang lain merasa aman dari gangguan lisan dan tangannya.

Oleh karena itu, penting untuk menjaga keselarasan antara niat baik dengan cara yang baik pula. Pihak penyelenggara Sahur on the road perlu:

  • Memilih waktu dan lokasi yang tepat untuk menghindari kemacetan dan gangguan terhadap warga sekitar.
  • Menjaga ketertiban dan menghindari kebisingan dengan menggunakan alat pengeras suara secara bijak dan tidak berlebihan.
  • Berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk mendapatkan izin dan memastikan keamanan serta kelancaran kegiatan.
  • Memilih cara berbagi yang tepat dengan menghindari pembagian makanan di jalan raya yang dapat membahayakan pengguna jalan.

Kesimpulannya, Sahur on the road memiliki potensi positif dalam menebarkan kebaikan dan berbagi rezeki dengan sesama. Namun, perlu adanya kesadaran dan tanggung jawab bersama agar kegiatan ini tidak menimbulkan dampak negatif dan tetap sesuai dengan nilai-nilai kebaikan dalam Islam.

Sumber : Liputan6.com