Batas Waktu Zakat Fitrah, Kapan Waktu Terbaik Membayar Zakat?

27 February 2025, 08:40 WIB
Batas Waktu Zakat Fitrah, Kapan Waktu Terbaik Membayar Zakat?

Menjelang Hari Raya Idul Fitri, umat muslim di seluruh dunia tidak hanya disibukkan dengan persiapan menyambut hari kemenangan, tetapi juga dengan kewajiban menunaikan zakat fitrah. Pemahaman tentang batas waktu zakat fitrah menjadi sangat penting agar ibadah puasa selama sebulan penuh dapat disempurnakan dengan pembayaran zakat yang tepat waktu.

Batas waktu zakat fitrah merupakan salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan oleh setiap muslim. Keterlambatan dalam membayar zakat fitrah dapat mempengaruhi keabsahan pembayaran tersebut, yang pada akhirnya berdampak pada kesempurnaan ibadah puasa Ramadan. Oleh karena itu, pengetahuan yang baik tentang batas waktu zakat fitrah sangat diperlukan bagi setiap muslim agar dapat menunaikan kewajiban ini dengan benar.

Sesuai dengan ketentuan syariat Islam, terdapat waktu-waktu tertentu yang menjadi batas waktu zakat fitrah. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam tentang kapan waktu terbaik untuk membayar zakat fitrah, kapan batas akhirnya, serta berbagai aspek penting lainnya seputar kewajiban zakat fitrah yang harus dipenuhi oleh umat muslim sebelum merayakan Idul Fitri.

Mari simak penjelasan lengkapnya berikut ini, yang telah Liputan6.com rangkum pada Kamis (27/2).

Pengertian dan Dasar Hukum Zakat Fitrah

Pengertian dan Dasar Hukum Zakat Fitrah

Zakat fitrah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu, baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak hingga dewasa. Zakat ini ditunaikan sebagai bentuk penyucian diri setelah menjalankan ibadah puasa Ramadan. Secara bahasa, kata "fitrah" berasal dari kata "fitr" yang berarti berbuka atau tidak lagi diwajibkan berpuasa. Oleh karena itu, zakat fitrah adalah zakat yang disyariatkan sebagai pertanda berakhirnya bulan Ramadan dan dimulainya bulan Syawal.

Kewajiban menunaikan zakat fitrah ini didasarkan pada ayat Al-Qur'an, seperti yang tercantum dalam Surah Al-Baqarah ayat 43:

Wa aqiimus salaata wa aatuz zakaata warka'uu ma'ar raaki'iin.

Artinya: "Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk." (Al-Baqarah : 43).

Selain itu, kewajiban zakat fitrah ini juga diperkuat oleh hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha' kurma atau satu sha' gandum, kepada setiap budak atau orang merdeka, laki-laki atau wanita, anak maupun dewasa, dari kalangan kaum muslimin. Beliau memerintahkan untuk ditunaikan sebelum masyarakat berangkat shalat id.

Zakat fitrah memiliki peran penting sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari segala perbuatan sia-sia dan ucapan jorok selama bulan Ramadan, sekaligus sebagai sumber makanan bagi orang miskin. Dengan demikian, zakat fitrah tidak hanya memiliki dimensi ibadah vertikal kepada Allah SWT, tetapi juga dimensi sosial horizontal yang dapat membantu meringankan beban ekonomi masyarakat yang kurang mampu.

Batas Waktu Pembayaran Zakat Fitrah

Memahami batas waktu untuk menunaikan zakat fitrah sangatlah penting bagi setiap muslim. Berdasarkan berbagai riwayat dan pendapat para ulama, terdapat beberapa ketentuan waktu dalam pembayaran zakat fitrah yang perlu diketahui.

Waktu pembayaran zakat fitrah dapat dibagi menjadi tiga kategori: waktu yang diperbolehkan (jawaz), waktu yang utama (afdhal), dan waktu yang wajib (wujub). Waktu yang diperbolehkan adalah sejak awal bulan Ramadan hingga akhir bulan Ramadan. Artinya, seorang muslim diperbolehkan untuk menunaikan zakat fitrah sejak hari pertama puasa Ramadan, meskipun ini bukan waktu yang paling utama.

Waktu yang utama (afdhal) untuk membayar zakat fitrah adalah pada pagi hari raya, sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri. Hal ini berdasarkan hadis Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk membayar zakat fitrah sebelum manusia keluar menuju shalat. Dengan membayar zakat fitrah pada waktu ini, seorang muslim memberikan kesempatan bagi penerima zakat untuk menikmati makanan tersebut pada hari raya, sehingga mereka tidak perlu meminta-minta pada hari yang penuh kebahagiaan tersebut.

Waktu wajib (wujub) pembayaran zakat fitrah adalah pada saat terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadan, yang menandai masuknya bulan Syawal. Inilah batas waktu yang mengikat bagi setiap muslim untuk menunaikan kewajiban zakat fitrahnya. Jika seseorang meninggal dunia sebelum terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadan, maka tidak ada kewajiban zakat fitrah atasnya. Begitu pula dengan bayi yang lahir setelah terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadan, tidak diwajibkan zakat fitrah atasnya.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa batas akhir pembayaran zakat fitrah adalah sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri. Hal ini didukung oleh hadis Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah: "Barangsiapa yang menunaikan zakat fitrah sebelum salat Id, maka zakatnya diterima. Barang siapa yang menunaikannya setelah salat Id, maka itu hanya dianggap sebagai sedekah (biasa) diantara berbagai sedekah." Dengan demikian, pembayaran zakat fitrah yang dilakukan setelah shalat Idul Fitri tidak lagi dianggap sebagai zakat fitrah, melainkan hanya sebagai sedekah biasa yang mungkin pahalanya tidak sebesar zakat fitrah yang ditunaikan pada waktunya.

Syarat Wajib Zakat Fitrah

Untuk memahami lebih dalam tentang zakat fitrah, penting bagi kita untuk mengetahui siapa saja yang diwajibkan menunaikan ibadah ini. Terdapat tiga syarat utama yang menjadikan seseorang wajib membayar zakat fitrah.

Syarat pertama adalah beragama Islam. Zakat fitrah hanya diwajibkan bagi umat muslim, baik laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, orang merdeka maupun budak. Hal ini berdasarkan hadis Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah kepada setiap muslim dari kalangan kaum muslimin.

Syarat kedua adalah memiliki bahan makanan lebih dari kebutuhannya pada hari raya Idul Fitri. Seseorang diwajibkan menunaikan zakat fitrah jika ia memiliki kelebihan makanan sebanyak satu sha' (sekitar 2,5 kg) untuk dirinya dan keluarganya selama sehari semalam pada hari raya. Jika seseorang tidak memiliki kelebihan dari kebutuhan pokoknya, maka ia tidak diwajibkan menunaikan zakat fitrah.

Syarat ketiga adalah menemui waktu wajibnya zakat fitrah, yaitu saat terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadan yang menandai masuknya bulan Syawal. Barangsiapa yang hidup hingga waktu tersebut, maka ia diwajibkan menunaikan zakat fitrah. Ini berdasarkan hadis Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwa Nabi SAW mewajibkan zakat fitri setelah Ramadan. Makna "fitri setelah Ramadan" adalah waktu berbuka puasa Ramadan yang terjadi ketika matahari terbenam di hari terakhir bulan Ramadan.

Berdasarkan syarat ketiga ini, orang yang meninggal dunia sebelum terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadan tidak diwajibkan zakat fitrah. Demikian pula bayi yang dilahirkan setelah terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadan juga tidak diwajibkan zakat fitrah. Namun, jika seseorang lahir atau masuk Islam sebelum terbenamnya matahari di hari terakhir Ramadan, maka ia diwajibkan menunaikan zakat fitrah.

Siapa yang Wajib Membayar Zakat Fitrah

Zakat fitrah diwajibkan kepada setiap muslim yang hidup pada saat terbenamnya matahari di akhir bulan Ramadan, yang menandai masuknya bulan Syawal. Kewajiban ini berlaku untuk semua kalangan muslim, terlepas dari usia, jenis kelamin, atau status sosial mereka.

Seorang muslim wajib menunaikan zakat fitrah untuk dirinya sendiri dan juga untuk orang-orang yang wajib dinafkahinya, seperti istri, anak-anak, dan budak (jika ada). Hal ini berdasarkan hadis Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah kepada setiap muslim, baik budak maupun orang merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa.

Jika seseorang memiliki harta sendiri, maka ia harus mengeluarkan zakat dari hartanya. Namun, jika seseorang tidak memiliki harta sendiri, maka yang membayarkan zakatnya adalah orang yang menafkahinya. Hal ini ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan Ad-Daruquthi, di mana Rasulullah SAW memerintahkan untuk membayar sedekah fitrah untuk anak kecil, orang dewasa, merdeka dan budak, dari orang-orang yang wajib dinafkahi.

Adapun untuk janin yang masih dalam kandungan, menurut mayoritas ulama, tidak ada kewajiban zakat fitrah baginya. Namun, jika ingin mengeluarkan zakat untuk janin, hal itu disukai, sebagaimana yang diamalkan oleh Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu yang mengeluarkan zakat untuk anak kecil, orang dewasa, dan janin dalam kandungan.

Penting juga untuk dicatat bahwa kewajiban membayar zakat fitrah tidak hanya berlaku bagi orang kaya. Setiap muslim yang memiliki kelebihan harta dalam tempo waktu sehari semalam di hari itu, yaitu yang memiliki kecukupan untuk memenuhi kebutuhan nafkah dirinya dan keluarganya di hari dan malam Idul Fitri, serta masih memiliki kelebihan yang cukup untuk membayar zakat fitrah, maka ia wajib menunaikan zakat fitrah, meskipun ia tidak termasuk orang yang kaya.

Apa yang Dikeluarkan Sebagai Zakat Fitrah

Dalam menunaikan zakat fitrah, jenis makanan yang dikeluarkan hendaknya merupakan makanan pokok yang umum dikonsumsi oleh masyarakat di daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu 'anhu, bahwa para sahabat mengeluarkan zakat pada hari fitrah di zaman Rasulullah SAW berupa satu sha' dari makanan pokok mereka.

Abu Said Al-Khudri menjelaskan bahwa makanan pokok mereka pada saat itu adalah gandum, kismis, susu beku (sejenis keju), dan kurma. Ini menunjukkan bahwa zakat fitrah harus dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok yang berlaku di suatu daerah. Di Indonesia, makanan pokok yang umum dikonsumsi adalah beras, sehingga pembayaran zakat fitrah dengan beras menjadi pilihan yang tepat.

Adapun mengenai pembayaran zakat fitrah dengan uang, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Menurut pendapat yang lebih kuat dari para ulama, mengeluarkan zakat fitrah dengan uang tidak diperbolehkan dengan beberapa alasan:

Pertama, hadits-hadits yang berasal dari Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa yang dikeluarkan sebagai zakat fitrah adalah makanan pokok, bukan barang lain, dan bukan pula uang. Tidak ada riwayat bahwa Nabi SAW menganjurkan pembayaran zakat fitrah dengan dinar atau dirham (mata uang pada masa itu).

Kedua, jika membayar zakat fitrah dengan uang diperbolehkan, tentu Rasulullah SAW telah menjelaskannya, sebagaimana beliau menjelaskan bahwa zakat harta (selain zakat fitrah) boleh dibayarkan dengan dinar dan dirham.

Pendapat ini didukung oleh Imam Ahmad, Imam Syafi'i, dan ulama lainnya. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menegaskan bahwa tidak halal bagi seseorang mengeluarkan zakat fitrah dengan uang, pakaian, atau barang lainnya. Yang wajib adalah mengeluarkannya dengan apa yang diwajibkan oleh Rasulullah SAW, yaitu makanan pokok.

Ukuran zakat fitrah yang wajib dikeluarkan adalah satu sha'. Hal ini sesuai dengan perkataan Abu Said Al-Khudri radhiallahu 'anhu: "Kami mengeluarkannya pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, satu sha' dari makanan." Satu sha' setara dengan empat mud, dan satu mud adalah ukuran dua telapak tangan laki-laki dewasa yang tidak terlalu besar dan tidak pula terlalu kecil. Para ulama memperkirakan ukuran satu sha' sekitar 2,3 kg beras.

Siapa yang Berhak Menerima Zakat Fitrah

Penyaluran zakat fitrah harus dilakukan dengan tepat agar tujuan disyariatkannya zakat fitrah dapat tercapai. Berbeda dengan zakat maal (zakat harta) yang dapat disalurkan kepada delapan golongan penerima zakat sebagaimana disebutkan dalam surah At-Taubah ayat 60, zakat fitrah menurut pendapat yang lebih kuat hanya disalurkan kepada fakir miskin.

Pendapat ini didasarkan pada hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu yang berkata: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kesalahan, dan memberi makan kepada orang-orang miskin." Hadits ini secara jelas menyebutkan bahwa salah satu tujuan zakat fitrah adalah memberi makan kepada orang-orang miskin, sehingga mereka tidak perlu meminta-minta pada hari yang mulia tersebut.

Adapun petugas yang ditugaskan untuk mengumpulkan zakat fitrah, jika mereka termasuk golongan fakir miskin, maka diperbolehkan bagi mereka untuk mengambil bagian dari zakat fitrah tersebut. Namun, jika mereka bukan dari golongan fakir miskin, maka tidak diperbolehkan bagi mereka untuk mengambil bagian dari zakat fitrah.

Dalam mendistribusikan zakat fitrah, terdapat dua cara yang dapat dilakukan:

  1. Cara pertama adalah membagikan secara langsung kepada fakir miskin tanpa melalui perantara. Cara ini lebih menenangkan bagi pembayar zakat, karena mereka dapat memastikan secara langsung bahwa zakatnya telah diterima oleh pihak yang berhak.
  2. Cara kedua adalah menyerahkan zakat kepada pihak yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan zakat fitrah, seperti amil zakat resmi atau takmir masjid. Contohnya adalah Abu Hurairah radhiallahu 'anhu yang ditugaskan oleh Rasulullah SAW untuk menjaga zakat Ramadhan (zakat fitrah).

Dengan menyalurkan zakat fitrah kepada penerima yang tepat dan pada waktu yang tepat pula, diharapkan tujuan disyariatkannya zakat fitrah dapat tercapai, yaitu menyucikan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan memberikan kecukupan bagi fakir miskin pada hari raya.

Sumber : Liputan6.com