Reshuffle Perdana Kabinet Prabowo-Gibran, Murni Pertimbangan Kinerja atau Faktor Lain?
21 February 2025, 00:00 WIB
Di tengah gejolak aksi 'Indonesia Gelap' yang dilakukan sejumlah mahasiswa di berbagai daerah, Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle kabinet perdananya di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Rabu, 19 Februari 2025.
Dalam perombakan Kabinet Merah Putih ini, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro digantikan oleh Brian Yuliarto, Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung (ITB).
Brian resmi dilantik menjadi Mendiktisaintek pada sisa masa jabatan Kabinet Merah Putih. Pengangkatan Brian berdasarkan Keppres Nomor 26B Tahun 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Menteri Negara Kabinet Merah Putih 2024-2029.
"Mengangkat Profesor Brian Yuliarto sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Kabinet Merah Putih dalam sisa masa jabatan periode 2024-2029," ucap pembaca Surat Keputusan di Istana Negara, Rabu 19 Februari 2025.
Selain itu, Presiden Prabowo juga melakukan perubahan pada sejumlah pejabat tinggi. Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian digantikan oleh Nugroho Sulistyo Budi, sementara Wakil Kepala BSSN A. Rachmad Widodo kini dijabat oleh Pratama Dahlian Persadha.
Dalam kesempatan yang sama, Prabowo juga melantik Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti sebagai Kepala BPS definitif. Selain itu, Plt. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh kini resmi menjadi Kepala BPKP.
"Bahwa saya akan setia kepada Undang-Undang Dasar 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan sepenuhnya demi dharma bakti saya kepada bangsa dan negara," ujar Prabowo saat membacakan sumpah jabatan.
"Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya, serta penuh rasa tanggung jawab," lanjutnya.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai keputusan Presiden Prabowo mengganti posisi Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Mendiktisaintek) dari Satryo Brodjonegoro ke Brian Yuliarto sudah tepat. Menurutnya, Brian punya latar belakang yang cukup baik untuk menjadi Mendiktisaintek dan kapasitasnya sama dengan Satryo Brodjonegoro.
"Hanya saja Satryo kurang memperhatikan adab, sehingga tak pas memimpin kementerian di bidang pendidikan. Kalau Brian menjaga adab, diharapkan tak ada lagi gejolak di Kemendiktisaintek. Prabowo tampaknya akan senang terhadap menteri yang dapat menjaga kondusifitas lembaga yang dipimpinnya," kata Jamiluddin kepada Liputan6.com, Kamis (20/2/2025).
Meski demikian, ia melihat langkah pencopotan Satryo Brodjonegoro dari Mendiktisaintek saat ini belum bisa didasarkan pada asas penilaian kinerja. Sebab, kata dia, Satryo dalam 100 hari pertama masih sibuk mengonsolidasikan lembaganya akibat adanya perpecahan di kementerian pendidikan.
Ia pun menilai tidak adil menuntut kinerja kepada menteri yang masih melakukan penataan internal organisasi. "Karena itu, penggantian Satryo lebih pada pertimbangan politis. Satryo dinilai tidak mampu menjaga kondusifitas lembaga yang dipimpinnya. Indikasi itu terlihat dari adanya demo di lembaganya. Namun demo itu lebih disebabkan karena adab sang menteri sehingga terjadi instabilitas di Kemendiktisaintek. Hal ini kiranya yang tidak dikehendaki Presiden Prabowo Subianto," jelasnya.
Di sisi lain, Jamiluddin menilai reshuffle perdana Prabowo-Gibran juga tidak berkaitan dengan konsolidasi kekuatan politik di pemerintahan. "Sebab, Satryo Brodjonegoro bukanlah sosok yang berpolitik praktis. Ia justru lebih kental ilmuwannya, yang terbiasa bicara hitam putih."
Ia juga menambahkan bahwa pengganti Satryo, Brian Yuliarto, juga bukan figur politik. "Brian juga lebih pas disebut ilmuwan. Hal itu menguatkan dugaan pergantian Mendiktisaintek bukan dimaksudkan untuk konsolidasi kekuatan politik di dalam pemerintahan Prabowo," ucapnya.
Adapun terkait reshuffle kabinet di tengah aksi 'Indonesia Gelap', Jamiluddin menilai bahwa kedua peristiwa itu tidak memiliki keterkaitan langsung. Mengingat, aksi tersebut lebih terarah kepada kebijakan Prabowo, bukan kebijakan Mendiktisaintek.
"Jadi, demo mahasiswa tidak berkaitan dengan reshuffle Satryo Brodjonegoro. Reshuffle dan demo Indonesia Gelap peristiwa politik yang berbeda," pungkasnya.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5138912/original/092242000_1740046311-250220_INFOGRAFIS_HL_PROFIL_BRIAN_YULIARTO_PENGGANTI_MENDIKTISAINTEK_SATRYO_BRODJONEGORO_p_01.jpg)
Reshuffle Kabinet JadiWarning
Sementara itu, Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menilai bahwa pergantian Satryo Brodjonegoro dari jabatan Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Mendiktisaintek) bukanlah hal yang mengejutkan. Menurut Adi, setidaknya ada dua alasan kuat bagi pemerintah untuk melakukan reshuffle posisi Mendiktisaintek.
"Pertama misalnya didemo oleh pegawainya sendiri di Kementerian Dikti dan Saintek gitu ya. Kedua adalah pernyataan-pernyataannya yang blunder terkait dengan efisiensi anggaran pemerintah itu yang berdampak pada kenaikan uang kuliah, UKT, dan seterusnya. Dua hal ini yang saya kira menjadi alasan terkuat kenapa Satryo itu di-reshuffle ya," ujar Adi kepada Liputan6.com, Kamis (20/2/2025).
"Kalau mau jujur ini mungkin menteri pertama kali dalam sejarah yang didemo oleh para pembantunya, di demo oleh para pegawai-pegawainya, ini yang saya kira Prabowo dalam hal ini sejak awal sudah melihat bahwa menteri ini sepertinya memang sangat tidak layak untuk dipertahankan," sambungnya.
Di sisi lain, Adi juga menilai reshuffle ini bisa menjadi peringatan bagi anggota kabinet lainnya. Presiden Prabowo, menurutnya, ingin menegaskan bahwa evaluasi kinerja akan terus dilakukan, dan menteri yang tidak memenuhi ekspektasi dapat diganti kapan saja.
"Ya tentu ini menjadi warning ya, menjadi semacam peringatan, alarm kepada pembantu-pembantu presiden yang lain bahwa mereka yang kerjanya tidak perform, tidak sesuai dengan ekspektasi ya saya kira tinggal nunggu waktu untuk di-reshuffle," pungkasnya.
Adapun Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, menilai perombakan kabinet perdana Prabowo-Gibran merupakan indikasi adanya kesalahan dalam proses rekrutmen awal menteri.
"Reshuffle yang begitu cepat, saya kira itu menunjukkan ada kesalahan fatal dalam rekrutmen. Ya mungkin dari 100 itu ada 1-2 ya yang memang harus dievaluasi kinerjanya," ujar Usep kepada Liputan6.com, Kamis (20/2/2025).
Menurutnya, ada berbagai faktor pertimbangan Presiden Prabowo melakukan reshuffle terhadap pembantunya. Tidak terkecuali adanya desakan dari masyarakat. "Ya tentu, tidak bisa dinafikan juga desakan masyarakat, itu juga kan menurut saya di perguruan tinggi di kementerian itu, itu juga kan ini kan sudah kebangetan ya, kemarin itu kan ada demo yang bawahannya itu mendemo menterinya, itu kan menurut saya kesalahan yang fatal." ujarnya.
Namun, ia tidak melihat adanya desakan politik yang signifikan dalam reshuffle tersebut, melainkan lebih kepada evaluasi terhadap kinerja menteri itu sendiri.
"Kalau saya, saya tidak melihat politik desakan-desakan dari partai, enggak saya kira. Tapi lebih banyak pada persoalan kinerja ya, berat ke kinerja itu," Usep menandasi.
Advertisement