Tak Bisa Tenang, Tentara Israel yang ke Luar Negeri Dihantui Tuduhan Kejahatan Perang Gaza

12 February 2025, 18:35 WIB
Tak Bisa Tenang, Tentara Israel yang ke Luar Negeri Dihantui Tuduhan Kejahatan Perang Gaza

Liburan impian seorang tentara cadangan Israel di Brasil berakhir mendadak bulan lalu menyusul tuduhan keterlibatannya dalam kejahatan perang di Jalur Gaza.

Yuval Vagdani terbangun pada 4 Januari dengan banyak panggilan tak terjawab dari anggota keluarganya dan Kementerian Luar Negeri Israel yang memberinya peringatan mendesak: Sebuah kelompok hukum pro-Palestina telah meyakinkan seorang hakim federal di Brasil untuk membuka penyelidikan atas tuduhan keterlibatannya dalam perusakan rumah-rumah warga sipil di Jalur Gaza.

Vagdani yang ketakutan melarikan diri dari negara itu pada keesokan harinya dengan penerbangan komersial untuk menghindari cengkeraman konsep hukum yang kuat bernama "yurisdiksi universal", yang memungkinkan pemerintah mengadili orang atas kejahatan yang paling serius terlepas dari tempat kejahatan itu diduga terjadi.

Setelahnya, Vagdani yang selamat dari serangan mematikan Hamas pada7 Oktober 2023, mengatakan kepada sebuah stasiun radio Israel, Kan, bahwa tuduhan itu terasa sangat menyakitkan, seolah-olah "peluru menembus hatinya".

Kasus terhadap Vagdani diajukan oleh Hind Rajab Foundation, sebuah kelompok hukum yang berbasis di Belgia dan dinamai berdasarkan seorang anak perempuan Palestina yang tewas di awal perang akibat tembakan Israel saat dia dan keluarganya melarikan diri dari Kota Gaza.

Dengan bantuan data geolokasi, kelompok ini menyusun kasus mereka berdasarkan unggahan media sosial Vagdani. Sebuah foto menunjukkan dia mengenakan seragam di Jalur Gaza, tempat dia bertugas di unit infanteri; sebuah video menunjukkan ledakan besar bangunan di Jalur Gaza di mana suara tentara terdengar bersorak.

Tahun lalu, para hakim di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menyimpulkan bahwa ada cukup bukti untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan karena menggunakan kelaparan sebagai metode peperangan hingga tindakan tidak manusiawi lainnya. Baik Israel maupun Netanyahu dengan tegas membantah tuduhan tersebut.

Sejak dibentuk tahun lalu, Hind Rajab Foundation telah mengajukan puluhan pengaduan di lebih dari 10 negara untuk menangkap tentara Israel, baik yang berpangkat rendah maupun tinggi. Kampanye ini belum menghasilkan penangkapan, namun telah membuat Israel memperketat pembatasan penggunaan media sosial di kalangan personel militer.

"Ini adalah tanggung jawab kami, sejauh yang kami ketahui, untuk membawa kasus-kasus ini," kata Haroon Raza, salah satu pendiri Hind Rajab Foundation, dari kantornya di Rotterdam, Belanda, seperti dikutip dari AP, Rabu (11/2). "Kemudian terserah kepada otoritas di setiap negara --- atau ICC --- untuk memburu mereka."

Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel Eden Bar-Tal bulan lalu mengatakan kurang dari selusin tentara telah menjadi sasaran dan dia menganggap upaya penangkapan tersebut sebagai trik hubungan masyarakat yang sia-sia dari "organisasi teroris".

Contoh Kasus Penerapan Yurisdiksi Universal

Contoh Kasus Penerapan Yurisdiksi Universal

Yurisdiksi universal bukan hal baru. Konvensi Jenewa 1949 --- traktat pasca-Perang Dunia II yang mengatur perilaku militer --- menyatakan bahwa semua negara penandatangan harus mengadili para penjahat perang atau menyerahkan mereka ke negara yang akan melakukannya. Pada tahun 1999, Dewan Keamanan PBB meminta semua negara PBB memasukkan yurisdiksi universal dalam kode hukum mereka dan sekitar 160 negara telah mengadopsinya dalam bentuk tertentu.

"Beberapa kejahatan seperti kejahatan perang, genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah kejahatan di bawah hukum internasional," kata ahli hukum internasional di Universitas Amsterdam Marieke de Hoon. "Dan kita telah mengakui dalam hukum internasional bahwa setiap negara memiliki yurisdiksi atas kejahatan-kejahatan yang sangat berat tersebut."

Israel sendiri menggunakan konsep ini untuk mengadili Adolf Eichmann, seorang arsitek Holocaust. Agen Mossad menangkapnya di Argentina pada 1960 dan membawanya ke Israel, di mana dia dijatuhi hukuman mati dengan digantung.

Baru-baru ini, seorang mantan petugas polisi rahasia Suriah dijatuhi hukuman pada 2022 oleh pengadilan Jerman atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan 10 tahun sebelumnya karena mengawasi penyiksaan tahanan di sebuah penjara. Pada tahun yang sama, seorang warga negara Iran dijatuhi hukuman oleh pengadilan Swedia atas kejahatan perang selama perang Iran-Irak pada 1980-an.

Pada 2023, 16 orang dijatuhi hukuman karena kejahatan perang melalui yurisdiksi universal, menurut TRIAL International, sebuah organisasi Swiss yang melacak proses hukum. Hukuman-hukuman tersebut terkait dengan kejahatan yang dilakukan di Suriah, Rwanda, Iran, dan negara-negara lainnya.

Media Sosial Mempermudah Pengumpulan Bukti

Media Sosial Mempermudah Pengumpulan Bukti

Sebagai tanggapan atas upaya Brasil memburu Vagdani, militer Israel melarang tentara yang berada di bawah pangkat tertentu untuk diberitakan di artikel berita dan mengharuskan wajah mereka disamarkan. Mereka juga memperingatkan tentara untuk tidak mengunggah hal-hal yang berkaitan dengan layanan militer atau rencana perjalanan mereka di media sosial.

Bukti yang diajukan oleh pengacara Hind Rajab kepada hakim di Brasil sebagian besar berasal dari akun media sosial Vagdani.

"Begitulah yang mereka lihat, dan itulah alasan mereka ingin saya terlibat dalam penyelidikan ini," tutur Vagdani kepada stasiun radio Kan. "Dari satu ledakan rumah, mereka membuat 500 halaman. Mereka mengira saya telah membunuh ribuan anak-anak."

Vagdani tidak muncul dalam video yang diunggahnya dan tidak menyatakan apakah dia yang melakukan ledakan itu sendiri, melainkan mengatakan bahwa dia datang ke Jalur Gaza untuk latihan dan berada dalam pertempuran terberat dalam hidup hidupnya.

Media sosial dalam beberapa tahun terakhir telah mempermudah kelompok-kelompok berlatar hukum mengumpulkan bukti. Misalnya, beberapa militan ISIS dihukum atas kejahatan yang dilakukan di Suriah oleh pengadilan di berbagai negara Eropa, di mana menurut de Hoon, pengacara menggunakan video yang diunggah secara online.

Namun, kekuatan yurisdiksi universal juga memiliki batas.

Di Belanda, di mana Hind Rajab Foundation telah mengajukan lebih dari selusin pengaduan, baik korban atau pelaku harus memiliki kewarganegaraan Belanda, atau tersangka harus berada di negara tersebut selama seluruh penyelidikan --- faktor yang kemungkinan melindungi turis Israel dari penuntutan. Sebelas pengaduan terhadap 15 tentara Israel telah ditolak, menurut jaksa Belanda, beberapa karena yang dituduh hanya berada di negara tersebut untuk waktu yang singkat. Dua pengaduan yang melibatkan empat tentara sedang diproses.

Pada 2016, aktivis di Inggris gagal menangkap pemimpin militer dan politik Israel atas peran mereka dalam perang Gaza 2008-2009.

Raza menegaskan kelompoknya akan terus berjuang.

"Mungkin akan memakan waktu 10 tahun. Mungkin 20 tahun. Tidak masalah. Kami siap untuk bersabar," imbuhnya.

Tidak ada batas waktu untuk mengadili kejahatan perang.

Sumber : Liputan6.com