Gejala Pneumonia pada Anak Berbeda dengan Dewasa dan Lansia, Ini Perbedaannya

11 February 2025, 12:09 WIB
Gejala Pneumonia pada Anak Berbeda dengan Dewasa dan Lansia, Ini Perbedaannya

Pneumonia kembali banyak dibahas setelah bintang Meteor Garden Barbie Hsu meninggal dunia usai mengidapnya.

Menurut Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan Eka Hospital BSD, Astri Indah Prameswari, istilah penyakit pneumonia di masyarakat luas lebih sering dikenal sebagai penyakit paru-paru basah.

Sebetulnya, penyakit pneumonia sudah menjadi sorotan banyak orang semenjak terjadinya wabah SARS (Severe Acute Respiratory Infection) di tahun 2002. Ditambah, kehadiran wabah COVID-19 telah menjadikan pneumonia sebagai sorotan masyarakat kembali karena penyakit ini menjadi salah satu gejala atau komplikasi yang dirasakan banyak orang ketika terinfeksi COVID-19.

Meski sering menyerang anak-anak, pneumonia juga bisa menyerang orang dewasa dengan gejala serta dampak yang beragam. Pneumonia memiliki gejala-gejala sebagai berikut:

  • Batuk-batuk, bisa kering ataupun berdahak yang terkadang bisa sampai mengeluarkan darah.
  • Dada sakit dan kesulitan bernapas atau sesak napas.
  • Demam.
  • Menggigil tapi badan berkeringat.
  • Badan terasa lemas.

Di samping itu, ada beberapa gejala di atas yang mungkin hanya dirasakan pada anak-anak, terutama balita berumur 0-2 tahun. Mereka bisa saja tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi, tapi dapat menunjukan gejala seperti:

  • Kehilangan nafsu makan.
  • Muntah-muntah.
  • Badan lemas dan tidak berenergi.
  • Demam dan batuk-batuk.

Sementara untuk lansia di atas usia 65 tahun, pneumonia bisa memengaruhi kesehatan mental dan suhu tubuh bisa di bawah dari rata-rata.

Gejala pneumonia biasanya akan dirasakan selama 1 sampai 2 hari dan akan terus memberat jika kondisi tidak semakin membaik. Tetapi gejala yang dirasakan setiap orang bisa berbeda-beda, tergantung dari sistem kekebalan tubuh yang dimiliki masing-masing orang.

Pneumonia adalah Penyebab Kematian Tertinggi pada Anak di Dunia

Menurut World Health Organization (WHO), pneumonia merupakan penyebab kematian tertinggi pada anak-anak di dunia. Tercatat ada 740.180 anak-anak yang meninggal akibat pneumonia di tahun 2019. Baik usia anak-anak atau orang dewasa, penyakit ini harus ditangani dengan segera karena dapat mengakibatkan kesulitan bernapas.

"Pneumonia atau paru-paru basah adalah penyakit yang bisa disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau jamur yang membuat peradangan pada kantong-kantong udara (alveoli) di salah satu atau kedua paru. Infeksi tersebut menyebabkan alveoli dipenuhi oleh sebuah cairan atau nanah sehingga membuat pasien sulit bernapas," jelas Astri dalam keterangan pers dikutip Selasa (11/2/2025).

Apa Itu Walking Pneumonia?

Dalam beberapa kasus, seseorang bisa saja mengidap penyakit pneumonia yang ringan, dokter menyebutnya "walking pneumonia" atau pneumonia berjalan.

Pada kondisi ini, dokter biasanya dapat menanganinya tanpa harus rawat inap, sehingga masih bisa kembali beraktivitas dengan normal.

Apa Faktor Risiko Pneumonia?

Astri menambahkan, ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena pneumonia, yaitu:

  • Perokok aktif.
  • Sering mengonsumsi alkohol.
  • Usia terutama balita berusia 0 - 2 tahun dan lansia di atas 65 tahun akan lebih rentan untuk terkena penyakit ini.
  • Memiliki komorbid seperti penyakit stroke, asma, diabetes, gagal jantung, dan penyakit kronik lainnya.
  • Sedang dalam perawatan yang dapat melemahkan sistem imun tubuh seperti kemoterapi.

Bagaimana Cara Mendiagnosis Pneumonia?

Pneumonia dapat didiagnosis setelah menemui dokter dan telah melakukan serangkaian pemeriksaan. Pada tahap awal, dokter akan menanyakan serangkaian pertanyaan terkait gejala yang pasien miliki. Termasuk gaya hidup, kontak dengan orang sakit, hingga riwayat penyakit pasien serta keluarganya.

Setelah melakukan pengecekan awal, dokter akan merekomendasikan serangkaian bentuk pemeriksaan berdasarkan dari seberapa parah gejala yang dimiliki.

Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk memastikan apakah benar pasien memiliki pneumonia serta melihat seberapa parah penyakit pneumonia yang dialami. Beberapa tes yang bisa dilakukan yaitu:

  • Tes darah untuk mendeteksi adanya infeksi bakteri, virus ataupun jamur.
  • Rontgen dada untuk menemukan infeksi di paru dan seberapa jauh penyebarannya.
  • Oksimetri untuk mengukur saturasi atau kadar oksigen yang ada di dalam darah.
  • Tes dahak untuk memeriksa cairan atau lendir di paru sehingga mengetahui penyebab infeksi.
<p>INFOGRAFIS JOURNAL_ Fakta Kasus Mycoplasma Pneumonia Misterius di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)</p>
Sumber : Liputan6.com