3 Kebijakan Donald Trump yang Diwaspadai BI

07 February 2025, 17:20 WIB
3 Kebijakan Donald Trump yang Diwaspadai BI

Bank Indonesia (BI) terus memantau tiga kebijakan utama yang diterapkan di bawah kepemimpinan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang berpotensi meningkatkan ketidakpastian ekonomi global.

Tiga kebijakan utama yang berperan dalam hal ini adalah kebijakan tarif dagang, kebijakan pajak (tax), dan kebijakan tenaga kerja. Ketiga kebijakan ini memiliki implikasi signifikan terhadap inflasi dan pasar global.

"Kebijakan tarif, kebijakan tax, kebijakan tenaga kerja, ini mengakibatkan ketidakpastian di global," kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter (DKEM) Bank Indonesia, Juli Budi Winantya, dalam media briefing di Aceh, Jumat (7/2/2025).

Juli menyampaikan, salah satu kebijakan yang mencolok adalah kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat. Kebijakan tarif ini tidak hanya mempengaruhi hubungan dagang internasional, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan inflasi di AS.

Selain itu, dengan tarif yang lebih tinggi, biaya impor akan naik, yang kemudian meningkatkan harga barang dan layanan, mendorong inflasi dari sisi permintaan dan biaya. Akibatnya, inflasi di AS diperkirakan akan terus meningkat, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi global.

"Tarif ini tentunya akan membuat inflasi Amerika Serikat yang tadi dari sisi demand, dari sisi permintaan juga akan semakin tinggi. Dari sisi tarif juga akan membuat inflasi Amerika Serikat lebih tinggi. Itu yang pertama dari sisi tarif," ujarnya.

Kebijakan Pajak dan dampaknya

Kebijakan Pajak dan dampaknya

Lebih lanjut, Juli menjelaskan bahwa kebijakan pajak juga memiliki dampak yang signifikan, terutama dalam hal pemberian insentif kepada korporasi di AS.

Pengurangan pajak ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan permintaan domestik. Namun, pengurangan pajak juga berarti meningkatnya defisit fiskal AS.

"Tax ini implikasinya dua, karena dia mendorong pertumbuhan ekonomi ya tentunya juga akan meningkatkan inflasi. Tetapi di sisi lain karena dia memotong tax berarti defisitnya meningkat yang berarti harus melakukan pembiayaan lebih besar," jelasnya.

Menurutnya, dengan defisit yang lebih tinggi, pemerintah AS akan membutuhkan pembiayaan yang lebih besar, yang pada gilirannya akan mendorong kenaikan yield atau imbal hasil dolar AS, baik dalam jangka pendek maupun panjang.

Hal ini menciptakan ketidakpastian di pasar global, terutama bagi negara-negara berkembang yang bergantung pada aliran modal dari luar.

"Hasilnya ini berdampak ke yield, imbal hasil USD, baik itu yang jangka pendek, jangka panjang. Jadi, ini juga akan berpengaruh terhadap kenaikan yield USD karena kenaikan defisitnya," ujar Juli.

Dampak Kebijakan Tenaga Kerja AS

Selain itu, kebijakan tenaga kerja yang lebih ketat juga berpotensi memperburuk situasi. Dimana Pemerintah AS berencana melakukan deportasi terhadap tenaga kerja ilegal, yang dapat memperketat pasokan tenaga kerja di negara tersebut.

Meskipun pengetatan ini bertujuan untuk mengatur pasar tenaga kerja, juga dapat menambah tekanan inflasi di AS, karena kurangnya tenaga kerja dapat meningkatkan biaya produksi dan harga barang.

"Dimana new administration ini akan melakukan deportasi atau pengetatan terhadap tenaga kerja ilegal. Dan ini dampaknya adalah pengetatan tenaga kerja di Amerika Serikat. Ini juga implikasinya adalah meningkatkan inflasi," pungkasnya.

Sumber : Liputan6.com