Kemeriahan Window Dressing Akhir Tahun, Investor Harus Bagaimana?
02 December 2024, 18:53 WIBMenata etalase tanpa memperbaiki isi toko, demikian perumpamaan sederhana mengenai fenomena window dressing. Secara garis besar, window dressing merupakan strategi yang digunakan oleh suatu perusahaan dan manajer investasi untuk menarik investor. Yakni dengan cara mempercantik laporan atau kinerja keuangan dan portofolio bisnis yang dimilikinya.
Jelang pergantian tahun, Pengamat Pasar Modal yang juga founder Traderindo.com, Wahyu Laksono menjelaskan, window dressing biasanya dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya seperti menunda pembayaran kewajiban atau melaporkan pendapatan lebih cepat dari jadwal.
Selain itu, emiten atau perusahaan dapat melakukan promosi penjualan pada akhir tahun untuk meningkatkan pendapatan mereka, sehingga laporan keuangan tampak lebih sehat dengan catatan kas yang baik dan laba yang meningkat.
"Jadi secara umum, window dressing berlaku kepada hampir semua emiten. Tujuan utama window dressing adalah untuk menampilkan performa yang lebih baik dari portofolio atau laporan keuangan mereka, sehingga terlihat lebih menguntungkan dan menarik bagi investor," kata Wahyu kepada Liputan6.com, Senin (2/12/2024).
Kinerja Portofolio
Menurut Wahyu, ketika kinerja portofolio tidak sesuai dengan harapan, manajer investasi mungkin melakukan window dressing dengan menjual saham-saham yang mengalami kerugian besar. Lalu, menggantinya dengan saham yang diperkirakan akan memberikan imbal hasil lebih besar dalam jangka pendek.
"itu memicu beberapa saham unggulan naik, karena memang didesain untuk menarik investor. Sehingga emiten tersebut diburu, setidaknya untuk jangka pendek. Seasonal. Bukan berarti pasti. Dari sini kita bisa antisipasi bahwa saham blue chips akan cenderung menarik dan dipilih," kata Wahyu.
Sedang saham yg jelek atau lemah akan dibuang. Menurut Wahyu, saham blue chips menjadi emiten yang dipilih oleh banyak perusahaan investasi karena memiliki kinerja keuangan dan bisnis yang konsisten baik dan mampu bertahan serta bangkit dalam kondisi sulit. Di samping itu, saham blue chips biasanya menjadi pemimpin di setiap sektornya.
"Selain itu, saham blue chips memiliki nilai kapitalisasi pasar yang besar sehingga mampu dibeli oleh investor dengan modal yang besar seperti perusahaan investasi atau investor individu baik dari dalam maupun luar negeri," ujar Wahyu.
Advertisement
Indeks LQ45
Indeks LQ45 adalah salah satu indeks saham utama di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terdiri dari 45 saham pilihan dengan likuiditas tinggi. Saham-saham yang masuk dalam indeks ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu seperti kapitalisasi pasar, frekuensi perdagangan, dan nilai transaksi. Saham LQ45 atau indeks saham likuid di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi pilihan banyak investor karena konstituen di dalamnya relatif memiliki risiko likuiditas rendah, sehingga cenderung terhindar dari risiko 'nyangkut di saham gorengan.
"Jadi wajar beberapa emiten terpilih saat windows dressing yang blue chips ada di LQ45. Selain window dressing,Bisa jadi awal Januari juga menguat. Setidaknya di pekan pertama 2025 atau seasonal January effect," kata Wahyu.
Founder Silent Trader Academy, Om Silent mengatakan saat ini belum terlambat jika investor ingin serok cuan dari fenomena windows dressing. "Jadi sebenarnya ini belum telat sama sekali, tapi disclaimer. Tetap ada potensial growth," kata dia dalam diskusi MNC Sekuritas bertajuk Strategi Jitu Sambut Window Dressing.
Menurut Om Silent, beberapa sektor yang menarik dicermati saat windows dressing yakni perbankan dan batu bara. Di mana saham-saham dalam sektor tersebut sudha hampir pasti ada dalam portofolio manajer investasi.
"Jadi sektor banking, top 4 banking. Sebenarnya bisa yang second layer seperti BNGA dan NISP. Tapi kalau ragu bisa BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI. Cukup salah satu aja, jangan semuanya kita beli di satu sektor, itu juga gak tepat. Maksimal dua (per sektor)," ulas Om Silent.
Advertisement
Sektor Batu Bara
Sementara untuk sektor batu bara, Om Silent menjelaskan sektor ini memiliki kecenderungan naik jelang musim dingin di Eropa. Sehingga harga batu bara berpotensi naik pada akhir tahun hingga awal 2025, yang berpotensi mendongkrak kinerja emiten batu bara pada periode tersebut.
"Jadi bertepatan dengan Desember-Januari, kita tahu di Barat itu mostly sudah winter, di mana sudah pasti secara siklus permintaan akan batu bara-nya meningkat. Jadi harga coal dunia perlahan meningkat jelang akhir tahun sampai awal tahun, dan di situ investor mulai melihat dan mengambil inisiatif untuk melakukan buy," jelas Om Silent.
Beberapa emiten pilihan sektor batu bara antara lain PTBA, ITMG, dan ADRO. Selain dua sektor ini, emiten spesifik yang biasanya tersengat window dressing adalah TLKM, INDF, dan ICBP. "Jadi sebenarnya itu secara price (TLKM) itu masih oke banget. Atau mungkin yang lebih stabil kayak ICBP atau INDF, itu untuk consumer goods juga mostly fund manager banyak keep in di sana," kata Om Silent.